Paspor Palsu Mulai Digunakan Sindikat Kejahatan Yakuza Jepang, Berhasil Raup 5,5 Miliar Yen
Sindikat mafia kejahatan Jepang (yakuza) kini mulai menggunakan paspor aspal (asli tapi palsu) hingga berhasil meraup uang 5,55 miliar yen.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sindikat mafia kejahatan Jepang (yakuza) kini mulai menggunakan paspor aspal (asli tapi palsu) hingga berhasil meraup uang 5,55 miliar yen.
Modusnya membohongi sebuah perusahaan properti Sekisui House Ltd. dalam jual beli tanah.
"Awalnya sudah curiga, tetapi setelah tersangka mengeluarkan paspor dan pendaftaran segel atau surat keterangan catatan keluarga (seperti Kartu Keluarga di Indonesia), pembeli jadi percaya kepada tersangka," ungkap sumber Tribunnews.com, Jumat (2/11/2018).
Pemilik tanah, seorang wanita berusia 72 tahun diketahui beberapa perusahaan properti Jepang tidak mau menjual tanah tersebut dan harga pasar sekitar 10 miliar yen.
Saat negosiasi dengan Sekisui House, pemilik asli sedang dirawat di rumah sakit dan Juni 2017 meninggal dunia.
Masami Haketa (63), mengaku dari Adachi-ku Tokyo dan tujuh lainnya ditangkap polisi karena dicurigai menggunakan dokumen pribadi palsu dengan segel dan dakwaan lainnya atas penjualan lahan di Distrik Nishigotanda, Shinagawa-ku beberapa waktu lalu.
Baca: Mengintip Cara China Sajikan Obsesi Hidupkan Lagi Perdagangan Jalur Sutra
"Buat paspor palsu atau asli tapi palsu sebenarnya tidak sulit di Jepang bagi warga Jepang," kata sumber Tribunnews.com.
Hanya dengan berpura-pura hilang dan pindah tempat tinggal dan menyebutkan alamat, maka orang tersebut dapat surat keterangan tempat tinggal dan membuat surat keterangan keluarga di tempat palsu.
Lalu dia bisa dapat paspor yang baru yang sebenarnya palsu.
"Itu gambaran mudahnya karena masyarakat Jepang adalah masyarakat yang percaya saja satu sama lain dan berpikir pasti cepat ketahuan kalau pun berbuat jahat atau memalsukan sesuatu," tambahnya.
Tersangka lain ditangkap termasuk eksekutif perusahaan Tsuyoshi Ikuta (46) dan Hirosuke Nagata (54), dari Tokyo Shibuya-ku dan Itabashiku.
Termasuk juga Misao Koyama (58), yang diduga bertindak sebagai pemimpin kelompok disebut Jimen-shi dan meninggalkan Jepang atau kabur akhir pekan lalu.
Ini adalah kasus penipuan tanah terbesar sepanjang tahun 2018 ini.
Haketa secara khusus dituduh berusaha mengalihkan kepemilikan lahan seluas sekitar 2.000 meter persegi di Nishigotanda, bekas tempat penginapan, untuk dirinya sendiri pada Juni tahun lalu tanpa persetujuan pemilik tanah.
"Memang benar bahwa saya berpura-pura menjadi pemilik tanah," ungkap Haketa mengakuinya kepada polisi.
Sedangkan tujuh tersangka lainnya telah membantah tuduhan terhadap mereka.
Ada peningkatan jumlah kasus di mana pembeli tanah ditipu oleh kelompok "jimen-shi", di tengah harga tanah yang melonjak menjelang Olimpiade Tokyo 2020 dan Paralympic Games dan meningkatnya jumlah rumah kosong karena populasi yang menua.
Polisi Tokyo telah menerima sekitar 20 hingga 30 konsultasi atas kasus penipuan seperti itu setiap tahun.
Pada 2013, sebuah jaringan hotel besar tertipu 1,2 miliar yen ketika mencoba untuk membeli sebidang tanah di Distrik Akasaka kelas atas di Tokyo.
Dan 10 orang ditangkap atas dugaan penipuan dan tuduhan lainnya atas kasus tersebut pada November 2017.
Koyama, salah satu yang diduga pemimpin kelompok scam dalam kasus Sekisui, meninggalkan Jepang ketika penyelidikan polisi mendekati kelompok tersebut.
Dia mengatakan kepada Mainichi Shimbun pada Februari tahun ini bahwa dia juga ditipu, menyangkal keterlibatannya dalam skema penipuan.
Menurut mereka yang akrab dengan kasus ini, Koyama mengaku sebagai "konsultan akuntansi" Haketa ketika mereka sedang dalam pembicaraan penjualan tanah dengan Sekisui House.
Koyama telah memberi tahu Mainichi bahwa dia datang untuk terlibat dalam kesepakatan tanah setelah belajar tentang transaksi melalui seorang kenalan.
"Saya mendekati banyak perusahaan untuk penjualan tanah," kata Koyama.
Dalam membahas uang yang dia dan orang lain terima dari Sekisui House, Koyama berkata, "Sebagian besar uang jatuh ke tangan wanita (Haketa), dan saya hanya menerima sekitar 50 juta yen sebagai hadiah."
Diduga penipu telah menggantikan kunci bangunan di atas tanah tanpa izin pemilik sebelum mereka menunjukkan bagian dalam struktur kepada pejabat Sekisui House pada 19 Mei 2017.
Koyama dan yang lainnya hadir di sesi pratinjau itu.
Polisi menduga bahwa kelompok mengubah kunci dalam upaya untuk membuat pejabat Sekisui House percaya legitimasi kesepakatan sebelum perusahaan membayar sisa biaya untuk pembelian tanah pada bulan Juni tahun lalu.
Haketa dan tersangka lain ditangkap pihak jaksa pada 17 Oktober 2018.
Polisi masih terus menyelidiki aliran uang yang kemungkinan mengalir ke kelompok yakuza Jepang.
Info lengkap yakuza dapat dibaca di www.yakuza.in.