Kembali Memanas, Rusia Tuding Jepang Mendistorsi Informasi soal Sengketa Kepulauan Kuril
Hubungan Rusia dan Jepang kembali mengalami 'ketegangan' pasca pernyataan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Dokumen tersebut memang menitikberatkan pada penyerahan kedaulatan seperti itu, namun kata-kata didalamnya sangat 'bias', seperti yang pernah disampaikan Putin.
Kendati demikian, deklarasi tersebut menyebut bahwa langkah seperti itu mungkin bisa dilakukan setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian damai.
Jepang, bagaimanapun juga telah menyatakan bahwa sengketa teritorial harus diselesaikan terlebih dahulu.
"Pernyataan seperti itu tidak bisa dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan ketegangan terkait masalah perjanjian perdamaian, dan memaksa pihak lain untuk menerima rencana Jepang sendiri untuk menyelesaikan masalah ini," seperti yang tertulis dam pernyataan Kemenlu Rusia.
Pernyataan tertulis tersebut merujuk pada spekulasi Jepang tentang Rusia yang diklaim setuju untuk menyerahkan beberapa pulau yang disengketakan.
Kemenlu Rusia bahkan menegaskan, posisi negaranya dalam masalah ini tetap tidak berubah.
Perjanjian damai antara kedua negara harus didasarkan pada 'pengakuan penuh Jepang tanpa syarat dari hasil Perang Dunia II, termasuk kedaulatan Rusia atas Pulau Kuril'.
Pada awal Januari 2019, Abe telah mengumumkan bahwa dirinya bertekad untuk 'mengakhiri' sengketa teritorial dan menandatangani perjanjian damai dengan Rusia pada 2019 ini.
Sementara itu, anggota parlemen Rusia tampaknya sama-sama bertekad untuk mengamankan status kepulauan Kuril sebagai bagian dari wilayah Rusia.
Hal itu ditandai pada Kamis lalu, saat salah satu anggota parlemen Rusia memperkenalkan RUU yang benar-benar akan membuat keputusan resmi atau dokumen hukum untuk membuat penyerahan Kepulauan Kuril batal dan tidak berlaku.
"Setiap tindakan hukum yang ingin memberikan wilayah Kepulauan Kuril, tidak akan diratifikasi, diterbitkan, diberlakukan atau diimplementasikan," kata RUU tersebut.
RUU itu muncul sebagai bentuk tanggapan terhadap amandemen yang disahkan oleh parlemen Jepang pada musim panas 2018.
Seperti yang disampaikan penulis RUU sekaligus anggota oposisi Partai Demokrat Liberal Rusia, Sergey ivanov.
"Amandemen tersebut menetapkan Kepulauan Kuril sebagai bagian dari wilayah Jepang dan meminta pejabat Jepang untuk melakukan upaya demi 'mengembalikan' pulau-pulau itu,".