PM Selandia Baru Pertanyakan Alasan Facebook Siarkan Langsung Penembakan Brutal
Jacinda Ardern, meminta penjelasan dari pihak Facebook atas insiden siaran langsung aksi teror penembakan masjid di platform mereka.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, WELLINGTON - Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, meminta penjelasan dari pihak Facebook atas insiden siaran langsung aksi teror penembakan masjid di platform mereka.
Sebuah video yang memperlihatkan aksi teroris bersenjata menyerang dan membantai jemaah masjid Al Noor di Christchurch sempat disiarkan secara langsung selama sekitar 16 menit.
Video tersebut akhirnya tersebar dan banyak dibagikan ulang di media sosial lainnya, termasuk Youtube dan Twitter, meski kini telah ada upaya dari masing-masing platform untuk menghapus dan mencegah kembali diunggahnya video itu.
"Kami berusaha sebisa mungkin untuk menghapus, atau berusaha untuk menghapus, beberapa rekaman yang telah beredar setelah serangan teroris ini," kata Ardern, dikutip AFP, Minggu (17/3/2019).
"Tapi pada akhirnya, tergantung pada masing-masing platform itu untuk memfasilitasi penghapusannya," tambahnya.
"Saya berpikir ada pertanyaan lebih lanjut yang harus dijawab," ujar Ardern yang mengaku telah berkomunikasi dengan kepala operasi Facebook, Sheryl Sandberg.
Baca: New Zealand Police Kabarkan Satu Lelaki Lagi Terduga Pelaku di Selandia Baru, Disidang Besok Senin
Dalam pernyataannya, pada Minggu (17/3/2019), Direktur Kebijakan Facebook untuk Australia dan Selandia Baru, Mia Garlick telah berjanji bakal bekerja sepanjang waktu untuk menghapus konten yang melanggar.
"Dalam 24 jam pertama, kami telah menghapus 1,5 juta video serangan secara global, dengan lebih dari 1,2 juta di antaranya diblokir saat diunggah," kata pernyataan Facebook.
Pernyataan Arden telah turut didukung Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, dalam menyatakan keraguan bahwa peraturan yang berlaku saat itu sudah cukup dijalankan.
Morrison mengatakan, perusahaan-perusahaan sosial media telah bekerja sama sejak serangan terjadi.
"Tetapi sayangnya, kapasitas untuk benar-benar membantu sepenuhnya sangat terbatas pada sisi teknologi," kata Morrison.
"Jaminan yang memberikan bahwa begitu konten tersebut ditarik, sebuah aturan yang akan memastikan konten yang sama diunggah kembali belum benar-benar terjadi," ujarnya.
"Jadi saya berpikir ada beberapa diskusi nyata yang harus dilakukan tentang bagaimana fasilitas dan kapabilitas seperti yang ada di media sosial dapat terus ditawarkan," ujar Morrison.
Video yang sangat eksplisit tentang aksi penembakan yang dilakukan teroris asal Australia itu sempat menggegerkan dunia maya.
Banyak yang mengecam, namun tidak sedikit pengguna internet yang dengan latah turut membagikannya sehingga menyebarkan ketakutan dan kebencian di tengah masyarakat. (Kompas.com/Agni Vidya Perdana)