Trump Ogah Kirim Pejabat dan Kapal Perangnya Hadiri Peringatan HUT Ke-70 Angkatan Laut Tiongkok
Dalam hubungan diplomatiknya dengan Tiongkok, pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus bersikap dingin.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Dalam hubungan diplomatiknya dengan Tiongkok, pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus bersikap dingin.
Trump tidak akan mengirimkan anggota senior militer negaranya atau salah satu kapal perangnya ke acara peringatan HUT Ke-70 pembentukan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLAN).
Hal itu berbeda dengan apa yang akan dilakukan banyak negara lainnya, termasuk sekutu jangka panjang AS, yakni Korea Selatan (Korsel) dan Jepang yang dijadwalkan menghadiri acara itu dengan mengirimkan pejabat tinggi dan kapalnya, seperti yang dikutip dari Japan Times.
Dalam pernyataan pada Jumat lalu, Juru Bicara Pentagon Letnan Kolonel Dave Eastburn mengatakan bahwa kantor atase pertahanan di Kedutaan Besar AS di Beijing hanya akan mengirimkan nama seorang pejabat yang belum disebutkan namanya, untuk menghadiri simposium gabungan.
Simposium itu merupakan acara gabungan antara ulang tahun dan tinjauan armada di kota pelabuhan Tiongkok Qingdao pada 22 hingga 25 April mendatang.
"Pemerintah AS mencari hubungan bilateral yang berorientasi pada hasil dan fokus pada pengurangan resiko," kata Eastburn.
Baca: Karena Mimpi, Makam Ferolin Akhirnya Dibongkar, Aksi Keji Sang Suami Pun Terbongkar
"Angkatan Laut AS akan terus mengejar tujuan utamanya yaitu wacana konstruktif, fokus pengurangan resiko, serta wacana dengan PLAN,".
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (8/4/2019), Pentagon juga menyampaikan rincian bahwa setiap dialog yang dilakukan AS dengan PLAN, hanya akan terjadi melalui dialog militer-ke-militer yang sudah mapan.
Seperti kelompok kerja Perjanjian Konsultasi Kelautan Militer dan diskusi Aturan Perilaku.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Tiongkok pada pekan lalu telah mengklaim bahwa lebih dari 60 negara akan melihat delegasi angkatan laut mereka menghadiri parade besar yang akan digelar pada 23 April mendatang.
Sebuah acara yang akan membanggakan karena menampilkan armada dan inspeksi menggunakan kapal-kapal angkatan laut dari beberapa negara, termasuk Filipina, Korsel dan Jepang.
Pasukan Bela Diri Jepang (MSDF) mengkonfirmasi pada bulan lalu bahwa pihaknya akan mengirim kapal perusak ke wilayah itu antara 21 hingga 26 April 2019.
Hal itu menjadi simbol kunjungan angkatan laut pertama Jepang ke negara terbesar di Asia itu dalam tujuh tahun terakhir.
Rusia dan Prancis pun dikabarkan akan mengirimkan kapal induk serta pejabat militer bepangkat tinggi mereka untuk memperingati kesempatan itu.
Sejalan dengan konsolidasi kekuatan yang sedang berlangsung di Tiongkok, Presiden Xi Jinping yang secara pribadi mengawasi parade pada tahun lalu, telah mengisyaratkan bahwa pertunjukan tahun ini akan menjadi pertemuan militer maritim terbesar negara itu, sejak 1949 silam.
Para pengamat militer menyatakan bahwa PLAN akan berusaha menghadirkan wajah yang lebih cerah bagi dunia, bukan wajah yang selama ini digambarkan media Barat pasca provokasi perampasan tanah Tiongkok yang terjadi baru-baru ini di Laut Cina Selatan dan Timur.
Namun demikian, penghinaan Trump dan para kepala militernya tentunya akan mengurangi pukulan propaganda Tiongkok terkait acara tingkat tinggi tersebut.
Meskipun itu bertepatan dengan peningkatan kebebasan operasi navigasi (FONOP) yang dilakukan oleh aset militer AS di wilayah maritim yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
Tiongkok, yang telah memicu kemarahan regional, dalam beberapa tahun terakhir secara cepat membangun beberapa pos terdepan militer mereka di ekosistem laut sensitif, terumbu karang dan pulau-pulau di Laut Cina Selatan.
Keputusan AS untuk melewatkan ulang tahun PLAN merupakan simbol yang jelas menunjukkan tanda kebijakan yang lebih keras terhadap Tiongkok.
Seperti yang disampaikan Zhang Baohui, Direktur Pusat Studi Asia Pasifik yang berpusat di Hong Kong.
"Sekarang, pemerintahan Trump telah menargetkan Tiongkok sebagai pesaing strategis dan kebijakannya adalah persaingan (dengan Tiongkok) daripada keterlibatan," kata Baohui.