Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kementerian Tenaga Kerja Singapura Bantah PRT Asing Kerap Terima Eksploitasi dan Intimidasi

Kementerian Tenaga Kerja (MOM) Singapura menegaskan tenaga pekerja rumah tangga (PRT) asing merasa puas bekerja di Singapura

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Kementerian Tenaga Kerja Singapura Bantah PRT Asing Kerap Terima Eksploitasi dan Intimidasi
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Puluhan aktivis Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran berunjuk rasa di sekitar bundaran HI, Jakarta Pusat untuk memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga Indonesia, Minggu (17/2/2013). Dalam aksinya, aktivis mengingatkan pemerintah mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak serta situasi kerja layak pekerja rumah tangga di dalam dan luar negeri. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTAKementerian Tenaga Kerja (MOM) Singapura menegaskan tenaga pekerja rumah tangga (PRT) asing merasa puas bekerja di Singapura.

Hal itu sekaligus menanggapi pemberitaan yang beredar sebelumnya, bahwa PRT asing mendapat eksploitasi dan intimidasi di Singapura.

Baca: Hendak Terbang ke Medan Jadi PRT, Dua Wanita Asal Sumba Tengah Dicekal

“Artikel dalam koran Deutsche Welle yang berjudul ‘Pekerja Rumah Tangga (PRT) Singapura mengalami eksploitasi dan penganiayaan’ telah secara keliru menggambarkan kondisi pekerjaan PRT asing yang memilih untuk bekerja di Singapura,” tulis siaran pers dari Kementerian Tenaga Kerja Singapura yang diterima pada Senin (14/4/2019).

Artikel tersebut menurut Kementerian Tenaga Kerja Singapura mengutip sebuah studi penelitian yang sudah dipersoalkan oleh kementerian karena dianggap menyesatkan.

Dalam sebuah survei independen yang dilakukan oleh kementerian pada tahun 2015, sebesar 97 persen PRT asing di Singapura menyatakan tingkat kepuasan yang tinggi bekerja di Singapura, dan sekira 80 persen ingin terus bekerja di Singapura.

Kementerian mengungkapkan, hukum dan peraturan Singapura yang ditinjau secara berkala memberikan perlindungan menyeluruh bagi PRT asing yang bekerja di Singapura.

Hukum dan peraturan tersebut mencakup tanggung jawab majikan untuk memberikan makanan dan tempat tinggal yang layak, hari libur wajib yang memadai, pembayaran gaji yang tepat dan kondisi kerja yang aman.

Berita Rekomendasi

Juga mengenakan Batasan biaya rekrutmen yang dapat diambil oleh agen tenaga kerja di Singapura.

Baca: PRT di Singapura Sering Alami Eksploitasi dan Intimidasi

Sebagai tambahan, Singapura juga memiliki rekam jejak yang bersih dan memiliki penegakan hukum yang tegas dalam rangka eksploitasi dan intimidasi terhadap PRT asing.

“Kami menyikapi secara serius terkait eksploitasi. Siapapun yang melaporkan atau aduan terkait eksploitasi akan kami tangani. Jika ada kasus tersebut, maka pelaku akan mendapatkan 1,5 kali hukuman maksimum berdasarkan Undang-Undang Pidana dan dilarang merekrut PRT asing lagi,” tullis siaran pers tersebut.

Terkait Sikap Kementerian Tenaga Kerja Singapura terhadap Penelitian Across Borders Study

Kementerian menilai hasil penelitian Across Borders berjudul ‘Bonded to the system’ memberikan gambaran yang menyesatkan terkait PRT asing di Singapura.

“Studi mereka terlalu sederhana dalam menginterpertasikan indikator yang diberikan International Labour Organisation (ILO) terkait eksplotiasi pekerja,” tulisnya.

Baca: Diduga Alami Penganiayaan, 3 PRT Kabur dari Rumah Majikan di Malaysia

Kementerian menilai studi penelitian Across Borders tidak mempertimbangkan keunikan dari pekerjaan rumah tangga saat menginterpertasikan indikator yang ada.

Sebagai contoh, antara jam kerja seorang PRT asing dengan waktu personal dalam konteks pekerjaan rumah tangga tidak mudah dibedakan.

Bahkan, PRT asing yang ingin keluar rumah terkadang kesulitan apabila majikan sedang tidak ada di rumah, ataupun PRT asing tersebut tidak memiliki kunci rumah itu sendiri.

“Sehingga, pemahaman bahwa PRT asing tersebut terisolasi atau terkurung tidak tepat. Pemahaman tersebut juga tidak mempertimbangkan tanggung jawab majikan yang harus menjamin keamanan keluarganya bahkan PRT asing itu sendiri,” tulisnya.

Mayoritas PRT Asing Puas Bekerja di Singapura

Pada tahun 2015, Kementerian Tenaga Kerja Singapura mengadakan survei regular terkait PRT asing.

Dari hasil survey terhadap 1.000 PRT asing, didapat data bahwa 97 persen mereka puas bekerja di Singapura.

76 persen responden menyatakan untuk terus melanjutkan pekerjaannya di Singapura.

79 persen responden mengungkapkan mereka merekomendasikan Singapura sebagai tempat bekerja kepada rekan-rekannya.

97 persen dari PRT asing menyatakan beban pekerjaan mereka telah sesuai, bahkan bisa bekerja lebih baik.

“Kami juga mewawancara lebih dari 3.000 PRT asing baru per tahunnya setelah mereka bekerja selama 1 bulan dan 95 persen mengindikasikan mereka mampu mengelola pekerjaannya dengan baik dan tak pernah menyinggung soal masalah kesejahteraan,” tulisnya.

Kementerian mengungkapkan para PRT asing dan PRT lokal meski tidak masuk ke dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan karena memiliki keunikan dalam pengaturan kerja, namun bukan berarti para PRT tidak dilindungi hak-haknya.

Dalam Employment of Foreign Manpower Act (EFMA), diatur bahwa para majikan harus memastikan tentang gaji, ketentuan mendapatkan gizi yang layak, hari libur atau kompensasi terkait akomodasi, kesehatan dan keselamatan kerja terhadap para PRT.

Baca: PRT di Lebak Bulus Curi Cincin Berlian Milik Majikan

“Majikan yang melanggar aturan tersebut bakal menghadapi hukuman denda dan hukuman penjara dan dapat diblokir untuk bias merekrut PRT di kemudian hari. Majikan yang melakukan pelanggaran terhadap PRT mereka maka akan dikenakan hukuman 1,5 kali lipat dari hukuman awal,” tulis siaran pers tersebut.

“Kami terus berupaya untuk melindungi para PRT. Kementerian Tenaga Kerja juga akan terus berpartisipasi dengan masyarakat untuk meningkatkan dan meyakinkan para PRT mendapatkan penangangan yang baik,” tulisnya.

Berita Terkait

Moe Moe Than, 21 tahun, hanya diizinkan makan nasi dengan gula merah oleh majikannya. Menurut laporan media lokal, perempuan dari Myanmar itu sering mengeluh tidak diberi makan dengan benar. Dia diberi makanan campuran lewat selang. Setelah itu dia merasa mual dan sering muntah. Dia juga sering diperlakukan kasar dan dilecehkan, dicambuk dan harus membersihkan rumah dengan pakaian dalam saja.

Kasusnya kemudian mendapat sorotan luas di Singapura dan di luar negeri. Majikannya dijatuhi hukuman penjara. Majikan perempuan Chia Yun Ling dihukum 47 bulan penjara, suaminya Tay Wee Kiat, mantan manajer perusahaan teknologi informasi, dihukum 24 bulan penjara. Namun ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus lain, yang tidak pernah jadi perhatian media.

Baca: Seorang PRT Indonesia di Hong Kong Gugat Majikannya Karena Direkam Saat Mandi

Menurut sebuah studi tahun 2017 oleh lembaga independen Research Across Borders, enam dari sepuluh PRT di Singapura mengalami pelecehan dan intimidasi. Bentuknya mulai dari ancaman verbal hingga dipukuli atau dibiarkan kelaparan. Beberapa pekerja bahkan hanya bisa menggunakan toilet pada jam-jam tertentu.

Masalah serius

Studi itu menggambarkan adanya eksploitasi secara sistematis serta "hubungan kekuasaan yang sangat tidak setara" antara PRT asing dan majikan mereka. Sekalipun demikian, banyak pekerja asing, lelaki dan perempuan, yang terus berdatangan ke Singapura untuk mencari pekerjaan.

"Kami berbicara tentang para pekerja migran dari Myanmar, Filipina atau Indonesia, yang situasi pekerjaannya tidak terlalu baik," kata Sheena Kanwar, direktur eksekutif HOME, sebuah organisasi yang membantu PRT yang mengalami pelecehan.

"Seperti kebanyakan migran, mereka ingin mencari uang untuk dapat mendukung keluarga mereka di negaranya. Mereka sering mempertaruhkan keselamatan mereka demi janji kehidupan yang lebih baik," katanya kepada DW.

Sebagian besar PRT asing datang ke Singapura melalui agen perekrutan yang minta bayaran tinggi. Selama enam atau tujuh bulan pertama, biaya itu dipotong dari gaji mereka.

"Ini menciptakan bentuk perbudakan yang sangat tidak sehat sejak awal," kata Sheena Kanwar.

Selain itu, kontrak PRT asing di Singapura hanya punya opsi live-in, artinya karyawan tinggal bersama majikan dan selalu harus siap melayani keinginan majikan.

"Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi di balik pintu tertutup. Para pekerja praktis tidak terlihat," kata Kanwar.

Tanpa perlindungan hukum

Banyak PRT berakhir dalam situasi pekerjaan yang berbahaya. Mereka adalah satu-satunya kelompok pekerja migran yang tidak dilindungi oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan Singapura, melainkan berada di bawah Undang-Undang Ketenagakerjaan Asing.

Ini berarti, sekitar 250.000 PRT asing di Singapura secara formal tidak memiliki perlindungan hukum. Syarat-syarat seperti gaji, jam kerja dan hari istirahat dapat diputuskan sendiri oleh majikan, tidak ada ketentuan yang mengikat secara hukum.

Baca: Janjinya Diperkerjakan Sebagai Asisten Pengacara, Ternyata Hanya Jadi PRT di Malaysia

"Ini adalah bentuk perbudakan modern", tukas Sheena Kanwar.

Banyak pembantu rumah tangga yang akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dari majikan mereka dan mencari bantuan. Tapi kebanyakan mereka mengalami trauma dan takut untuk bersaksi di pengadilan atau menuntut kompensasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
asd
Video Player is loading.
Current Time 0:00
Duration 0:00
Loaded: 0%
Stream Type LIVE
Remaining Time 0:00
Â
1x
    • Chapters
    • descriptions off, selected
    • subtitles off, selected
      © 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
      Atas