Trump: Jika Xi Jinping Tidak Hadiri G-20, Tarif Baru Impor Akan Berlaku
Trump menjelaskan bahwa devaluasi mata uang dapat berpotensi menciptakan ketidakmerataan ekonomi.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melakukan pembahasan terkait perselisihan dagangnya dengan Tiongkok dalam sebuah wawancara pada Senin kemarin waktu AS.
Dalam pembahasan tersebut, terdapat satu catatan penting bahwa Tiongkok telah mendevaluasi mata uangnya, dan AS tidak akan tinggal diam untuk hal itu.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (11/6/2019), Trump menjelaskan bahwa devaluasi mata uang dapat berpotensi menciptakan ketidakmerataan ekonomi.
Mengomentari potensi terjadinya kesepakatan dengan Tiongkok, Trump menyatakan keyakinannya bahwa negeri tirai bambu tersebut akan membuat perjanjian perdagangan dengan AS, karena otoritas Tiongkok perlu melakukannya.
Selain itu, ia juga membahas mengenai rencana pertemuan G-20 dan menekankan jika Presiden Tiongkok Xi Jinping tidak bertemu dengan Pemimpin AS dalam KTT tersebut, maka tarif barang-barang Tiongkok senilai USD 300 miliar akan segera diberlakukan secara efektif.
Baca: Donald Trump Langgar 4 Aturan Kerajaan Inggris dalam 2 Pertemuan Terakhir Bersama Ratu Elizabeth II
Trump pun menyebut raksasa teknologi Asia, Huawei dalam pembahasan itu.
Ia menekankan raksasa teknologi satu ini bisa menjadi bagian dari perjanjian perdagangan antara Tiongkok dan AS.
Pernyataan itu muncul setelah AS melakukan lobi terhadap sekutu-sekutunya di Eropa untuk mencekal Huawei agar tidak bisa mengakses jaringan di negara-negara tersebut.
AS mengklaim pemerintah Tiongkok secara signifikan memegang kendali atas perusahaan itu, meskipun tuduhan tersebut telah dibantah pihak Huawei.
Huawei telah berulang kali melontarkan bantahan terkait tuduhan AS yang menuding mereka memasang akses 'pintu belakang' pada perangkatnya atas perintah pemerintah Tiongkok guna membantu Tiongkok memata-matai para penggunanya.
Perlu diketahui pada 1 Juni lalu, tarif tit-for-tat Tiongkok atas impor AS senilai USD 60 miliar mulai diberlakukan.
Sehari kemudian, pemerintah Tiongkok mengeluarkan kertas putih yang menyatakan bahwa kerjasama dalam perdagangan merupakan satu-satunya pilihan yang tepat untuk kedua negara, dibandingkan konfrontasi yang hanya dapat membahayakan kedua belah pihak.
Lalu pada bulan Mei, Trump meningkatkan level tarif dari 10 persen menjadi 25 persen untuk impor Tiongkok senila sekitar USD 200 miliar.
Ia juga memerintahkan agar tarif dinaikkan untuk semua impor AS yang tersisa dari Tiongkok, dan itu bernilai sekitar USD 300 miliar.
Perselisihan perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar di dunia ini memang telah meningkat selama lebih dari satu tahun terakhir.
Baik AS maupun Tiongkok berulangkali saling 'menampar' dengan menerapkan tarif balasan bernilai miliaran dolar, saat persaingan kekuatan itu terus meningkat.