Pro Kontra Penolakan Tunawisma di Pusat Evakuasi Bencana di Jepang Jadi Perhatian Warga Indonesia
Penolakan tunawisma yang terjadi pada Sabtu (12/10/2019) di pusat evakuasi Taito masih menjadi pro dan kontra di kalangan warga Jepang.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Penolakan tunawisma yang terjadi pada Sabtu (12/10/2019) di pusat evakuasi Taito (tempat penampungan darurat saat bencana) masih menjadi pro dan kontra di kalangan warga Jepang.
Bahkan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe berjanji akan mengusut masalah tersebut.
Sementara warga Indonesia yang ada di Jepang juga memiliki pro kontra diterima atau ditolaknya tunawisma di tempat penampungan darurat saat bencana.
Tribunnews.com melakukan survei sejak Kamis (18/10/2019) siang hingga Jumat (18/10/2019) pagi di Facebook Indonesian Community in Japan (ICJ) dan ditanggapi 155 komentar.
Dari 4.711 members ICJ, 155 orang menanggapi survei.
Apabila menerima tunawisma di pusat penampungan darurat saat bencana apakah anda menolak atau menerima?
Sebanyak 150 orang menjawab menerima tunawisma di tempat penampungan darurat saat terjadi bencana.
Lalu 2 orang menolak dan satu orang menjawab keduanya (No.1 dan No.2).
Seorang pria tunawisma berusia 64 tahun mengatakan kepada surat kabar Jepang, Asahi Shimbun bahwa ia tiba di pusat evakuasi Taito pada Sabtu 12 Oktober 2019 pagi.
Karena alamatnya di Hokkaido, dia ditolak masuk pusat evakuasi tersebut.
Demikian pula seorang pria tunawisma lain juga ditolak saat ia mengunjungi pusat evakuasi itu pada sore hari karena tidak memiliki alamat.
Baca: Tersandung Kasus Sabu 50 Kg dan 54 Ribu Ekstasi, Zul Zivilia Takut Dihukum Mati,Minta Doa Sang Istri
Lalu bagaimana tanggapan WNI yang memilih No.1 yaitu menolak tunawisma tersebut.
"Di satu sisi memang kondisi saat terjadi bencana kita memang tidak boleh menolak korban bencana. Tapi terkadang kita dibenturkan dengan peraturan yang ada dalam suatu instansi yang mengharuskan kita untuk mengikutinya. Dan kita sebagai petugas tidak bisa berbuat apa-apa. Karena jika melanggar kita yang harus bertanggung jawab. Adanya aturan seperti itu tentu sebelumnya pasti pernah ada suatu kejadian. Dari pengalaman tersebut dibuat lah antisipasi atau pencegahan untuk di kemudian hari," ungkap Widya Novi Sari biasa dipanggil Novi yang menjawab menolak (No.1) pada survei tersebut.
Pengalaman Novi selama menjadi perawat di Indonesia juga sama.
"Jadi kita tak boleh menyalahkan orang begitu saja jika tidak benar-benar mengetahui permasalahannya."
WNI lainnya, Maria Cheng juga menanggapi hal ini dengan melihat kepada aturan yang ada di Jepang.
Baca: Andri Tak Pernah Curiga, Teman Kerjanya Ternyata Terpapar Radikalisme Hingga Diamankan Densus 88
"Saya tak berpikiran menolak. Namun, sudut pandang dari petugas di tempat pengungsiannya mungkin ikut aturan. Aturannya hanya penduduk kota tersebut yang boleh diterima. Jadi mereka tak berani melanggar dengan memperbolehkan warga kota lain di luar Taito untuk masuk."
"Yang sudah cukup lama di Jepang dan banyak urus ini itu akan tahu/punya pengalaman bahwa orang Jepang umumnya cukup saklek soal aturan, kurang bisa improvisasi dan menyesuaikan dengan keadaan. Petugas yang menolak mungkin takut mendapat teguran dari atasan atau pihak lain kalau memperbolehkan tunawisma dengan kartu identitas yang menyatakan domisilinya di Hokkaido itu diperbolehkan masuk pengungsian di Taito."
Padahal, dalam situasi darurat seperti topan kemarin, keselamatan harusnya lebih diutamakan daripada mengikuti aturan.
"Ini hanya pendapat pribadi, mungkin seperti itu pikiran petugas yang menolak tunawisma tersebut," kata dia.
Lain lagi dengan Elisabeth Christina, warga Indonesia yang sudah lama tinggal di Jepang.
Baca: Korban Terserempet Kereta Api Sempat Meminta Minum Sebelum Tewas
"Hanya mau bertanya bagaimana dan mengapa bisa tunawisma dari Hokkaido bisa berada di Taito-ku? Jika banyak tunawisma yang kebetulan berada di Taito meminta masuk ke tempat hinanjo itu dan diperbolehkan dengan alasan humanity, namun warga setempat justru jadi tidak tertampung pula, sepertinya juga kurang baik menurut pandangan saya."
"Dan di Jepang juga sudah diinfokan jauh sebelum bencana terjadi untuk pemetaan wilayah hinanjo untuk masing-masing wilayah. Mungkin banyak faktor yang harus dicroscek termasuk kenyataan di lapangan untuk setuju atau tidak menerima tunawisma tersebut dan memang apakah benar dia itu tunawisma," kata dia.
Sebagai informasi, umumnya tempat penampungan evakuasi darurat di Jepang, memiliki aturan masing-masing yang harus diperhatikan semua warganya.
Lokasinya pun sudah ditentukan sejak lama oleh pemda setempat.
Misalnya di dekat kantor Tribunnews.com di Tokyo ada lokasi hinanjo (tempat pengungsian) yang hanya untuk orang lanjut usia saja. Sedangkan kalangan muda diminta ke hinanjo yang agak jauh.
Baca: Satpol PP Kaget Temukan Pasangan Pelajar Nyaris Tak Berbusana di Bilik Asmara Kawasan Wisata Parin
Peringatan seringkali diberitahukan jauh hari oleh berbagai media dan juga pengumuman pemerintah daerah lewat berbagai cara umumnya loudspeaker agar bersiap menghadapi bencana (seperti taifun No.19 atau topan hagibis beberapa hari lalu).
Namun dalam sejarah di Jepang pernah juga terjadi kasus pencurian dilakukan oleh tunawisma yang berada di lokasi evakuasi (hinanjo).
Info-info tersebutlah yang memantik munculnya berbagai ketentuan atau aturan bagi orang yang hendak ke tempat hinanjo dan bagi masyarakat sekitar biasanya berusaha mempelajari semua ketentuan hinanjo tersebut di saat normal.