TNI Kerahkan 600 Personel Jaga Natuna, Yudo Margono Tekankan Prajurit untuk Tak Mudah Terprovokasi
Dalam pengarahannya, Pangkogabwilhan I Yudo Margono menekankan pada prajurit TNI yang bertugas untuk tidak mudah terprovokasi dari unsur kapal asing.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengerahkan sekitar 600 personel pasukan intensitas operasi rutin dalam pengamanan Laut Natuna.
Pasukan tersebut mengikuti apel yang dipimpin Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Margono, S.E., M.M, pada Jumat (3/1/2020).
Dilansir Tribunnews.com, pada akhir pengarahannya, Pangkogabwilhan I menekankan kepada prajurit TNI yang bertugas agar tidak terprovokasi ataupun terpancing dari unsur-unsur kapal asing yang selalu melakukan provokasi apabila ada kehadiran KRI.
“Kehadiran Kapal Perang Indonesia adalah representasi negara, sehingga mereka harusnya paham ketika negara mengeluarkan Kapal perangnya bahwa negara pun sudah hadir disitu,” tegasnya.
Selain itu, Pangkogabwilhan I juga memberikan beberapa perhatian kepada seluruh prajurit TNI.
Terlebih, bagi prajurit TNI yang bertugas sebagai pengawak KRI dan pesawat udara.
Yudo menekankan pada prajurit TNI yang bertugas untuk memahami aturan-aturan yang berlaku.
Mereka diminta untuk benar-benar memahami hukum laut internasional maupun hukum nasional di wilayah laut Indonesia.
Tak hanya itu, Yudo juga mengarahkan para prajurit untuk melaksanakan penindakan secara terukur dan profesional.
Hal itu penting supaya tidak mengganggu hubungan negara tetangga yang sudah terjalin dengan baik.
"Yang terpenting gunakan role of engagement yang sudah dipakai dalam kegiatan sehari-hari," tambahnya.
Ancam Kedaulatan Indonesia
Sebelumnya, Yudo telah menegaskan, pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal ikan asing di wilayah ZEE Indonesia merupakan ancaman pelanggaran batas wilayah.
"Itu perbuatan yang sangat mengancam kedaulatan Indonesia," kata Yudo, Sabtu (4/1/2020).
"Untuk itu, TNI wajib melakukan penindakan hukum terhadap pelanggar asing yang telah memasuki wilayah dan kegiatan ilegal berupa penangkapan ikan tanpa izin di Indonesia," sambungnya, seperti yang diberitakan Kompas.com.
Lebih lanjut, Yudo menyampaikan, operasi ini akan dilaksanakan oleh seluruh unsur TNI.
"Operasi ini dilaksanakan oleh TNI dari seluruh unsur, mulai dari laut, udara dan darat," jelasnya.
Diketahui, 600 personel TNI yang disiagakan ini terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Pangkogabwilhan I telah ditugaskan untuk menggelar operasi menjaga wilayah Indonesia dari pelanggar asing sejak Rabu (1/1/2020).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, dalam Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang membahas konflik Natuna, pemerintah Indonesia menyepakati adanya intensifikasi patroli di wilayah perairan tersebut.
"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di Perairan Natuna," kata Retno Marsudi, Jumat (3/1/2020), seperti yang diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Pemerintah Indonesia Tegaskan Tak Akan Akui Nine Dash Line
Dalam konferensi pers yang digelar seusai Rapat Paripurna Tingkat Menteri, Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, menyampaikan empat poin pernyataan dari hasil rapat koordinasi.
Di antaranya, Menlu menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengakui klaim sepihak Tiongkok atas teritorial lautnya yang disebut 'Nine Dash Line'.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok, yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982," tegas Retno, dalam konferensi pers, Jumat (3/1/2020).
Sebelumnya, Retno juga mengonfirmasi adanya pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok yang masuk ke wilayah ZEE Indonesia.
"Di dalam rapat tersebut kita menekankan kembali, pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia," tuturnya.
Lebih lanjut, Menlu menekankan bahwa wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional UNCLOS 1982.
"Tiongkok merupakan salah satu bagian dari UNCLOS 1982, oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," tambahnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Gita Irawan) (Kompas.com/Kontributor Batam, Hadi Maulana)