Dubes Iran untuk PBB: Kami akan Bertindak
Ravanchi yang juga menjabat sebagai Diplomat PBB itu menegaskan pihaknya akan mengambil langkah tegas
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Duta Besar Iran untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Majid Takht Ravanchi memperingatkan Amerika Serikat (AS) yang telah memulai perang melalui aksi teror.
Ia menilai pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengaku memerintahkan pembunuhan terhadap Jenderal Pasukan Quds Qassem Soleimani menyakiti perasaan warga Iran.
Baca: Ketegangan Iran-AS: Ali Khamenei Berang, Ancaman Trump Hingga Sikap Indonesia
Dikutip dari laman The Independent, Minggu (5/1/2020), Ravanchi yang juga menjabat sebagai Diplomat PBB itu menegaskan pihaknya akan mengambil langkah tegas.
"Iran harus bertindak dan kami akan bertindak," kata Ravanchi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres tampaknya menyerukan untuk de-eskalasi karena ia menilai dunia tidak sanggup lagi melihat Perang Teluk lainnya 'pecah'.
Di sisi lain, sebuah peti mati yang membawa jasad Soleimani didorong melintasi banyak jalan di kota Baghdad, Irak.
Jasadnya pun diarak oleh ribuan warga Irak yang berduka atas kematiannya.
Pimpinan Pasukan Mobilisasi Populer Irak Abu Mahdi al-Muhandis serta beberapa orang lainnya turut meneriakkan 'kematian bagi Amerika'.
Atas kematian Soleimani ini, Ravanchi mendesak PBB untuk mengutuk tindakan AS yang disebut sebagai tindak pidana dari negara teroris.
Dalam surat yang dikirim kepada Guterres pada Jumat lalu, Ravanchi mengklaim serangan udara AS yang menargetkan Soleimani jelas merupakan bukti bahwa AS bukan memerangi terorisme.
Karena Soleimani selama ini memainkan peran penting dalam melawan kelompok teroris ISIS.
Menjawab tudingan yang dialamatkan Iran kepadanya, Trump menegaskan bahwa dirinya bertindak demikian untuk menghentikan perang.
Pernyataan itu ia sampaikan di hadapan awak media di Resor Mar-a-Lago.
"Soleimani merencanakan serangan yang dekat dan menyeramkan untuk Diplomat Amerika dan personel militer AS. Tapi kami berhasil menghentikannya," kata Trump.
"Kami melakukan tindakan ini untuk menghentikan perang, kami tidak akan mengambil tindakan untuk memulai perang,".
Trump mengklaim Jenderal Pasukan Quds yang tewas itu berkontribusi pada plot terorisme yang terjadi di New Delhi India dan London Inggris.
Baca: Jika AS dan Iran Berperang dan Pengaruhnya Terhadap Harga Minyak di Indonesia
Bahkan Trump juga mengklaim dalam protesnya baru-baru ini, lebih dari 1.000 warga Irak telah disiksa dan dibunuh oleh pemerintah mereka sendiri.
Tuduhan yang tidak terbukti itu pun langsung dibantah oleh pejabat Irak.
Berangnya Ali Khamenei dan Ancaman Trump
Mengutip BBC Indonesia, Iran berjanji akan melakukan serangan balasan setelah komandan militer paling berpengaruh, Jenderal Qasem Soleimani, tewas di Baghdad, terhantam rudal yang ditembakkan oleh pesawat tanpa awak milik Angkatan Udara Amerika Serikat.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan "akan ada serangan balasan terhadap penjahat" yang melakukan serangan.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pembunuhan Soleiman "untuk menghentikan perang, bukan untuk memulainya".
Trump juga mengatakan "kekuasaan teror Soleimani telah berakhir".
Sementara itu, Donald Trump mengatakan AS "telah menetapkan" 52 sasaran di Iran dan "akan menyerang secara cepat" jika ada serangan Iran terhadap aset AS.
Dalam pernyataan di Twitter, Presiden Trump mengatakan, Iran "terlalu berani dengan merencanakan serangan terhadap aset-aset tertentu milik AS".
Ia mengatakan AS sudah mengidentifikasi 52 sasaran Iran, beberapa di antaranya "punya nilai budaya yang sangat penting bagi Iran".
Ia mengatakan angka 52 merepresentasikan jumlah warga negara AS yang disandera selama lebih dari satu tahun di Iran pada akhir 1979 setelah mereka dibawa dari kantor kedutaan AS di Teheran.
Sehari sebelumnya, Presiden trump mengatakan pembunuhan Soleimani "untuk menghentikan perang, bukan untuk memulainya".
Dia mengatakan "kekuasaan teror Soleimani telah berakhir", setelah jenderal paling berpengaruh di Iran itu tewas.
Indonesia minta semua pihak menahan diri
Terkait ketegangan kedua negara tersebut, Indonesia menyerukan semua pihak menahan diri agar tidak memperburuk situasi yang ada.
Demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun, Minggu (5/1/2019).
"Indonesia prihatin dengan eskalasi situasi yang terjadi di Irak. Kami meminta semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperburuk situasi," tulis rilis tersebut.
Pemerintah juga menghimbau warga negara Indonesia (WNI) di Irak untuk selalu meningkatkan kewaspadaan.
Jika memerlukan informasi atau bantuan, WNI dapat menghubungi Hotline KBRI Baghdad +9647500365228.
Tercatat ada sekitar 850 WNI tinggal di Irak, yang sebagian besar merupakan mahasiswa, pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI, maupun WNI yang menikah dengan warga lokal.
Selain itu KBRI Tehran juga mengeluarkan sejumlah imbuan bagi WNI dan diaspora yang berada di Irak, satu di antaranya adalah mengimbau WNI agar menghindari tempat-tempat kerumunan massal atau rawan serta berpotensi timbulnya konflik, atau wilayah yang rawan sasaran serangan.