Resolusi Parlemen Irak soal Tewasnya Qasem Soleimani: Usir Pasukan Amerika Serikat
Dua opsi dari Parlemen Iran terkait serangan militer Amerika Serikat yang tewaskan Qasem Soleimani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM - Serangan militer Amerika Serikat di Irak yang menewaskan jenderal top Iran, Qasem Soleimani memicu ketegangan kedua negara.
Baru-baru ini, parlemen Irak merilis resolusi agar pasukan Amerika Serikat diusir.
Baca: Klaim China di Natuna, Indonesia Diuntungkan dari Gugatan Filipina
Dalam agenda yang berlangsung Minggu (5/1/2020), Perdana Menteri karteker Adel Abdul Mahdi menuturkan serangan AS adalah "pembunuhan politik".
Dia kemudian bergabung bersama 168 anggota Parlemen Irak, yang sudah memenuhi kuorum berdasarkan total anggota 329 orang, untuk mendukung resolusi.
Dalam resolusi yang dirilis, Baghdad memutuskan membatalkan permintaan bantuan mereka dalam mendatangkan koalisi internasional yang dipimpin AS.
Koalisi itu diminta oleh pemerintah setempat pada 2014 silam guna memerangi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Pemerintah Irak harus bekerja untuk mengakhiri segala pasukan asing, dan melarang mereka menggunakan tanah, air, atau udara Irak," bunyi resolusi itu.
Dilansir AFP dan Al Jazeera, tahap selanjutnya adalah membutuhkan persetujuan pemerintah mengingat statusnya yang tidak mengikat.
Namun berdasarkan pidato PM karteker Mahdi di parlemen, dia mengisyaratkan pemerintahan baru bakal memberikan dukungan.
"Saat ini kami menghadapi dua pilihan utama," ujarnya.
Pertama adalah Irak secara resmi mengusir militer AS dan sekutunya secepatnya.
Kemudian opsi kedua, menentukan penarikan pasukan asing itu berdasarkan jangka waktu tertentu berdasarkan proses parlemen. Jelang pemungutan suara, massa yang menunggu di luar telah meneriakkan
"Tidak, tidak untuk AS. Panjang umur Irak!" AS menempatkan sekitar 5.200 tentara di seantero pangkalan Irak, dan berperan sebagai penasihat bagi militer lokal.
Ketika diundang pada 2014, mereka bertempur bersama Hashed al-Shaabi, organisasi paramiliter yang disokong oleh Iran, dalam mengalahkan ISIS.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan, mereka akan segera mengambil sikap setelah pemerintah Irak memberi keputusan.
Sementara Inggris meminta supaya tetap diizinkan untuk berada di negara itu, dan mengklaim apa yang mereka kerjakan "vital".
Analis Tareq Harb mengatakan, seruan Mahdi agar pasukan AS diusir adalah bentuk antisipasi dari reaksi grup pro-Iran.
"Dia tidak mempunyai pilihan lain selain mengambil sikap tegas terhadap keberadaan militer AS di Irak," papar Harb.
Seruan itu terjadi setelah Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds, tewas bersama wakil pemimpin Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis.
Kendaraan yang ditumpangi Muhandis serta Soleimani hancur dihantam rudal dari drone MQ-9 Reaper di Bandara Internasional Baghdad, Jumat (3/1/2020).
Baca: Dubes Iran untuk PBB: Kami akan Bertindak
AS melalui Pentagon menjelaskan, mereka membunuh Soleimani karena bertanggung jawab atas serangan yang menimpa warganya di seluruh Timur Tengah.
Kematian Soleimani yang dianggap pemimpin terkuat kedua di Iran membuat sejumlah kelompok milisi menyerukan balas dendam. (Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Jenderal Top Iran Tewas, Parlemen Irak Rilis Resolusi agar Pasukan AS Diusir
Berkibarnya Bendera Merah di Iran
Untuk kali pertama dalam sejarah, bendera merah dikibarkan di Masjid Jamkaran yang berada di Qum, satu di antara kota suci muslim Syiah Iran.
Bendera merah tersebut dipasang satu hari setelah pembunuhan terhadap Komandan Brigade Quds Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani, yang dilakukan Amerika Serikat.
Sebagian kalangan menilai Iran membentangkan bendera merah tersebut sebagai isyarat mereka telah bersiap melakukan perang total untuk membalas kematian Soleimani yang dirudal drone AS di Irak.
Bendera merah dalam tradisi Syiah melambangkan darah yang ditumpahkan secara tidak adil dan berfungsi sebagai panggilan untuk membalas seseorang yang terbunuh.
Berkibarnya bendera merah ini juga dipandang sebagai peringatan bahwa Republik Islam Iran siap memenuhi janjinya untuk menyerang Amerika dan Donald Trump.
Kata-kata yang ditulis di bendera “perang" adalah, "Mereka yang ingin membalas darah Husein".
Husein adalah cucu dari Nabi Muhammad yang gugur di Padang Karbala.
Dalam kepercayaan muslim Syiah, Husain adalah Imam Suci ketiga setelah Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Ali.
Berangnya Ali Khamenei dan Ancaman Trump
Mengutip BBC Indonesia, Iran berjanji akan melakukan serangan balasan setelah komandan militer paling berpengaruh, Jenderal Qasem Soleimani, tewas di Baghdad, terhantam rudal yang ditembakkan oleh pesawat tanpa awak milik Angkatan Udara Amerika Serikat.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan "akan ada serangan balasan terhadap penjahat" yang melakukan serangan.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pembunuhan Soleiman "untuk menghentikan perang, bukan untuk memulainya".
Trump juga mengatakan "kekuasaan teror Soleimani telah berakhir".
Sementara itu, Donald Trump mengatakan AS "telah menetapkan" 52 sasaran di Iran dan "akan menyerang secara cepat" jika ada serangan Iran terhadap aset AS.
Dalam pernyataan di Twitter, Presiden Trump mengatakan, Iran "terlalu berani dengan merencanakan serangan terhadap aset-aset tertentu milik AS".
Ia mengatakan AS sudah mengidentifikasi 52 sasaran Iran, beberapa di antaranya "punya nilai budaya yang sangat penting bagi Iran".
Ia mengatakan angka 52 merepresentasikan jumlah warga negara AS yang disandera selama lebih dari satu tahun di Iran pada akhir 1979 setelah mereka dibawa dari kantor kedutaan AS di Teheran.
Sehari sebelumnya, Presiden trump mengatakan pembunuhan Soleimani "untuk menghentikan perang, bukan untuk memulainya".
Dia mengatakan "kekuasaan teror Soleimani telah berakhir", setelah jenderal paling berpengaruh di Iran itu tewas.