Siswi 12 Tahun dari Gresik, Tulis Surat ke PM Australia: Jangan Kirim Sampah Tak Bisa Didaur Ulang
Siswi 12 Tahun Asal Gresik, Aeshninna (Nina) Azzahra Tulis Surat untuk PM Australia Scott Morrison Agar Hentikan Ekspor Limbah Kertas dan Plastik
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Aktivis lingkungan Indonesia berusia 12 tahun, meminta Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison untuk menghentikan ekspor limbah kertas dan plastik ke negaranya.
Aeshninna (Nina) Azzahra, siswi asal Gresik, Jawa Timur ini mengajukan permintaannya melalui surat terbuka yang dikirim secara pribadi ke Kedutaan Australia di Jakarta kemarin malam, Selasa (21/1/2020).
Dilansir dari ABC News, surat terbuka itu merupakan ekspresi kekecewaan Azzahra terkait dampak ekologis dan kesehatan dari limbah asing yang masuk ke wilayah Indonesia.
Ia juga merinci dampak langsung dari perdagangan ekspor pada desa-desa di wilayah Azzahra tinggal.
"Saya merasa sedih mengetahui bahwa kota saya menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari negara-negara maju," tulis Azzahra.
Azzahra juga menuliskan potongan-potongan sampah plastik yang ia temukan membawa label-label dari berbagai negara.
Di antaranya Kanada, Australia, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sejumlah negara maju lainnya.
"Tolong simpan limbah Australia di Australia dan jangan mengirim sampah yang tidak dapat didaur ulang ke Indonesia, yang akan menambah lebih banyak masalah sampah plastik di negara saya," tulisnya dalam surat terbuka kepada Scott Morrison.
"Berhentilah mengekspor campuran kertas bekas dan sisa plastik ke Jawa Timur dan Indonesia. Tolong ambil kembali sampahmu dari Indonesia," tegasnya dalam surat terbuka itu.
Impor 283 Ribu Ton Sampah pada 2018
Banyak negara maju mengekspor limbah yang tidak dapat didaur ulang ke negara berkembang.
Tujuannya agar negara berkembang ini mendaur ulang limbah-limbah berbahaya itu dan menghancurkannya.
Diketahui, China sebelumnya adalah pemimpin dunia dalam bidang perdagangan.
Tapi, sejak Beijing memberlakukan larangan impor limbah pada Juli 2017, jutaan kilogram limbah dari Australia dan negara maju lainnya berakhir di beberapa negara berkembang di Asia Tenggara.