Peneliti China Ungkap Laki-laki Lebih Rentan Terhadap Virus Corona Daripada Perempuan
Dalam sebuah penelitian terhadap 99 persen pasien yang dirawat di Wuhan, pria disebut lebih rentan daripada wanita terhadap virus corona.
Penulis: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Virus corona yang menyebar ke dunia dari Kota Wuhan, Provisin Hubei, China, semakin memburuk.
Tercatat pada Jumat (31/1/2020) pagi, sudah ada 8.241 kasus dilaporkan dan 171 diantaranya tewas akibat virus corona ini.
Dalam sebuah penelitian terhadap 99 persen pasien yang dirawat di Wuhan, pria disebut lebih rentan daripada wanita terhadap virus corona.
Penelitian tersebut dilakukan oleh tim dokter di Rumah Sakit Jinyintan Wuhan, yang telah menangani sejumlah pasien virus corona, bersama dengan para peneliti dari Shanghai Jiao Tong University dan Rumah Sakit Ruijin di Shanghai.
Dikutip dari South China Morning Post, temuan ini sejalan dengan adanya pengamatan sebelumnya, bahwa pria dengan masalah kesehatan yang mendasarinya lebih rentang terhadap virus.
Tetapi, penelitian terbaru ini didasarkan pada ukuran sampel yang lebih besar.
Para peneliti juga memperingatkan bahwa identifikasi dini dan perawatan penyakit seperti pneumonia itu penting, karena banyak pasien yang menderita kompilasi dan kegagalan organ.
Dalam penelitan tersebut, ditemuakan bahwa hampir setengah dari 99 pasien -67 pria dan 32 wanita- terinfeksi dalam kelompok.
Meski begitu, otoritas kesehatan China hanya mengkonfirmasi bahwa kasus-kasus sedang ditularkan antara manusia pada 21 Januari lalu.
"Kami mengamati jumlah pria yang lebih banyak daripada wanita dalam 99 kasus infeksi 2019-nCoV," kata salah satu peneliti.
"Mers-CoV dan Sars-CoV juga telah ditemukan menginfeksi lebih banyak laki-laki daripada perempuan," lanjutnya.
"Berkurangnya kerentanan perempuan terhadap infeksi virus dapat dikaitkan dengan perlindungan dari kromosom X dan hormon seks, yang memainkan peran penting dalam kekebalan bawaan dan adaptif," ujarnya.
Setengah dari pasien, ujar peneliti, juga memiliki penyakit kronis lainnya, seperti masalah jantung atau diabetes.
Mereka mengatakan, tingkat kematian dari 99 kasus adalah 11 persen.
Itu sebanding dengan penelitian sebelumnya oleh dokter dari rumah sakit yang sama dan ilmuwan China lainnya berdasarkan 41 pasien, yang menenmpatkan angka kematian pada 15 persen.
Studi terbaru menemukan bahwa 49 persen pasien terinfeksi dalam kelompok dan terpapar ke Pasar Makanan Laut Huanan, yang diyakini sebagai sumber wabah.
Kebanyakan dari mereka adalah penjual dan pembersih pasar, dan dua lainnya adalah pembeli.
Tetapi penelitian ini tidak mengidentifikasikan sebagaimana pasien lain terinfeksi.
Sepertiga pasien dalam penelitian tersebut, mengalami komplikasi dan kegagalan organ.
Sekitar 17 persen mengembangkan sindrom gangguan pernapasan akut, konfisi paru-paru yang serius, sementara 8 persen mengalami cedera paru-paru akut dan 3 persen mengalami gagal ginjal atau kerusakan.
Berdasarkan penemuan ini, para peneliti mengatakan diagnosis dini dan pengobatan virus corona sangat penting.
Mereka mengatakan lebih banyak kasus yang perlu dipelajari untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang penyakit ini.
Sebuah studi terpisah terhadap sembilan pasien virus corona yang diterbitkan di The Lancet pada Rabu lalu, menemukan bahwa salah satu dari mereka belum pernah ke pasar makanan laut sama sekali.
Studi ini dilakukan oleh tim ilmuwan China, sebagian besar dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.
Mereka menemukan bahwa sembilan sampel hampir identik.
Artinya, jenis virus corona baru saja muncul, karena jensi ini bermutasi seiring jalannya waktu.
Mereka mengatakan, virus corona lebih mirip dengan strain yang ditemukan pada kelelawar di Zhoushan, Provinsi Zhejiang daripada SARS dan MERS.
Namun masih belum diketahui bagaimana penyebaran antara kelelawar dan manusia.
"Oleh karena itu, mengejutkan bahwa urutan 2019-nCoV dari pasien yang berbeda yang dijelaskan di sini hampir identik, dengan identitas urutan lebih besar dari 99,9 persen," kata penelitian tersebut.
"Temuan ini menunjukkan bahwa 2019-nCoV berasal dari satu sumber dalam waktu yang sangat singkat dan teridentifikasi relatif cepat," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)