Apakah Wabah Virus Corona Bisa Melambat setelah Wuhan Dikarantina? Sejumlah Ahli Beri Penjelasan
Sejumlah ahli memberikan penjelasan terkait apakah dikarantinya Wuhan bisa memperlambat wabah Virus Corona.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan dikarantinanya ibu kota Provinsi Hubei, Wuhan, bisa memperlambat penyebaran virus corona jenis baru (2019-nCoV).
Hal ini disampaikan spesialis kesehatan masyarakat di China.
Sebelumnya, beberapa ahli virologi menjelaskan, berdasarkan studi pendahuluan, masa inkubasi virus corona diperkirakan berlangsung dua minggu.
Studi tersebut menyebutkan, infeksi virus seharusnya sudah mulai melambat terhitung dua minggu sejak Wuhan di-lockdown.
Namun, para ahli lainnya mengatakan data yang masuk hingga saat ini belum memiliki kejelasan.
Dikutip Tribunnews dari South China Morning Post, Rabu (5/2/2020), pihak berwenang menutup Wuhan untuk mencegah terjadinya penyebaran virus.
Penutupan tersebut dilakukan melalui cara menangguhkan perjalanan pesawat, kereta api, dan bus sejak Kamis (23/1/2020).
Namun, Wali Kota Zhou Xianwang pada Sabtu (26/1/2020) mengatakan, sebanyak lima juta penduduk Wuhan telah meninggalkan ibu kota Provinsi Hubei tersebut sebelum kota dikarantina.
Penangguhan perjalanan kemudian tak hanya diberlakukan di Wuhan saja, melainkan 15 kota di sekitarnya juga.
Seorang profesor biosekuriti global Universitas South Wales di Sydney, Raina McIntyre menyebutkan, secara teori, setiap upaya untuk mengurangi perjalanan harusnya efektif mencegah virus menyebar keluar area terdampak.
"Tapi, banyak orang dari Wuhan sudah pergi meninggalkan kota untuk liburan Tahun Baru Imlek sebelum (kota) dikarantina."
"Hal ini yang kemudian menjadi penyebab kasus (virus corona) merebak di luar China."
"Kita harus melihat, apakah penyebaran epidemik di Hubei dan luar Hubei akan melambat dalam beberapa minggu ke depan," tutur McIntyre.
"Masa inkubasi berlangsung hingga dua minggu, jadi kita mungkin akan melihat dampak lebih besar dari diberlakukannya karantina dalam beberapa minggu ke depan," imbuhnya.
Spesialis penyakit menular asal Hong Kong, Joseph Tsang Kay-yan, juga mengungkapkan hal serupa.
Tsang menyebutkan, dikarantinanya kota Wuhan akan membantu upaya penanggulangan wabah.
Namun, jumlah orang terinfeksi virus corona akan terus bertambah untuk bulan berikutnya.
Ia pun mengatakan, para ahli di Universitas Hong Kong memperkirakan puncak kenaikan jumlah kasus 2019-nCoV akan terjadi sekitar akhir April 2020.
"Para ahli (Universitas Hong Kong) telah memperkirakan puncak kenaikan jumlah kasus akan terjadi sekitar akhir April."
"Saya pikir, jumlah kasus akan terus naik dalam waktu empat hingga delapan minggu ke depan," jelas Tsang.
Lebih lanjut, Tsang pun menilai upaya lockdown yang dilakukan pihak berwenang terhadap Wuhan merupakan hal penting dari perspektif global.
"Karena itu membantu meminimalkan penyebaran kasus di seluruh dunia," imbuhnya.
Berbeda dengan pendapat McIntyre dan Tsang, profesor kesehatan masyarakat Universitas Georgetown di Washington, Lawrence Gostin, menganggap karantina massal di Provinsi Hubei adalah cara paling tidak efektif dan paling buruk.
Menurutnya, mengarantina orang-orang di pusat wabah, hanya akan menyebabkan kontaminasi silang antara keluarga, teman, dan tetangga.
Hal itu, ujar Gostin, hanya akan membuat China kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
"Dengan mengurung orang di zona panas (pusat area) padat penularan, akan terjadi kontaminasi silang antara keluarga, teman, dan tetangga."
"Dan China bisa kehilangan kepercayaan dari penduduknya," ungkap Gostin.
"Saya percaya, China harus mengadopsi pengujian, perawatan, isolasi, dan pelacakan kontak (pasien), termasuk ditingkatkannya penyaringan pada penduduk yang meninggalkan Hubei," lanjut dia.
Gostin pun mengatakan, akan sangat sulit memprediksikan kapan jumlah kasus virus corona menurun.
Pasalnya, populasi di China sangat besar.
"Jumlah kasus meningkat secara cepat. Sulit untuk memprediksikan kapan mereka (kasus virus corona) akan turun, mengingat besarnya populasi."
"Tapi, saya memperikirakan, kita akan mencapai puncaknya dalam waktu beberapa minggu," ujarnya.
Disisi lain, Gostin menilai, kasus virus corona akan turun jika langkah-langkah kesehatan masyarakat diadopsi secara aktif.
Namun, ia memperingatkan semua pihak untuk bersiap mengenai kemungkinan virus yang mewabah ini menjadi endemik musiman.
"Jika langkah-langkah kesehatan masyarakat secara aktif diadopsi, saya berharap akan ada penurunan jumlah kasus dalam beberapa minggu ke depan."
"Tapi, kita perlu bersiap untuk kemungkinan bahwa China tidak sepenuhnya menjadi penyebab virus, dan virus itu menjadi endemik dan/atau musiman."
"Kita harus melakukan segala upaya untuk menghindari skenario itu," tutur Gostin.
Ahli lainnya, John Edmunds yang merupakan profesor epidemiologi penyakit menular London School of Hygiene and Tropical Medicine, menilai data dari China mengenai virus corona terbilang kasar.
Sehingga tidak mungkin mendapatkan gambaran akurat mengenai virus corona.
"Juga, mengingat interval serialnya tampaknya cukup panjang, maka akan butuh sedikit waktu untuk melihat efeknya," ujar dia.
Yanzhong Huang, senior di kesehatan global di lembaga Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat, sepakat bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan langkah mengarantina Wuhan efektif mencegah jumlah kasus virus corona meningkat.
Ia mengibaratkan, sejauh ini kondisi terkini seperti berada di dalam terowongan gelap.
"Kita belum melihat cahaya di ujung terowongan."
"Sebaliknya, sangat mungkin China memasuki malam paling gelap sebelum fajar. Tampaknya puncak transmisi kasus belum terjadi di bagian China lainnya," tandas dia.
Mengutip thewuhanvirus.com, jumlah kasus virus corona hingga Rabu (5/1/2020) pukul 14.32 WIB mencapai angka 24.553.
Sementara korban meninggal akibat virus corona berjumlah 492 orang dan 28 negara telah terinfeksi.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)