Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Warga Wuhan: Kami Lebih Baik Mati di Rumah Daripada Dikarantina Karena Corona

Ibu rumah tangga berusia 33 tahun tersebut bersama dengan keluarganya memutuskan tetap tinggal di kota sejak 23 Januari.

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Warga Wuhan: Kami Lebih Baik Mati di Rumah Daripada Dikarantina Karena Corona
BERNAMA
Dua dari 107 orang yang baru dievakuasi Pemerintah Malaysia dari Kota Wuhan, China, dinyatakan positif terinfeksi virus corona, setelah menjalani pemeriksaan kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Wuhan, China merupakan sumber dari wabah virus corona yang kini menginfeksi ke sejumlah negara.

Hingga Rabu (5/2/2020) hari ini, korban yang terinfeksi virus corona mencapai angka 24.550.

Sementara korban yang dinyatakan meninggal sebanyak 492 orang.

Penyebaran yang semula terjadi di 27 negara kini sudah bertambah menjadi 28 negara.

Infeksi virus ini menyebabkan semua pasien harus dikarantina.

Warga Wuhan tolak Karantina
Warga Wuhan tolak Karantina (bbc.com)

Seorang warga Wuhan, Wenjun Wang yang tinggal di pusat persebaran virus menolak untuk dikarantina.

Ibu rumah tangga berusia 33 tahun tersebut bersama dengan keluarganya memutuskan tetap tinggal di kota sejak 23 Januari.

BERITA TERKAIT

"Sejak muncul virus korona, paman saya sudah meninggal, ayah saya sakit parah, ibu dan bibi saya mulai menunjukkan beberapa gejala," ujar Wang dikutip dari bbc.com.

"Adikku juga batuk dan kesulitan bernapas," tambahnya.

Baca: 238 WNI dari Wuhan Terus Dipantau Kesehatannya, Termasuk Tim Penjemput

Hasil CT scan menunjukkan paru-paru mereka telah terinfeksi.

"Ayah saya demam tinggi. Suhunya 39,3 derajat C, dia terus-menerus batuk dan kesulitan bernapas," jelasnya.

Ia juga telah membelikan mesin oksigen yang selalu digunakan untuk membantu pernapasan ayahnya.

Saat ini, ia hanya memberikan obat-obatan dari China dan Barat untuk mengatasi gejala yang dialami oleh ayahnya.

"Tidak ada rumah sakit untuk dia kunjungi karena kasusnya belum dikonfirmasi karena kurangnya alat tes."

"Ibu dan bibi saya pergi ke rumah sakit setiap hari dengan harapan mendapatkan kamar untuk ayah meskipun dalam keterbatasan kondisi kesehatan mereka."

"Namun tidak ada rumah sakit yang mau menerimanya," ujar dia.

Ia mengetahui, ada banyak titik karantina bagi pasien yang memiliki gejala kecil atau masih dalam masa inkubasi di Wuhan.

"Ada beberapa fasilitas sederhana dan sangat mendasar di sana. Namun, bagi orang yang sakit kritis seperti ayah saya, tidak ada tempat tidur untuk mereka."

Ia menjelaskan tentang kematian pamannya yang terjadi di satu di antara tempat karantina.

"Paman saya sebenarnya meninggal di salah satu tempat karantina karena tidak ada fasilitas medis untuk orang dengan gejala parah."

"Saya benar-benar berharap, ayah saya bisa mendapatkan perawatan yang tepat, tetapi tidak ada yang berhubungan dengan kami atau membantu kami saat ini."

Wang telah mencoba menghubungi pekerja komunitas beberapa kali, tetapi respon yang didapat tidak adanya kesempatan bagi ia dan keluarga untuk bisa dirawat di rumah sakit.

Wang juga mengatakan, titik karantina yang dikunjungi ayah dan pamannya bukanlah rumah sakit melainkan sebuah hotel.

Wuhan
Pasien virus corona Wuhan (bbc.com)

"Tidak ada perawat atau dokter dan tidak ada pemanas. Mereka pergi pada sore hari dan staf di sana memberikan makan malam yang sudah dingin."

"Paman saya sakit parah, dengan gejala pernapasan parah dan mulai kehilangan kesadaran."

"Tidak ada dokter yang datang untuk mengobatinya. Dia dan ayahku tinggal di kamar yang terpisah."

"Ketika ayah pergi menemuinya pukul 06.30 pagi, dia sudah meninggal."

"Kami lebih baik mati di rumah daripada pergi ke karantina," tegas Wang.

Rumah sakit baru yang sedang dibangun rupanya untuk orang-orang yang sudah ada di rumah sakit lain saat ini.

Kemudian mereka akan ditransfer ke rumah sakit yang baru.

Ia mengungkapkan banyak keluarga seperti dirinya, dan menghadapi kesulitan yang sama.

Seorang temannya juga ditolak oleh staf di tempat karantina padahal saat itu, kondisinya sedang demam tinggi.

"Sumber daya terbatas tetapi populasi yang terinfeksi sangat besar. Kami takut, kami tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," ujar Wang.

Wang menyampaikan beberapa curahan hatinya.

"Yang ingin saya katakan, jika saya tahu mereka akan mengunci kota pada 23 Januari, saya pasti akan membawa seluruh keluarga saya keluar, karena tidak ada bantuan di sini," tambahnya.

"Jika kami berada di tempat lain, mungkin ada harapan. Saya tidak tahu apakah orang-orang seperti kami, yang mendengarkan pemerintah dan tinggal di Wuhan, membuat keputusan yang tepat atau tidak."

(Tribunnews.com/Yurika Nendri)

 
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas