Seberapa Mematikan Virus Corona? Ini Golongan Usia yang Lebih Rentan Terjangkit hingga Meninggal
Seberapa mematikan virus Corona? Berikut golongan usia yang lebih rentan meninggal karena COVID-19.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Virus corona atau Covid-19 telah menyebar ke Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan secara resmi dua Warga Negara Indonesia yang positif terjangkit virus corona, Senin (02/03/2020).
Sebelumnya, dua WNI tersebut menjalin kontak langsung dengan WN Jepang yang dinyatakan positif virus corona di Malaysia.
Ini adalah kasus pertama di Indonesia, setelah virus corona mewabah di China, sejak Januari silam.
Hingga berita ini diturunkan, Covid-19 telah masuk ke 70 negara di dunia dan kapal pesiar Diamond Princess.
Baca: Selain Jahe Merah, 3 Bahan Dapur Khas Indonesia Ini Disebut Profesor Ampuh Tangkal Virus Corona
Baca: Tulari 2 WNI Virus Corona, Warga Jepang Diduga Sudah Positif dan Minum Obat saat Tiba di Indonesia
Sejumlah 89.782 orang di dunia telah terinfeksi virus corona, per Senin (02/03/2020).
3.051 jiwa melayang dan 45.198 orang sembuh.
Kini, 41.533 orang masih menderita virus corona.
Lantas, seberapa mematikan virus corona sebenarnya?
Saat ini, para peneliti berpikir bahwa 5-40 kasus virus corona dalam 1.000 kasus akan berujung pada kematian.
Dengan kata lain, peluang kematian dalam kasus virus corona sama dengan 9 dalam 1.000, atau sekitar satu persen.
Hal itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Sekretariat Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris, Matth Hancock.
Dalam pernyataannya, Hancock menyebut tingkat kematian virus corona menurut penilaian pemerintah inggris adalah dua persen, atau bahkan lebih rendah.
Namun, itu tergantung pada sejumlah faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain usia, jenis kelamin, kesehatan umum, dan sistem kesehatan tempat seseorang berada.
Dilansir BBC, menghitung peluang kematian yang disebabkan virus corona adalah pekerjaan rumit.
Sebagian besar kasus tidak dapat dihitung, karena orang cenderung tidak pergi ke dokter ketika mengalami gejala ringan.
Menurut penelitian oleh Imperial College London, tingkat kematian di setiap negara berbeda.
Sebab, itu semua tergantung pada kemampuan negara untuk mendeteksi adanya gejala ringan.
Gejala yang lebih ringan justru lebih sulit untuk dihitung kasusnya.
Jika data yang digunakan hanyalah data dari Hubei China, di mana tingkat kematiannya jauh lebih tinggi daripada di tempat lain, maka angka kematian keseluruhan akan terlihat jauh lebih buruk.
Risiko Kematian Berdasarkan Golongan Usia, Kesehatan, dan Jenis Kelamin
Ada beberapa golongan usia yang lebih mungkin meninggal jika terkena virus corona.
Mereka adalah orang tua, orang yang sedang tidak sehat, dan mungkin pria.
Dalam analisis besar pertama pada kasus virus corona di China, tingkat kematian sepuluh kali lebih tinggi pada orang yang sangat tua dibandingkan dengan para paruh baya.
Angka kematian terendah ada pada golongan usia di bawah 30-an.
Dalam 4.500 kasus, hanya ada delapan kematian yang berusia di bawah 30 tahun.
Sementara itu, bagi penderita diabetes, tekanan darah tinggi, dan masalah jantung atau pernapasan, mereka lima kali lipat lebih mungkin untuk meninggal karena Covid-19.
Jumlah kematian juga sedikit lebih tinggi di antara pria dibandingkan dengan wanita.
Semua faktor ini berinteraksi satu sama lain.
Namun, para peneliti belum memiliki gambaran lengkap tentang risiko setiap golongan usia di setiap negara.
Ahli Sebut Penggunaan Masker Justru Bisa Tingkatkan Risiko Kena Virus Corona, Ini Pencegahan Terbaik
Penyebaran virus corona pun semakin membuat banyak orang membeli dan menimbun masker.
Namun, apakah penggunaan masker benar-benar efektif untuk mencegah virus Covid-19 tersebut?
Jawabannya adalah tidak.
Baca: Lebih dari 50 Warga Depok Terindikasi Corona, Lakukan Kontak Langsung dengan 2 Pasien Positif Corona
Baca: Ilmuwan Deteksi Penyebaran Virus Corona Bisa Lewat Gagang Pintu, Keyboard & Remote Perlu Diwaspadai
Spesialis pencegahan infeksi sekaligus profesor kedokteran dan epidemiologi di Fakultas Kedokteran Iowa University, Eli Perencevich, memberikan penjelasannya.
Dilansir Forbes.com, Perencevich menerangkan, seseorang tidak perlu memakai masker.
Bahkan, jika ada kasus virus corona di sekitarnya, seseorang tetap tak perlu menggunakan masker.
"Anda tidak perlu memakai masker bedah, masker N95, masker respirator, atau apa pun untuk melindungi diri Anda dari virus corona. Anda bukan hanya tidak membutuhkannya, tetapi juga tidak boleh memakainya," ujar Perencevich.
Perencevich menegaskan, orang sehat tidak perlu memakai masker.
Tidak ada bukti bahwa orang sehat yang memakai masker benar-benar terlindung dari virus corona.
Sebaliknya, penggunaan masker justru dapat meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19 dalam kondisi tertentu.
"Mereka memakainya secara salah, dan itu dapat meningkatkan risiko infeksi karena mereka lebih sering menyentuh wajah mereka," terangnya.
Pakailah Masker Hanya Jika Anda Sakit
Virus Corona ditularkan melalui tetesan, bukan udara.
Itu berarti, masker bedah standar yang biasa digunakan tidak akan membantu.
Masker dirancang untuk menjaga agar tetesan atau percikan tetap masuk, bukan untuk mencegahnya.
Selain itu, adanya masker dimaksudkan agar pemakainya, yakni orang yang sakit, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
"Satu waktu di mana Anda membutuhkan masker adalah jika Anda sakit dan harus keluar dari rumah," kata Perencevich.
Profesor tersebut mengungkapkan, masker hanya efisien digunakan jika seseorang terserang flu atau merasa dirinya terjangkit Covid-19.
Jika kondisi itu terjadi, saat itulah seseorang perlu mengenakan masker untuk mencegah orang lain tertular.
Ketika di rumah, orang yang sakit juga perlu memakai masker untuk tidak menulari anggota keluarga.
Dalam kasus lain, penggunaan masker diperlukan jika seseorang merawat orang lain yang terserang virus corona dalam jarak dekat.
Perencevich menegaskan, baik perawat maupun pasien harus menggunakan masker.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)