Mengapa Pasien yang Sudah Sembuh dari Virus Corona Bisa Tertular Lagi? Ini Alasannya
Juru Bicara Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan pasien yang sudah sembuh dari corona bisa tertular virusnya kembali.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kesehatan mengatakan pasien yang sudah sembuh dari virus corona bisa tertular kembali.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto pada Minggu (3/2020).
"Namun, tidak ada satu jaminan bahwa dia tidak akan tertular lagi, bisa saja kemudian ketularan lagi, dan menjadi sakit lagi."
"Tidak ada laporan bahwa yang sudah sembuh kemudian kambuh, yang ada yang sudah sembuh sakit lagi karena ketularan lagi," tutur Yuri di Kantor Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Baca: Takut Virus Corona, Wanita Tiongkok Panaskan Uang Rp 6,5 Juta di Microwave, Kini Nasibnya Malah Apes
Untuk itulah, dirinya meminta masyarakat tetap berhati-hati akan virus yang belum memiliki obat definitif ini.
Pasalnya, gejala yang ditimbulkan karena virus ini adalah gejala yang familiar ditemui.
"Gejalanya seringkali kita sudah pahami dari awal, karena ini adalah kelompok common cold."
"Keluhan badannya hangat, batuk, bersin, itu keluhan yang sering dialami," ujarnya.
Baca: Studi China: Penyebaran Virus Covid-19 Bisa Melambat di Negara Bercuaca Lebih Hangat
Yuri menyebut jika seluruh pasien positif covid-19 telah sembuh saat perawatan, maka akan tetap dipantau selama 14 hari.
"Selama 14 hari di rumah menggunakan masker, mengurangi kontak dekat dengan keluarganya, dan kemudian diharapkan sementara tidak usah ke mana-mana dulu."
"Kemudian akan dipantau oleh dinkes setempat, puskesmas setempat kondisi kesehatannya setiap hari, sampai dengan hari ke-14," tuturnya.
Sementara itu, di Cina sendiri, banyak ditemukan kasus jika pasien positif virus corona yang telah dinyatakan 'keluar' dari rumah sakit, ternyata mereka ditemukan masih terinfeksi.
Lalu mengapa pasien positif corona bisa terinfeksi kembali?
Profesor Jin Dong-yan, seorang ahli virologi molekuler dari Fakultas Kedokteran Li Ka Shing di Universitas Hong Kong mengemukakan pendapatnya.