PM Inggris Umumkan Lockdown 3 Minggu Gara-gara Warganya Tak Tertib Terapkan Social Distancing
"Mulai malam ini (Senin) saya harus memberikan instruksi sederhana kepada rakyat Inggris - Anda harus tinggal di rumah," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Pemerintah Inggris mengumumkan pemberlakuan lockdown selama 3 pekan pada Senin (23/3/2020).
Melansir Kompas.com, pemberlakuan lockdown ini bentuk kekecewaan pemerintah Inggris terhadap warganya sendiri yang mengabaikan instruksi untuk melakukan social distancing.
Baca: Penjelasan Peneliti soal Pasien Sembuh dari Virus Corona Alami Penurunan Fungsi Paru-paru
Terlihat orang-orang masih berkerumun menikmati sinar matahari akhir pekan di taman dan pedesaan, yang mendorong pemerintah membuat aturan lebih keras.
"Mulai malam ini (Senin) saya harus memberikan instruksi sederhana kepada rakyat Inggris - Anda harus tinggal di rumah," kata Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dalam pidato yang disiarkan televisi inggris, dikutip dari kantor berita AFP.
"Karena hal penting yang harus kita lakukan adalah menghentikan penyebaran penyakit antara rumah tangga," lanjut pria kelahiran New York tersebut.
Salah dua aturan yang tercantum di kebijakan lockdown ini adalah penutupan toko serta layanan yang "tidak penting", dan melarang pertemuan lebih dari dua orang.
Dalam aturan baru ini, Johnson mengatakan pergi keluar untuk berbelanja kebutuhan pokok masih diperbolehkan, begitu pula dengan kebutuhan medis, olahraga, serta perjalanan dari dan ke tempat kerja.
Namun toko-toko yang menjual barang-barang seperti pakaian atau eletronik serta perpustakaan, taman bermain, dan tempat-tempat ibadah akan ditutup.
Larangan juga berlaku untuk pernikahan dan pembaptisan, tapi tidak untuk pemakaman.
Taman akan tetap dibuka tapi Johnson memperingatkan,
"Jika Anda tidak mengikuti aturan, polisi akan bertindak, termasuk dengan denda dan membubarkan perkumpulan."
Pria 55 tahun itu menyebut pandemi ini "ancaman terbesar" yang dihadapi negara selama beberapa dekade.
Johnson juga mengatakan Layanan Kesehatan Nasional atau National Health Service (NHS) yang dikelola pemerintah tidak akan mampu mengatasi jika laju penularan berlanjut.