Protes Pemimpin Kongres kepada PM India: Lockdown yang Tiba-tiba Berakibat Kepanikan dan Kebingungan
Protes Pemimpin Kongres India, Rahul Gandhi kepada PM Narendra Modi: Lockdown yang Tiba-tiba Berakibat Kepanikan dan Kebingungan
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Pemimpin kongres Rahul Gandhi menulis surat kepada Perdana Menteri India, Narendra Modi pada Minggu (29/3/2020).
Seperti yang dilansir Times of India, dalam surat terbuka tersebut, Rahul Gandi menyebut lockdown yang tiba-tiba telah mengakibatkan kepanikan dan kebingungan di seluruh negeri.
Rahul Gandi mendesak perdana menteri untuk mempertimbangkan dampak yang berpotensi menghancurkan negeri karena virus corona.
Baca: Soal Karantina Wilayah, Mahfud MD Tak Ingin Indonesia seperti India, Bandingkan dengan Netherlands
PM Narendra Modi pada Selasa (24/3/2020) lalu menerapkan lockdown 21 hari di seluruh negeri.
Rahul berkata situasi di India berbeda dengan negara-negara besar lain.
Maka, langkah lockdown itu tidak bisa diterapkan di sana.
"Jumlah rakyat miskin di India yang bergantung pada pendapatan harian terlalu besar, sulit bagi kita untuk mematikan semua aktivitas ekonomi," tulis Rahul.
Baca: India Kacau Pasca-Lockdown, Dubes Sebut Ada 37 WNI Terjebak dan 14 Positif Corona
Rahul meminta perdana menteri untuk menerapkan langkah-langkah yang lebih ramah dan berorientasi target untuk menekan penyebaran virus corona.
"Kita harus segera menguatkan jaring pengaman sosial dan menggunakan setiap sumber daya publik yang kita punya untuk mendukung dan melindungi pekerja yang lemah," tambahnya.
Permerintah Tidak Berencana Perpanjang Lockdown, Hanya 21 Hari
Masih dilansir Times of India, hari ini (30/3/2020), pemerintah India menyebut tidak ada rencana perpanjang lockdown yang telah dimulai Selasa (24/3/2020) lalu.
Melalui akun Twitter Biro Informasi Pers (PIB) India, sekretaris kabinet Rajiv Gauba menyangkal klaim dari beberapa media yang menyebut lockdown akan diperpanjang.
Lockdown 21 hari itu ditujukan untuk memeriksa penyebaran virus corona.
Setelah lockdown, terjadi "mudik" besar-besaran oleh pekerja migran dari kota-kota besar ke desa mereka setelah mereka diberhentikan dari pekerjaannya.
Sementara itu di India, jumlah kasus positif virus corona mencapai 1.071 orang, 29 orang di antaranya meninggal dunia.
Kekacauan dan Ancaman Kelaparan Terjadi di India Setelah Lockdown Diterapkan
Diberitakan Tribunnews Minggu (29/3/2020), kekacauan (chaos) dan ancaman kelaparan melanda India setelah pemerintahnya merapkan lockdown guna mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19).
Selasa lalu, Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan lockdown selama 21 hari untuk menahan penyebaran virus yang telah menewaskan 17 orang dan menginfeksi lebih dari 700 lainnya di India.
Saat lockdown diterapkan di negara berpenduduk 1,3 miliar orang tersebut, jutaan orang kehilangan pekerjaan tanpa mendapatkan kompensasi apa pun dari negara.
Keputusan tersebut membuat para pekerja terancam kelaparan karena tidak mempunyai pemaksukan maupun bahan makanan.
Baca: India Alami Kekacauan di Tengah Pandemi Corona, Belum Seminggu Terapkan Lockdown
Meskipun pemerintah menyerukan kepada para pekerja untuk tidak mudik di saat lockdown, gelombang besar eksodus mulai menerpa ibu kota India.
Mereka terpaksa pulang kampung karena pabrik-pabrik dan pusat industri tutup.
Para pekerja tidak punya cukup uang untuk bertahan hidup, mengingat mereka diupah harian.
Pembatasan transportasi umum juga memaksa mereka terpaksa jalan kaki pulang ke desanya.
Baca: India Lockdown, Warga Miskin Tak Takut Virus Corona Tapi Takut Kelaparan
Seorang pekerja meninggal setelah berjalan sejauh 270 mil untuk bisa kembali ke rumah, Pada Sabtu (28/3/2020) kemarin.
Dilaporkan BBC, Akibat keputusan lockdown yang diambil pemerintah India juga menyebabkan jutaan orang telantar tanpa memiliki makanan.
Pemandangan lain terlihat antrean panjang masyarakat berjuang memborong barang dan kebutuhan pokok.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India melaporkan peningkatan kasus infeksi telah stabil setelah lockdown.
"Jumlah kasus Covid-19 meningkat, tapi peningkatannya tampaknya relatif stabil. Namun, ini hanya tren awal," kata seorang juru bicara.
Menurut laporan terbaru oleh Dewan Penelitian Medis India (ICMR), sebanyak 27.688 tes virus corona telah dilakukan pada pukul 09.00 pagi, Jumat (27/3/2020).
Baca: Dampak Lockdown India, Ekonomi Lumpuh dan Pelayanan Publik Ditutup
"Sebanyak 691 orang telah dikonfirmasi positif di antara kasus yang diduga dan punya riwayat kontak dekat dengan pasien positif yang diketahui," demikian pernyataan ICMR.
Meningkatkan fasilitas pengujian
Para ahli juga mengatakan kemampuan India untuk menguji buruk.
Karena itu dia meminta perlu peningkatan kualitas pengujian COVID-19 agar mengetahui persis penyebarannya di India.
"Kita harus menguji siapa pun yang menunjukkan gejala apa pun. Kita tidak dapat membatasi pada kasus rawat inap atau mereka yang memiliki riwayat perjalanan," kata Dr T Sundaraman, penyelenggara nasional Gerakan Kesehatan Rakyat.
"Kami tidak tahu banyak karena tingkat pengujian masih sederhana dan sangat terbatas. Jika pengujian ini diperluas, kita akan menemukan angka nyata yang tidak kami miliki," katanya kepada Al Jazeera.
Menghadapi keadaan darurat kesehatan terbesar sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947 lalu, pemerintah India mengumumkan serangkaian langkah yang dimulai dengan jam malam pada Minggu (29/3/2020).
Pemerintah juga telah meningkatkan fasilitas pengujian dan melibatkan kontraktor swasta untuk membantunya melakukan pengujian.
Dari 72 pusat pengujian pada awalnya, India sekarang memiliki 104, dengan kapasitas untuk menguji 8.000 sampel setiap hari.
Dua laboratorium pengujian cepat lainnya yang dapat melakukan lebih dari 1.400 tes per hari juga diharapkan akan segera beroperasi.
Kekurangan APD dan ventilator
Tidak hanya kemampuan pengujian India yang rendah, di tengah terus meningkatnya kasus COVID-19, negara ini juga menghadapi kekurangan peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung tenaga medis.
Diantaranya kekurangan masker N-95 dan alat pelindung diri (APD) lainnya yang digunakan oleh petugas kesehatan.
Jumlah tempat tidur RS juga masih jauh lebih sedikit daripada negara-negara seperti Korea Selatan--negara yang telah berhasil menekan penyebaran virus.
Ventilator juga terbatas. India memiliki hampir 100.000 ventilator, sebagian besar dimiliki oleh rumah sakit swasta dan sudah digunakan pasien yang punya penyakit kritis. (Al Jazeera/BBC/Reuters/AFP/AP)
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Srihandriatmo Malau)