Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Warga Malaysia Berjalan 120 Km ke Kampungnya untuk Hindari Covid-19

Setelah menjalankan semua pemeriksaan di rumah sakit, dokter mengatakan kepadanya, bisa menjalani karantina mandiri di rumah

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kisah Warga Malaysia Berjalan 120 Km ke Kampungnya untuk Hindari Covid-19
ALIXSON AWANDOH/FACEBOOK
Alixson Mangundok bersama teman barunya, anjing bernama Hachiko (ALIXSON AWANDOH/FACEBOOK) 

TRIBUNNEWS.COM, KOTA KINABALU -- Kisah seorang warga Malaysia berjalan kaki selama tiga hari dari Kota Kinabalu ke kampung halamannya kota Marudu terletak sekitar 120 km mendapat banyak apresiasi dari banyak pihak.

Pria itu adalah Alixson Mangundok, 34.

Ia baru saja kembali dari Jepang, tempat ia bekerja pada 25 Maret lalu.

Saat itu ia takut akan terpapar virus corona (Covid-19).

Ia memilih untuk tidak menumpang transportasi umum.

"Setelah mencapai Bandar Udara Internasional Kota Kinabalu, saya telah disaring dan meskipun para pejabat kesehatan mengatakan kondisi saya sangat baik dan tidak menunjukkan gejala virus, saya masih diminta untuk pergi ke rumah sakit Ratu Elizabeth untuk pemeriksaan lebih menyeluruh, " tuturnya.

Baca: Update Corona Dunia 8 April 2020: Total Meningkat Jadi 1,4 Juta Kasus, 82 Ribu Lebih Meninggal

Setelah menjalankan semua pemeriksaan di rumah sakit, dokter mengatakan kepadanya, bisa menjalani karantina mandiri di rumah dan tidak diharuskan untuk memeriksa ke pusat karantina yang disediakan negara sambil menunggu hasil tes Covid-19.

BERITA TERKAIT

Sebelumnya, kerabat Mangundok telah membantunya membawa dua barang bagasi yang lebih besar .

Jadi ia hanya membawa ransel, saat mengira akan diminta untuk memeriksakan diri ke pusat karantina yang disediakan negara selama dua minggu.

"Tapi kemudian saya diberitahu, bisa menjalani karantina mandiri di rumah."

Baca: Serikat Pekerja Nasional: Jangan Asal PHK Hanya Karena Covid-19

"Sehingga, untuk menghindari risiko bagi siapa pun, saya memutuskan untuk berjalan kaki sepanjang jalan ke kota Marudu. Karena saya juga terbiasa berjalan berkilometer dan berhari-hari saat berburu dan bertani," katanya.

Sebelum melakukan perjalanan, Mangundok makan siang dan membeli dua botol air mineral di rumah sakit.

Segera setelah itu ia berangkat. Dalam perjalanannya, setelah melewati pemakaman, seekor anjing datang dan mulai mengikutinya.

Dia mengizinkan anjing itu ikut dalam perjalanannya.

Dia namai anjing itu Hachiko.

"Saya pikir anjing itu akan meninggalkanku di tengah jalan. Tapi tidak ia terus bersama saya sepanjang jalan, itulah sebabnya saya memutuskan untuk mengadopsi Hachiko," kisah Mangundok.

Sepanjang jalan, mereka beristirahat di halte bus dan melewati beberapa rintangan dan bertemu teman baru, berhenti kala hujan, serta berjalan naik dan turun bukit.

"Pada setiap pembatas jalan, polisi dan aparat keamanan lainnya yang bertugas bertanya, mau kemana saya pergi? Ketika saya mengatakan kepada mereka bahwa saya sedang menuju kota Marudu, mereka tidak bisa percaya tapi akhirnya saya meyakinkan mereka, bahwa saya tidak bercanda, " kata Mangundok.

Dia menjelaskan alasannya dan menunjukkan kepada mereka paspor dan surat-surat dari rumah sakit sebagai bukti.

Polisi dan aparat keamanan kemudian menyarankannya untuk berhati-hati, waspada dan beristirahat di tempat yang terang benderang.

"Mereka juga menawarkan bantuan, naik kendaraan. Tapi saya menolak karena saya punya anjing ini dan saya tidak ingin menimbulkan risiko kesehatan bagi siapa pun, meskipun dokter mengatakan saya sehat," ucapnya.

Mangundok mampir ke toko kelontong untuk membeli air dan makanan kaleng sarden untuk Hachiko.

Ia tidak makan, lagi tidak nafsu makan karena kelelahan.

Pada pagi hari 28 Maret, dekat Kg Tandasan di Kota Belud, setengah jalan ke Kota Marudu, Mangundok melihat saudara lelakinya yang mengemudi di suatu tempat dan melambaikan tangan kepadanya.

Baca: Begini Cara Warga Wuhan Merayakan Kebebasan Setelah Lockdown Dicabut

"Pada saat itu, saya pikir mereka semua khawatir karena ponsel saya tidak aktif, mati selama dua hari dan mereka belum mendengar kabar dari saya sejak tiba di bandara," katanya.

Ia menambahkan, saudaranya itu kemudian berbalik dan menemuinya.

Melalui saudaranya itu, Mangundok memberikan kabar kepada keluarga, bahwa dia telah berjalan selama tiga hari.

Dia juga meminta keluarganya untuk membawa mobilnya kepadanya, sehingga bisa pulang dan membawa teman barunya.

"Saya tidak pergi menemui orang tua saya setelah sampai di Kota Marudu. Tetapi saya langsung pergi ke sebuah pondok kecil di persawahan karena itu akan lebih aman untuk semua orang," katanya.

Dia mengatakan hasil tes pertama Covid-19 atas nama dirinya pada 7 April.

Dia kembali menjalankan pemeriksaan lanjutan kedua Covid-19 di rumah sakit Kota Marudu.

"Saya tidak akan beristirahat dan tidak akan bertemu keluarga saya sampai rumah sakit memberi saya konfirmasi bahwa saya bebas dari virus ini. Untuk saat ini, Hachiko dan saya menghabiskan waktu bersama di pondok," kata Mangundok.

Dia adalah ayah dari dua orang anak. Ia telah bekerja di luar negeri termasuk di Singapura, Aljazair, Australia, dan Korea Selatan sejak ia berusia 18 tahun. (The Star/The Starits Times)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas