Media Asing Soroti Perubahan Tradisi Ramadan di Indonesia karena Covid-19
Umat muslim khususnya di Indonesia mungkin akan merayakan Ramadan dengan cara yang sangat berbeda dari biasanya.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Umat muslim khususnya di Indonesia mungkin akan merayakan Ramadan dengan cara yang sangat berbeda dari biasanya.
Bulan suci Ramadan hanya kurang beberapa hari lagi, dan Indonesia telah melaporkan lebih dari 6 ribu kasus infeksi virus corona.
Lebih lanjut, dikutip Tribunnews dari Anadolu Agency, Kementerian Agama pada awal bulan mengeluarkan pedoman terkait pelaksanaan salat selama bulan puasa dan Idul Fitri 1441 Hijriah di tengah pandemi.
Berdasar imbauan tersebut, ibadah tarawih dan membaca Al Quran juga harus dilakukan di rumah.
Baca: Ramadan di Tengah Corona, MUI: Jadikan Rumah sebagai Pusat Kegiatan Ibadah di Bulan Suci
Baca: Jadwal Imsakiyah Puasa Ramadan 2020/1441 H Wilayah Bandung dan Sekitarnya, Dilengkapi Waktu Salat
Masjid Istiqal Ditutup
Kepala divisi hubungan masyarakat dan protokol Masjid Istiqal, Abu Hurairah mengatakan masjid terbesar di Asia Tenggara itu ditutup.
"Kami tidak akan mengadakan salat berjamaah untuk saat ini," ungkapnya.
Ia menjelaskan, keputusan itu dibuat untuk mendukung pemerintah dalam mencegah penyebaran virus.
Diketahui, masjid ini dapat menampung 10 hingga 15 ribu jamaah setiap malam untuk tarawih, selama bulan Ramadan.
Selama salat Ied, masjid ini dapat menampung sekira 120 hingga 150 ribujamaah.
"Kami menghadapi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya," tambah Hurairah.
"Mungkin kita hanya bisa berharap untuk keajaiban, sehingga semuanya bisa segera kembali normal," tuturnya.
Tidak Ada Lagi Ziarah dan Mudik
Tradisi Ramadan di Indonesia juga akan berbeda dari bulan suci biasanya.
Ika Defianti, wanita 29 tahun yang tinggal di Bekasi mengatakan, dia membatalkan rencana ziarah ke makam ayahnya di Boyolali, Jawa Tengah, akhir bulan April ini.
Sebagaimana diketahui, kebanyakan orang Indonesia biasanya mengunjungi makam keluarga sebelum Ramadan.
"Saya telah membeli tiket pesawat berbulan-bulan yang lalu, dan mengambil cuti satu minggu," katanya.
"Kemudian saya memutuskan untuk membatalkannya karena saya harus mengarantina diri setidaknya selama 14 hari," jelasnya.
Lebih jauh, Defianti khawatir dia mungkin membawa virus dan menularkannya ke keluarga dan balita yang rentan terhadap infeksi.
Ia menerangkan, memiliki nenek yang berusia 70-an dan memilki riwayat asma.
Menjelang Idul Fitri, jutaan orang biasanya meninggalkan kota-kota besar dan kembali ke kampung halaman mereka.
Tradisi ini dikenal sebagai mudik.
Meski pun tidak ada larangan untuk mudik, pemerintah memperingatkan pembatasan untuk menghentikan penyebaran virus corona.
Hanif Gusman (27) yang bekerja di perusahaan swasta Jakarta mengatakan dia membatalkan mudiknya ke Sumatera Barat.
"Setiap tahun, saya selalu pergi ke kampung halaman dan merayakan Idul Fitri bersama keluarga saya," katanya.
"Karema keluarga saya tinggal di kota yang berbeda, ini adalah tradisi tahunan kami untuk berkumpul," ungkap Gusman.
Baca: Curhatan Pelatih Arema FC yang Frustasi akibat Batal Mudik
Baca: Wacana Larangan Mudik Lebaran 2020 Masih Simpang Siur, Kemenhub: Ada Kemungkinan
Gusman mengatakan, dia lebih suka merayakan Idul Fitri di asramanya dibanding dengan di rumah.
Hal ini karena ketika mudik, dia akan menjadi Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan dianjurkan untuk melakukan karantina mandiri.
"Ziarah kubur adalah bagian dari tugas kami untuk memberi hormat kepada orang tua, penatua, dan leluhur kita yang telah meninggal," tambahnya.
"Namun, saya memilih untuk tidak pulang," tegasnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)