Pimpin Gerakan Anti-Lockdown di AS, Audrey Whitlock Manut Jalani Karantina Seusai Positif Covid-19
Audrey yang memimpin gerakan anti-lockdown mengikuti arahan untuk menjalani karantina seusai dinyatakan positif covid-19
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Audrey S Whitlock, pemimpin gerakan anti-lockdown Carolina Utara, Amerika Serikat (AS) menuruti arahan petugas medis untuk menjalani karantina mandiri.
Isolasi itu dijalani Audrey seusai dinyatakan positif terjangkit virus corona.
"Saya masih berada di ruang isolasi/karantina mandiri di rumah saya sesuai arahan departemen kesehatan distrik. Saya belum menghadiri acara untuk ReOpen NC," kata Audrey dilansir New York Post yang dikutip Kompas.com.
Whitlock pertama kali mengungkapkan diagnosis penyakit Covid-19 yang dideritanya dalam unggahan di laman grup Facebook ReOpen NC pada Minggu.
Dia menyatakan statusnya sebagai pasien positif Covid-19 yang asimptomatik dan mengaku karantina akan berakhir pada 26/4/2020.
Lantaran isolasi mandiri itu, Audrey S Whitlock, tidak bisa mengikuti dua kali unjuk rasa gerakan yang dia pimpin tersebut.
Dilansir dari New York Post, Whitlock yang mengelola laman Facebook ReOpen NC.
Di laman Facebook itu terdapat keterangan bahwa kebanyakan anggota gerakan anti-lockdown merupakan pemilik bisnis dan karyawan yang kehilangan pendapatan mereka sehingga tidak bisa memberikan hak-hak keluarga mereka.
"Kami bersama-sama menuntut aksi dari para pejabat," ungkap keterangan di grup tersebut.
Sebelum karantina mandiri, Whitlock termasuk yang paling vokal menentang penerapan lockdown dalam upaya negara itu memutus pandemi covid-19.
"Saya akan mengambil sikap setiap hari sampai kita menjadi orang bebas lagi, untuk memperingatkan karena seseorang harus melakukan hal yang benar dalam menghadapi kesalahan," kata Whitlock dalam sebuah unggahan di Facebook.
Dia juga menulis tentang bagaimana pembatasan yang diberlakukan di tengah pandemi Covid-19 telah melanggar hak Amandemen Pertama serta hak Amandemen ke-5 dan 14.
Dia mengatakan "dipaksa" memasuki karantina yang mana hal itu sebenarnya melanggar hak Amandemen Pertama.
Hal lain yang dikritisi Whitlock, seperti dikutip media Raleigh News and Observer, adalah prosedur karantina bagi pengobatan pasien covid-19.