IATA Memprediksi Industri Penerbangan Kembali Normal Pada 2023
Asosiasi Transportasi Udara Internasional atau IATA, merilis sebuah analisis kondisi perjalanan udara akibat wabah Covid-19.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM - Asosiasi Transportasi Udara Internasional atau IATA, merilis sebuah analisis kondisi perjalanan udara akibat wabah Covid-19.
Mengutip dari laman situs Lonely Planet pada Selasa (26/5/2020), IATA mengatakan industri penerbangan akan mengalami dampak berkepanjangan akibat wabah ini hingga 2023.
IATA menyebutkan, industri penerbangan tidak akan mudah mengalami pemulihan ke tingkat pada saat wabah ini belum terjadi, dan diperkirakan hingga 2023.
Baca: Rute Penerbangan Berkurang, Garuda Indonesia Parkirkan 70 Persen Pesawatnya
Menurut IATA, permintaan penumpang global pada 2021 akan meningkat menjadi 24 persen di bawah level saat 2019, dan 32 persen lebih rendah dari perkiraan yang dibuat pada Oktober 2019.
Hal ini karena pembukaan ekonomi dan pelonggaran pembatasan perjalanan yang lebih lambat, hingga kuartal ketiga tahun ini yang dimungkinkan karena gelombang kedua virus.
Selain itu adanya tindakan karantina pada saat kedatangan, akan merusak kepercayaan diri dalam perjalanan udara.
Hasil survei IATA, menyebutkan 69 persen pelancong baru-baru ini menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk bepergian jika itu melibatkan periode karantina 14 hari.
Menurut Director General and CEO IATA Alexandre de Juniac, membangun kembali kepercayaan diri penumpang akan memakan waktu lebih lama.
"Karena saat ini pelancong individu dan perusahaan cenderung dengan berhati-hati, mengelola pengeluaran perjalanan mereka dan memilih meningkatkan yang dekat dengan rumah," ucap Alexandre.
Menurut Alexandre, pihak maskapai membutuhkan solusi untuk perjalanan aman, serta dapat mengatasi dua tantangan.
"Karena dengan begitu dapat memberikan kepercayaan diri penumpang untuk melakukan perjalanan dengan aman, dan tanpa kerumitan yang tidak semestinya. Hal tersebut juga dapat memberi pemerintah kepercayaan bahwa mereka terlindung dari penyebaran virus," kata Alexandre.