Apakah Trump Bisa Kerahkan Militer Gara-gara Kasus George Floyd?
Unjuk rasa puluhan ribu warga Amerika Serikat terutama warga kulit hitam terus meluas pada hari kedelapan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC -- Unjuk rasa puluhan ribu warga Amerika Serikat terutama warga kulit hitam terus meluas pada hari kedelapan.
Sebagian besar secara damai, di seluruh penjuru Amerika Serikat pada malam kedelapan menyusul kematian warga Amerika keturunan Afrika George Floyd. S
Salah satu protes terbesar - yang diikuti oleh sanak saudara Floyd, berlangsung di tempat asalnya, Houston, Texas.
Banyak yang tidak mengindahkan jam malam di beberapa kota, yang memang diterapkan setelah kekerasan dan penjarahan pada Senin malam (1/2/2020).
Paus Fransiskus mengeluarkan seruan agar masalah rasisme tidak diabaikan. "Kita tidak boleh membiarkan rasisme," kata Paus.
Namun ia juga mengecam kekerasan, "Tak ada yang didapat dari kekerasan dan banyak kerugian."
Ketika unjuk rasa menyebar ke seluruh penjuru Amerika Serikat, Presiden AS Donald Trump mengancam untuk mengerahkan tentara untuk mengakhiri kerusuhan.
Trump mengatakan ia akan mengerahkan militer jika pemerintah kota dan negara gagal untuk memecahkan masalah.
Tetapi beberapa gubernur negara bagian mengatakan pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengirim pasukan federal tanpa izin dari otoritas negara.
Dapatkah presiden mengerahkan tentara? Singkatnya, bisa dalam keadaan tertentu.
Sudah ada ribuan pasukan dikerahkan dari Garda Nasional, yang merupakan kekuatan cadangan untuk Angkatan Darat AS.
Baca: NTB Diguncang Gempa Bermagnitudo 6, Goyangannya Terasa Hingga Denpasar
Baca: Rusia Dapat Bocoran, China dan India Sudah di Ambang Perang, Perbatasan Kedua Negara Makin Tegang
Baca: Siswa 16 Tahun Jadi Korban Perkosaan Ayah Kandung, Ibunya Curiga Makin Hari Badannya Tambah Melar
Mereka berada di lebih dari 20 negara bagian di seluruh AS mencoba untuk memadamkan protes, tetapi pasukan ini telah diminta oleh pemerintah kota atau negara bagian.
Namun, hukum AS yang disahkan pada abad ke-19 menjabarkan keadaan ketika pemerintah di Washington DC dapat campur tangan tanpa otorisasi negara.
Undang-undang Pemberontakan mengatakan persetujuan gubernur tidak diperlukan ketika presiden menentukan situasi dalam keadaan tidak memungkinkan untuk menegakkan hukum AS, atau ketika warga negara terancam.
UU disahkan pada 1807 untuk memungkinkan presiden memanggil milisi untuk melindungi negara dari "serangan bermusuhan dari suku Indian", dan kemudian diperpanjang untuk memungkinkan penggunaan militer AS dalam gangguan domestik dan untuk melindungi hak sipil.