Media Israel: Iran, Turki, China, dan Rusia 'Happy' Amerika Serikat Dilanda Kerusuhan
China, Rusia dan Iran menggunakan media yang disponsori negara untuk menyerang AS atas pembunuhan George Floyd dan kerusuhan sipil yang terjadi.
Editor: Malvyandie Haryadi
Ketiga negara menggunakan kehadiran editorial online mereka yang substansial untuk mengkritik pembunuhan Floyd, reaksi polisi terhadap protes, dan Presiden Donald Trump. Akan tetapi, menurut laporan itu, tujuan mereka tampaknya berbeda.
“Tujuan utama Tiongkok tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS atas tindakan keras Tiongkok terhadap Hong Kong. Tujuan utama Iran tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS terhadap catatan hak asasi manusia Iran dan untuk menyerang sanksi AS," kata laporan tersebut balik menyalahkan negara-negara yang mengkritik AS.
Ditambahkan pula, “Media-media yang dikendalikan oleh Rusia sebagian besar terfokus pada fakta-fakta aksi protes, sejalan dengan praktik yang sudah berlangsung lama dalam meliput unjuk rasa di Barat; beberapa konten editorial individual juga menyerang kritikus Kremlin dan media arus utama."
"Malam ini, aktivitas media sosial tentang # protes & reaksi balasan dari akun media sosial terkait dengan setidaknya 3 musuh asing. Mereka tidak membuat divisi ini. Tapi mereka aktif memicu & mempromosikan kekerasan & konfrontasi dari berbagai sudut."
Sejumlah lembaga nirlaba pendukung AS justru menyalahkan kritikan yang datang dari Iran, Turki, China, dan Rusia. Mereka kerap mengabaikan upaya intervensi AS ke negara-negara lain di dunia jika terjadi unjuk rasa di negara tersebut.
Mantan Menhan AS: Trump Ingin Memecah Belah
Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Jim Mattis pada Rabu (3/6/2020), mengkritik mantan bosnya Donald Trump, dengan sebuah pernyataan yang menuduh presiden AS itu berusaha menabur perpecahan di AS.
“Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak sedikitpun berusaha menyatukan warga Amerika, berpura-pura mencoba pun tidak,” kata Mattis dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan secara online oleh majalah The Atlantic.
“Dia malah mencoba memecah belah kita,” tambahnya.
Mattis mengkritik keputusan Trump yang menggunakan kekuatan militer untuk menindak aksi unjuk rasa yang berlangsung atas tindakan kepolisian yang menyebabkan kematian seorang pria kulit hitam, George Floyd.
Mattis juga menyatakan bahwa Trump sedang menyiapkan “konflik palsu” antara militer dan masyarakat sipil.
Mattis juga lontarkan kritik pedas terhadap aksi Trump yang berpose dengan sebuah alkitab di sebuah gereja bersejarah pada Senin (01/06).
Untuk melanggengkan aksi Trump ini, para penegak hukum disebut secara paksa mengosongkan Lafayette Square, yang berada di seberang Gedung Putih, dari para demonstran yang melakukan unjuk rasa secara damai.
Mattis mengatakan dirinya tidak pernah membayangkan pasukan militer “akan diperintahkan dalam keadaan apa pun untuk melanggar hak-hak konstitusional warga negara, apalagi hanya untuk sebuah aksi berfoto bagi Trump, dengan pimpinan militer berdiri di sampingnya.”