Kepala Serikat Polisi New York Sebut Kematian George Floyd adalah Pembunuhan
Kepala Serikat Polisi New York pada Selasa (9/6/2020) lalu secara tegas mengecam tindakan empat polisi Minneapolis yang menindak George Floyd.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Serikat Polisi New York pada Selasa (9/6/2020) lalu secara tegas mengecam tindakan empat polisi Minneapolis yang menindak George Floyd.
Patrick Lynch, Presiden Asosiasi Kebajikan Polisi Kota New York menilai apa yang terjadi kepada Floyd merupakan tindakan pembunuhan.
Di sisi lain dia juga mengritik pengunjuk rasa yang menyebarkan retorika anti-polisi hingga menimbulkan kekacauan.
Lynch menyoroti aksi damai yang berujung bentrok antara polisi dengan para warga sipil selama dua pekan demonstrasi nasional.
"Tidak ada wanita atau pria yang memiliki perisai di dada mereka, sebuah tambalan di bahu mereka terlepas dari apa lengan penegakan hukum mereka berasal akan mendukung atau membela pembunuhan orang yang tidak bersalah, dan itulah yang terjadi," kata Lynch saat konferensi pers di Pulau Randall, New York dikutip dari Fox News.
"Mari kita tegas," tambahnya.
Baca: Pemakaman George Floyd Dihadiri 500 Pelayat, Jenazah Disemayamkan di Houston Tempatnya Dibesarkan
Baca: Tentara Garda Nasional AS Positif Covid-19 Setelah Kawal Unjuk Rasa Kematian George Floyd
Lynch mengatakan dia tidak pernah menemui aturan yang mendukung penangkapan dengan melakukan chokehold selama delapan menit, menyoroti insiden George Floyd.
"Tidak ada perlawanan. Tidak ada alasan."
"Jadi saya berbicara atas nama setiap petugas polisi di sini, tindakan itu salah dan kami mengecam itu dan sudah kami lakukan sejak awal," jelas Lynch.
Kendati demikian, dia juga membela para penegak hukum yang berusaha mengamankan aksi demonstrasi.
Dia mengecam provokator yang menyebarkan paham anti-polisi di tengah-tengah aksi damai itu.
George Floyd adalah pria Afrika-Amerika yang meninggal setelah lehernya dikunci oleh polisi Derek Chauvin.
Dalam video viral yang menjadi alat bukti, Floyd berulangkali mengatakan bahwa dia tidak bisa bernapas.
"Tolong, aku tidak bisa bernapas," kata-kata terakhir Floyd yang digaungkan selama protes nasional AS.
Hingga tidak sadarkan diri, Chauvin tetap menekan leher Floyd dengan lututnya setidaknya selama sembilan menit total.
Floyd harus meninggal di tangan polisi karena diduga memalsukan uang senilai Rp 280 ribuan.
Kembali ke pidato Lynch, seruan untuk menggunduli polisi kerap kali berubah menjadi aksi kekerasan.
Sekitar 300 petugas NYPD terluka sejak demonstrasi dimulai dua pekan silam.
Lebih dari 700 pengaduan diajukan ke departemen kepolisian dalam jangka waktu yang sama.
"Kami sudah memprotes," kata Lynch, sebagaimana dilaporkan New York Post.
"Kami mempercayainya dan kami percaya pada hak-hak mereka, tetapi sekarang kami dibimbing oleh orang-orang yang berniat melakukan kekerasan dari luar komunitas kami, yang melemparkan batu, memecahkan kaca, yang menyebabkan kekerasan yang melukai 300 petugas polisi, beberapa kejam. Itulah yang kami kecam," tegasnya.
Baca: Tentara Garda Nasional AS Positif Covid-19 Setelah Kawal Unjuk Rasa Kematian George Floyd
Baca: AS Merapat Ke Taiwan, China Pamer Kekuatan Terhadap Wilayah yang Diklaim Sebagai Teritorinya
Dia juga mengritik anggota parlemen karena mengabulkan serangkaian gugatan reformasi pada polisi minggu ini, termasuk larangan chokeholds.
Senator negara mengeluarkan undang-undang untuk mencabut 50A, bagian dari Hukum Hak Sipil Negara Bagian New York yang melindungi catatan disiplin petugas polisi dari publik, dimana ini ditolak oleh serikat polisi.
Setelah konferensi pers, Lynch menoleh ke ratusan polisi di belakangnya.
"Jangan pernah meminta maaf karena menjadi petugas polisi Kota New York," katanya.
"Garis biru di bendera. Garis biru di stiker di belakang mobil kita, itu bukan hanya slogan. Itu bukan hanya garis. Itu kamu," tambahnya menyemangati para polisi ini.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)