Konten Online Makin Diawasi, China Perketat Sensornya pada Literatur Digital
Platform literatur online harus mematuhi protokol ketat dalam mengelola pekerjaannya untuk 'melayani kepentingan masyarakat'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - China telah memperkenalkan serangkaian pedoman baru untuk ranah publikasi online yang akan menunjukkan bahwa literatur digital harus tunduk pada sensor yang lebih ketat.
Menurut pengumuman yang dikeluarkan oleh National Press and Publication Administration (NPPA) China, platform literatur online harus mematuhi protokol ketat dalam mengelola pekerjaannya untuk 'melayani kepentingan masyarakat'.
Dikutip dari laman Taiwan News, Selasa (16/6/2020), arahan tersebut meminta bisnis penerbitan digital untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi literatur elektronik dengan memastikan kuantitas yang terkontrol dan meningkatkan kualitas karya sastra.
Sistem registrasi terhadap nama asli penulis pun akan diterapkan untuk akuntabilitas yang lebih baik.
Selain itu, komentar serta interaksi antara penulis dan pembaca juga akan diatur dalam pedoman baru ini.
Otoritas pengawas juga disarankan untuk mengadopsi pendekatan carrot-and-stick bagi industri tersebut.
Ini berarti memungkinkan pengawas dalam memberikan penghargaan dan menghukum platform e-literatur, berdasar pada bagaimana upaya mereka dalam memberikan pengaruh positif dan mempromosikan moral yang baik bagi masyarakat.
Perlu diketahui, langkah ini dipandang sebagai upaya China untuk lebih mengekang kebebasan berekspresi di negara itu.
Menurut CNA, upaya ini pun sebenarnya telah dimulai sejak 2015 lalu.
Sebelumnya, tindakan keras besar-besaran yang diterapkan pada literatur online pada tahun 2018, membuat 400 situs web terpaksa ditertibkan, termasuk platform www.jjwxc.net yang sangat populer.
Karena pihak berwenang menganggap ada muatan konten cabul di dalamnya, pelanggaran hak cipta, dan pelanggaran lainnya.
Menurut Pusat Informasi Jaringan Internet China (CNNIC), jumlah pembaca literatur digital China telah mencapai 455 juta pada 2019.