Virus Flu Babi Jenis Baru G4 Muncul di China, Berpotensi Jadi Pandemi Baru
Seorang ilmuwan di China menemukan virus varian baru G4 EA H1N1 yang berpotensi menjadi pandemi.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang ilmuwan di China menemukan virus varian baru yang berpotensi menjadi pandemi.
Virus yang oleh para peneliti dinamai G4 EA H1N1 ini bisa tumbuh dan berkembang biak di sel-sel yang menuju pernapasan manusia.
Para peneliti juga khawatir virus ini dapat bermutasi lebih lanjut, sehingga bisa menyebar antar manusia dan memicu wabah global.
Prof Kin-Chow Chang dari Universitas Nottingham Inggris menerangkan semua pihak tidak boleh lengah meski saat ini virus Covid-19 sedang menyerang umat manusia seluruh dunia.
Baca: Ilmuwan Klaim Virus G4, Flu Babi Jenis Baru yang Ditemukan di China, Bisa Jadi Pandemi
Sementara itu, Profesor James Wood menjelaskan saat ini umat manusia terus-terusan menghadapi risiko munculnya parogen zoonosis baru.
Menurutnya hewan ternak yang lebih berkontak dengan manusia daripada satwa liar juga bisa menjadi sumber virus pandemi.
"Infeksi zoonosis disebabkan oleh patogen yang melompat dari hewan ke manusia," ujarnya.
Baca: 7 Alasan Virus Flu Babi Baru G4 Berpotensi Jadi Pandemi, Bisa Menular Via Kontak Langsung & Droplet
Virus G4 EA H1N1 diketahui bisa tumbuh dan berkembang pada sel-sel di dalam saluran pernapasan manusia.
Para ilmuwan juga telah menemukan bukti penularan pada manusia yang bekerja pada industri peternakan babi di China.
Penelitian tersebut dilakukan para ilmuwan gabungan dari beberapa universitas di China, serta Chinese Center for Disease Control and Prevention (China CDC).
Baca: Muncul Flu Babi Jenis Baru di China yang Berpotensi Menjadi Wabah
Mengutip Science Alert, studi ini telah dipublikasikan pada jurnal sains PNAS.
Awal penelitian sudah dimulai sejak 2011.
Selama delapan tahun yakni 2011-2018, para peneliti mengambil 30.000 sampel swab hidung dari tempat penjagalan babi yang tersebar di 10 provinsi di China.
Dari pengambilan sampel tersebut, mereka mendapatkan 179 jenis flu babi.
Mayoritas jenis virus tersebut menyebar di peternakan babi sejak 2016.
Para ilmuwan kemudian melakukan eksperimen terhadap musang.
Hewan ini kerap digunakan dalam eksperimen virus flu karena menimbulkan gejala yang hampir mirip dengan manusia.
Terutama demam, batuk, dan bersin.
Dari eksperimen tersebut, diketahui tingkat infeksi virus G4 sangatlah tinggi.
Virus tersebut bereplika dalam sel-sel tubuh manusia dan menimbulkan gejala yang lebih serius dibandingkan
jenis virus flu lainnya.
Tes antibodi juga membuktikan bahwa tidak ada imunitas yang terbentuk dari virus flu biasa (musiman) untuk dapat melawan G4.
Saat para peneliti melakukan tes antibodi terhadap populasi yang memiliki kontak dekat dengan virus tersebut, hasilnya mencengangkan.
Sebanyak 10,4 persen pekerja di penjagalan dan peternakan babi disebut telah terinfeksi.
Tes yang sama juga memprediksi sekitar 4,4 persen populasi China secara keseluruhan telah terinfeksi G4.
Karena itu, mereka mengingatkan berbagai pihak untuk memonitor para pekerja peternakan terutama babi.
“Ini adalah pengingat bahwa kita selalu berisiko tinggi terhadap penyakit zoonosis, terutama yang berasal dari peternakan,” tutur James Wood, Kepala Departemen Pengobatan Hewan di Cambridge University.
Virus ini sangat unik, sebab menjadi gabungan dari beberapa virus sekaligus.
Satu strain mirip dengan flu burung di Eropa dan Asia, strain H1N1 yang menyebabkan pandemi pada 2009, dan
strain H1N1 dari Amerika Utara yang memiliki gen dari virus influenza pada burung, manusia, dan babi.
Penulis utama Sun Honglei dikutip dari Science Mag menjelaskan gen G4 berpotensi mengarah pada penularan dari manusia ke manusia.
Maka, ia menilai perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat.
Meski virus itu bisa berpindah ke manusia, tetapi pada kebanyakan kasus, virus ini tidak menular antar manusia.
Dua kasus infeksi G4 sudah pernah didokumentasikan sebelumnya.
Namun, kedua infeksi itu tidak menular ke manusia lain.
Sehingga, Ahli Biologi Evolusi dari US
National Institutes of Health's Fogarty International Center, Martha Nelson, menganggap potensi virus ini menular antar manusia cukup rendah. (Science Alert/BBC/AFP/wly)