Reaksi Dunia soal UU Keamanan Nasional Hong Kong, Boikot Film Mulan hingga Tawari Izin Tinggal
Sejumlah negara turut melakukan protes terhadap UU Keamanan Nasional China yang dianggap memangkas otonomi Hong Kong.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah negara turut melakukan protes terhadap UU Keamanan Nasional China yang dianggap memangkas otonomi Hong Kong.
Pada Selasa (30/6/2020), China resmi memberlakukan UU Keamanan Nasional yang banyak ditentang masyarakat dan beberapa negara dunia.
Undang-undang tersebut mengizinkan China menghukum warga Hong Kong yang melakukan kejahatan terorisme, pemisahan diri, subversi, dan kolusi dengan negara asing dimana hukuman paling berat seumur hidup.
Baca: Tegaskan Prinsip Satu Negara Dua Sistem, China Resmi Terapkan UU Keamanan Nasional di Hong Kong
Baca: Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Sebut Pengunjuk Rasa “Musuh Rakyat”
Di bawah aturan baru, memungkinkan personel keamanan beroperasi secara legal.
Undang-undang ini berpotensi memberikan Beijing kekuatan lebih besar untuk mengatur Hong Kong.
UU ini juga dianggap memangkas kebebasan bicara, karena dalam 24 jam setelah peraturan itu berlaku seorang warga Hong Kong ditangkap polisi karena mengibarkan bendera 'HK Independence'.
Berikut beberapa reaksi dunia atas tindakan China kepada Hong Kong:
1. Boikot Film Mulan
Di Seoul, mahasiswa dan kelompok sipil Korea Selatan memboikot film Mulan pada Rabu (1/7/2020) untuk mendukung protes demokrasi Hong Kong.
Beberapa kelompok pelajar dan sipil mengadakan rapat umum di depan Walt Disney Co. Korea di Seoul selatan, meminta perusahaan untuk membatalkan rencananya untuk merilis film di negara ini.
Pengunjukrasa mengecam aktris utama Liu Yifei karena komentar pro-China yang ditulisnya di media sosial disaat protes demokrasi marak di Hong Kong.
"Sebagai seseorang yang berkontribusi menekan rakyat Hong Kong, dia tidak bisa menjadi protagonis Mulan, yang merupakan cerita tentang cara mengatasi diskriminasi," kata mereka, dikutip dari Yonhap.
Aktris berdarah China-Amerika berusia 33 tahun yang dikenal sebagai Crystal Liu itu juga sempat menuai kontroversi tahun lalu.
Dia terang-terangan menyatakan dukungan kepada kepolisian Hong Kong selama protes.
2. Cabut Keistimewaan Ekonomi
Pada akhir Mei lalu, AS mencabut keistimewaan ekonomi yang selama ini diberikan pada Hong Kong.
Menurut AS, Hong Kong tidak lagi otonom seperti dulu, sebagaimana dikutip dari NPR.
Lalu pada akhir Juni ini, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan diakhirinya penjualan peralatan militer dan teknologi lainnya ke Hong Kong.
Departemen Perdagangan menangguhkan perlakuan istimewa dan pengecualian lisensi ekspor untuk Hong Kong di hari yang sama.
Menurut Ho-Fung Hung, seorang profesor ekonomi politik di Universitas Johns Hopkins, langkah-langkah ini bisa memperumit rencana China mengubah Delta Sungai Pearl di China selatan menjadi pusat kekuatan ekonomi yang terkoordinasi dengan Hong Kong sebagai pusat teknologi.
Selain itu, Departemen Luar Negeri juga membatasi visa pejabat China yang dianggap bertanggung jawab atas ketidakbebasan Hong Kong.
3. Menawarkan Izin Menetap
Mantan penguasa kolonial Hong Kong, Inggris menawarkan izin menetap di negara itu untuk sekitar 3 juta warga Hong Kong.
Hal serupa dilakukan Australia, namun niat itu masih dipertimbangkan pemerintahan.
Taiwan juga membuka kantor baru untuk membantu warga Hong Kong melarikan diri dari negaranya.
Baca: Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Sebut Pengunjuk Rasa “Musuh Rakyat”
Baca: Hong Kong dan Tokyo, Dua Kota Termahal bagi Ekspatriat
Lalu di Washington, minggu ini kongres memperkenalkan undang-undang untuk memudahkan warga Hong Kong diklasifikasikan sebagai pengungsi dan diterima di Amerika Serikat.
Selama protes bergulir hingga UU Keamanan Nasional disahkan, China menolak campur tangan asing.
Pihaknya mengatakan bahwa Hong Kong adalah urusan dalam negeri China.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)