Intelijen China Ancam Pimpinan Komunitas Masyarakat Muslim Uighur di Jepang
Saat ini Harimoto mengaku tak bisa lagi menghubungi kakaknya di China karena dia menolak kerja sama dengan intelijen China tersebut.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pimpinan komunitas masyarakat muslim Uighur di Jepang, Harimoto, dalam wawancara dengan TV Asahi, Senin (6/7/2020) pagi ini mengakui merasa diancam oleh intelijen China.
"Intelijen China itu meminta saya kerja sama menjadi mata-mata China di Jepang. Sebagai imbalannya mereka akan menjaga dengan baik kakak saya yang ada di Uighur," kata Harimoto.
Saat wawancara itu pun terlihat wajah intelijen China dengan kaos biru berkacamata dengan rambut cepak.
"Kami cuma ingin kerja sama dengan kalian saja di Jepang supaya apa yang sudah ada di Uighur berjalan dengan baik," kata intelijen tersebut.
Saat ini Harimoto mengaku tak bisa lagi menghubungi kakaknya di China karena dia menolak kerja sama dengan intelijen China tersebut.
"Saya bukan mata-mata China. Akibatnya saya kehilangan kontak dengan kakak saya sampai sekarang tak bisa menelepon dia lagi, tak tahu dia ada di mana sekarang," kata Harimoto.
Harimoto melakukan unjuk rasa di Tokyo dengan kelompoknya dan dibantu banyak warga Jepang, agar Uighur dibebaskan oleh China karena memiliki karakter yang berbeda serta rumpun yang berbeda pula dengan China, selain juga perbedaan agama.
Baca: China Bantah Laporan Investigasi Adanya Pemaksaan Aborsi dan Kontrasepsi Etnis Uighur di Xinjiang
Baca: Donald Trump Tunda Sanksi Kasus Muslim Uighur untuk China karena Masih Negosiasi soal Pedagangan
China sejak beberapa tahun terakhir berupaya menerapkan kebijakan One Belt and One Road yang membuat perlintasan kereta api melalui daerah Uighur dan diprotes keras masyarakat setempat.
Seorang penerjemah Jerman, Marei Mentlein yang telah 12 tahun berdomisili di Jepang juga mengakui besarnya pengaruh China di Jerman.
"Pengaruh China di Jerman sudah sangat besar, misalnya di industri mobil 30 persen dikuasai China. Itu sebabnya beberapa keputusan Jerman sering kali pro China saat ini," kata Marei Mentlein di TV Asahi, Senin (6/7/2020).
"Proyek One Belt and One Road China sangat gencar dilakukan sehingga akan melalui Indonesia juga terutama melalui proyek perkeretaapian yang ada di Indonesia," ungkap seorang peneliti terkenal Jepang, sumber Tribunnews.com beberapa waktu lalu.
Diskusi mengenai Jepang dalam WAG Pecinta Jepang terbuka bagi siapa pun. Kirimkan email dengan nama jelas dan alamat serta nomor whatsapp ke: info@jepang.com