Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Donald Trump Terus Gunakan “Kartu China” untuk Memikat Pemilih di Pilpres AS

Trump lewat pidatonya tercatat menyebut China lebih dari 10 kali, termasuk menyebut Covid-19 sebagai "virus China".

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Donald Trump Terus Gunakan “Kartu China” untuk Memikat Pemilih di Pilpres AS
AFP
RUSUH AS - Polisi antihuru-hara berusaha melindungi tubuhnya dari serangan massa pengunjukrasa di rangkaian demonstrasi Black Lives Matter di Amerika beberapa waktu lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Menggunakan istilah novel coronavirus sebagai "virus China" saat berpidato di forum Konvensio Nasional Republik (RNC), Donald Trump terus berupaya mengalihkan perhatian kegagalan pemerintahannya di hadapan rakyat AS.

Trump gagal total menangani epidemi virus yang menewaskan 170.000 penduduk Amerika, sekaligus membuat ekonomi negara itu lesu. Trump pada saat yang sama menggembar-gemborkan pencapaian pribadinya selama memerintah.

Donald Trump menyampaikan pidato pencalonan Partai Republik untuk masa jabatan kedua, Jumat (28/8/2020) WIB, satu minggu setelah Joe Biden menerima pencalonan Partai Demokrat. Trump resmi menerima pencalonan partainya.

Media Global Times di Beijing secara khusus menyoroti retorika Trump di pidato konvensi yang dihadiri lebih dari 1.000 orang di Taman Selatan Gedung Putih. Sebagian peserta tak menggunakan masker dan tidak ada tes deteksi virus corona.

Baca: Donald Trump Resmi Capres AS dari Partai Republik, Lawannya Joe Biden dari Partai Demokrat

Baca: Donald Trump Janji Buat AS Lebih Baik Jika Kembali Jadi Presiden & Tuding Joe Biden Komplotan China

Baca: Peserta Pidato Melania Trump di Rose Garden Hadir Tanpa Masker serta Tak Ada Pengecekan Suhu

Trump lewat pidatonya tercatat menyebut China lebih dari 10 kali, termasuk menyebut Covid-19 sebagai "virus China". Ia menggembar-gemborkan upayanya menahan China dan mengklaim China ingin Joe Biden menang.

Sebagai perbandingan, Biden hanya menyebut China satu kali dalam pidatonya pekan lalu. Para ahli mengatakan kepada Global Times, memainkan "kartu China" adalah taktik usang yang juga digunakan Trump empat tahun lalu dalam kampanye pemilihan pertamanya.

Pada kenyataannya, memusuhi China adalah caranya menciptakan musuh dalam upaya untuk menenangkan basis pendukungnya.

BERITA REKOMENDASI

"Dia menciptakan konflik baik di dalam maupun di luar AS empat tahun lalu, yang memberinya kemenangan yang mengejutkan. Jadi, kali ini, dia ingin meniru kesuksesan tersebut," Li Haidong, profesor di Institut Hubungan Internasional Luar Negeri Universitas Negeri China.  

"Trump ingin memperkuat pendukung setianya dan memengaruhi pemilih yang tidak setia dengan peringatan berulangnya tentang 'ketakutan' dalam hubungannya dengan China,” jelas Diao Daming, pakar politik AS dan profesor di Universitas Renmin di Beijing.

“Tapi sejauh ini tidak berdampak pada swing voters," imbuh Daming. Trump terus membuntuti Biden dengan rata-rata 7,7 % dalam jajak pendapat terbaru.

Tetapi jajak pendapat sebelumnya yang diambil setelah Konvensi Nasional Demokrat pada 24 Agustus menunjukkan Biden unggul rata-rata 10 persen.

Para pengamat mengatakan masih sulit untuk memprediksi siapa yang akan menang, dan tiga debat presiden mungkin tidak berpihak pada Biden.


 "Jika Biden memimpin lebih dari 10 persen setelah debat pada 22 Oktober, hampir bisa dipastikan dia akan mengalahkan Trump. Jika selisihnya di bawah 5 persen, Trump masih memiliki peluang untuk dipilih kembali," kata Diao.

Tetapi menurut para pakar yang dikontak Global Times, tidak peduli hasilnya, ada konsensus dalam masyarakat China bahwa tidak ada kandidat yang akan bersikap lunak terhadap China.

"Bersikap keras terhadap China tidak akan berubah tidak peduli siapa yang menang. Perbedaannya adalah apakah hubungan akan berubah menjadi konfrontasi antara orang-orang yang beradab, atau konfrontasi antara orang-orang yang beradab dan orang barbar," kata Li.

Tiga Kartu untuk Dimainkan

Selama empat hari terakhir dari konvensi GOP, kroni Trump menggambarkannya sebagai orang yang berempati, peduli pada wanita dan komunitas kulit hitam.

Namun, negara itu terus bergulat dengan perpecahan ras yang mematikan. Konvensi tersebut juga memperkuat ancaman pelanggaran hukum dan kekerasan di bawah kepemimpinan potensial Demokrat.

Dalam pidato Kamis malam waktu Washington, Trump bahkan mengklaim telah melakukan lebih banyak untuk komunitas Afrika-Amerika daripada presiden lainnya sejak Abraham Lincoln.

Namun, para analis mengatakan AS bergerak mundur di bidang hak asasi manusia, dan situasi saat ini bisa lebih buruk daripada 1968, ketika protes melanda Wisconsin setelah seorang petugas polisi menembak Jacob Blake di Kenosha pekan lalu.

Insiden tersebut terjadi setelah kematian George Floyd akibat kekejaman polisi, yang memicu protes nasional terhadap isu rasisme di AS.

"Untuk memenangkan pemilu, beberapa politisi bahkan melontarkan pernyataan ekstrem yang mengabaikan kebenaran," kata Li.

Sun Chenghao, asisten peneliti di Institute of American Studies of the China Institutes of Contemporary International Relations, mengatakan kepada Global Times, Trump memainkan tiga kartu dalam pemilihan.

Pertama menuduh Partai Demokrat sebagai sosialis, dan ahwa Biden akan mengubah AS menjadi negara sosialis. Kedua, menentang kebijakan Biden, dan yang terakhir memainkan "kartu China".

Biasanya pidato pencalonan adalah tentang pemetaan kebijakan negara dalam empat tahun ke depan, namun diplomasi bukanlah isu yang hangat.

Namun, taktik Trump adalah menghubungkan China dengan masalah AS, termasuk kontrol epidemi yang buruk dan kinerja ekonomi.

"Taktik ini berguna untuk mengkonsolidasikan basisnya, tetapi tidak begitu berguna untuk memenangkan pemilih yang mudah berubah," kata Sun.

Ditanya tentang pidato Trump dalam konvensi jika Biden menang, China akan "memiliki" AS, dan Trump menang, dia akan memindahkan bisnis Amerika dari China ke AS, juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian mengatakan, Pemilu AS urusan domestik Amerika.(Tribunnews.com/GlobalTimes/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas