Raja Salman Copot Jenderal Fahd bin Turki, Komandan Tentara Saudi di Perang Yaman
Pengumuman tersebut menandai tindakan keras pemerintah terbaru terhadap apa yang menurut para pejabat adalah korupsi endemik di kerajaan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNJOGJA.COM, RIYADH – Penguasa tertinggi Arab Saudi Raja Salman bin Abdul Aziz mecopot dua bangsawan tinggi kerajaan dari tugas dan jabatannya atas tuduhan korupsi.
Menurut media kerajaan, Arab News, kasus tokoh yang masih kerabat dekat Raja Salman ini diserahkan ke badan pengawas anti-korupsi untuk diselidiki lebih lanjut.
Dalam keputusan kerajaan yang dikeluarkan Selasa (1/9/2020) pagi, Raja Salman mencopot Pangeran Fahd bin Turki bin Abdulaziz Al Saud.
Ia berpangkat Letnan Jenderal, dan terakhir ditunjuk sebagai komandan pasukan gabungan dalam pertempuran koalisi pimpinan Saudi di Yaman.
Kerajaan juga membebaskan putranya, Pangeran Abdulaziz bin Fahd, dari jabatannya sebagai wakil gubernur wilayah al-Jouf.
Keputusan itu didasarkan pada surat dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) kepada Nazaha, komite antikorupsi, untuk menyelidiki transaksi keuangan yang mencurigakan di kementerian pertahanan.
Empat Perwira Militer Juga Diselidiki
Pengumuman tersebut menandai tindakan keras pemerintah terbaru terhadap apa yang menurut para pejabat adalah korupsi endemik di kerajaan.
MBS, setelah menjadi pewaris takhta pada 2017 dalam kudeta istana, meluncurkan kampanye anti-korupsi yang membuat sejumlah bangsawan, menteri, dan pengusaha ditahan di hotel Ritz-Carlton Riyadh.
Sebagian besar dibebaskan setelah mencapai kesepakatan tertentu, dan mereka kemudian tinggal di permukiman yang dirahasiakan negara.
Sementara putra mahkota telah menjadikan pemberantasan korupsi sebagai pilar reformasinya, para kritikus mengatakan dia bergerak untuk mengesampingkan saingannya menuju suksesi takhta.
Pembersihan orang-orang penting di sekeliling kerajaan membuat MBS bisa mengendalikan aparat keamanan negara sepenuhnya.
Pihak berwenang menghentikan kampanye Ritz setelah 15 bulan, tetapi mengatakan pemerintah akan terus mengejar korupsi oleh pegawai negara.
Pada bulan Maret, pihak berwenang menangkap hampir 300 pejabat pemerintah, termasuk militer dan petugas keamanan, atas tuduhan penyuapan dan eksploitasi jabatan publik.
Human Rights Watch menyuarakan kekhawatiran atas penangkapan tersebut, memperingatkan kemungkinan proses hukum yang tidak adil dalam sistem peradilan yang tidak jelas.
Tindakan keras itu bertepatan dengan penangkapan Pangeran Ahmed bin Abdulaziz Al Saud, saudara laki-laki Raja Salman, dan keponakan raja Pangeran Mohammed bin Nayef, yang sebelumnya adalah putra mahkota.
Anggota keluarga Saad al-Jabri, mantan agen intelijen dan pembantu bin Nayef, juga terseret dalam kampanye tersebut.
Al-Jabri, yang tinggal di pengasingan di Kanada, baru-baru ini mengajukan gugatan di Amerika Serikat yang menuduh MBS mengirim regu pembunuh bayaran pada 2018 untuk membunuhnya.
Pangeran Fahd, yang dipecat pada Selasa, adalah komandan Pasukan Darat Kerajaan Saudi, unit pasukan terjun payung dan pasukan khusus sebelum ia menjadi komandan pasukan gabungan dalam koalisi.
Ayahnya adalah mantan wakil menteri pertahanan. Keputusan raja mengatakan putra mahkota Pangeran MBS menunjuk Letnan Jenderal Mutlaq bin Salim bin Mutlaq al-Azima untuk menggantikan Pangeran Fahd.
Koalisi melakukan intervensi di Yaman pada 2015 melawan gerakan Houthi yang didukung Iran, yang menggulingkan pemerintah yang didukung Saudi dari kekuasaan di Sanaa.
Konflik, yang dipandang sebagai perang proksi antara Arab Saudi dan Iran, telah mengalami kebuntuan militer selama bertahun-tahun.(Tribunnews.com/Aljazeera.com/xna)