Lima Alasan Normalisasi Hubungan Israel-UEA & Bahrain, Tetap Lanjut Walau Dinilai Khianati Palestina
Pada Selasa ini, delegasi Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) akan menandatangani perjanjian perdamaian.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pada Selasa ini, delegasi Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) menandatangani perjanjian perdamaian.
Perjanjian ini merupakan sejarah baru hubungan Israel dengan negara-negara Arab.
Normalisasi ditengahi Amerika Serikat dan penandatanganan dilangsungkan di Gedung Putih.
Baca: Update Corona Global 15 September: Total Kematian AS 199.000, India 80.808, Brasil 132.117
Baca: Reaksi Dunia Ketika Donald Trump Umumkan Normalisasi Hubungan Diplomatik Bahrain-Israel
Menteri luar negeri Bahrain juga menghadiri acara tersebut.
Pihaknya akan menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel, sebagaimana diumumkan Presiden AS Donald Trump pekan lalu.
Berikut 5 alasan mengapa normalisasi hubungan Israel-UEA dan Bahrain dinilai penting menurut BBC:
1. Negara Teluk Melihat Lebih Banyak Peluang Perdagangan
Kesepakatan ini akan membantu orang-orang negara Teluk yang ingin berbisnis dan berlibur.
Sepertinya, AS membantu melancarkan normalisasi ini dengan iming-iming UEA bisa membeli senjata canggih, yang tidak bisa dibeli UEA dulu.
Beberapa di antaranya pesawat tempur F-35 dan pesawat perang EA-18G Growler.
Diketahui UEA memiliki angkatan bersenjata lengkap di Libya dan Yaman.
Namun musuh potensial mereka, Iran berada tepat di sisi lain Negara Teluk.
Baca: Bahrain Ikuti Jejak UEA Normalisasi Hubungan dengan Israel
Israel dan AS saling bertukar kecurigaan terhadap Iran kepada UEA dan Bahrain.
Hingga 1969 Iran kerap mengklaim Bahrain sebagai bagian dari wilayahnya.
Sebenarnya kedua UEA dan Bahrain hampir tidak pernah menyembunyikan hubungan dengan Israel.
Bahkan kedua negara ini berharap bisa berdagang secara terbuka karena Israel memiliki sektor teknologi tercanggih di dunia.
Sebelum Covid-19 menyerang, orang Israel rajin berlibur ke gurun, pantai, dan mal di negara-negara Teluk, sehingga ini menjadi bisnis yang baik diantara mereka.
2. Israel Mengurangi Isolasi Wilayah
Normalisasi Israel dengan UEA dan Bahrain menjadi pencapaian baru bagi Israel.
Ini karena PM Israel, Benjamin Netanyahu dulu memiliki strategi 'Tembok Besi' penghalang antara negara Yahudi dengan Arab pada 1920an.
Netanyahu berencana memajukan kekuatan Israel hingga negara Arab mengakui keberadaan negaranya.
Orang Israel sebenarnya tidak suka berada di Timur Tengah dan perdamaiannya dengan Mesir dan Yordania tidak pernah hangat.
Israel mungkin berharap lebih bisa damai dengan negara Teluk yang lebih jauh dari wilayahnya.
Selain itu, damai dengan UEA dan Bahrain sama halnya dengan memperkuat aliansi melawan Iran, musuh nomor 1 Israel.
3. Misi Kudeta Kebijakan Luar Negeri Donald Trump Berhasil
Kesepakatan ini dinilai sebagai pencapaian untuk Presiden AS, Donald Trump.
Dengan adanya normalisasi hubungan, AS semakin menekan Iran sekaligus jadi amunisi untuk pemilu tahun ini.
Apa pun yang dilakukannya untuk menguntungkan Israel, atau khususnya pemerintah Benjamin Netanyahu, disetujui para pemilihnya dari American Christian Evangelical, bagian penting dari basis pemilihannya.
Rencana "Deal of the Century (Kesepakatan Abad Ini)" dari Trump untuk membuat perdamaian antara Israel dan Palestina bukanlah permulaan.
Tapi "Abraham Accords", sebutan perjanjian Israel-UEA, adalah perubahan signifikan dalam keseimbangan kekuatan di Timur Tengah dan disajikan oleh Gedung Putih sebagai kudeta kebijakan luar negeri yang besar.
4. Palestina Merasa Dikhianati
Tentu saja normalisasi ini menjadi pukulan besar bagi Palestina, yang bertahun-tahun hidup di bawah kudeta Israel.
Warga Palestina mengutuk "Abraham Accords" sebagai bentuk pengkhianatan.
Perjanjian baru itu melanggar konsensus Arab lama yakni harga hubungan normal dengan Israel adalah kemerdekaan bagi Palestina.
Tapi kini Israel semakin kuat dengan adanya UEA dan Bahrain, sedangkan Palestina masih berada di bawah tekanan pendudukan di Yerussalem Timur dan Tepi Barat.
Baca: Warga Palestina Berunjuk Rasa Menentang Normalisasi Hubungan Bahrain-Israel
Baca: Raja Salman: Arab Saudi Ingin Solusi yang Adil dan Permanen untuk Palestina
Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan, penguasa de facto UEA, mengatakan bahwa kesepakatannya dengan Israel untuk menghentikan aneksasi sebagian besar Tepi Barat Palestina.
PM Netanyahu nampaknya mundur dari keinginan mencaplok Tepi Barat, setidaknya sementara ini karena tekanan internasional yang kuat.
Kekahwatiran Palestina makin menjadi-jadi setelah Bahrain ikut menormalisasi hubungan dengan Israel.
Sebab hal itu tidak akan terjadi tanpa persetujuan Arab Saudi, dan mirisnya Arab Saudi merupakan penulis rencana perdamaian Arab yang menuntut perdamaian Palestina.
5. Iran Turut Mengecam Perjanjian Normalisasi
Para pemimpin Iran mengecam perjanjian normalisasi Israel-UEA dan Bahrain.
Perjanjian "Abraham Accords" membuat Iran semakin tertekan.
Sanksi dari Trump sudah menyebabkan penderitaan ekonomi yang nyata ditambah kabar normalisasi ini.
Pangkalan udara Israel jaraknya jauh dari Iran.
Sedangkan UEA berada tepat di seberang perairan Teluk.
Itu akan menjadi sangat penting jika ada pembicaraan kembali tentang serangan udara terhadap situs nuklir Iran.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)