Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Salah Ucap, Bukannya Herd Immunity, Donald Trump Sebut Herd Mentality Bisa Atasi Virus Corona

Presiden AS Donald Trump menggemborkan herd immunity, strategi kontroversial untuk memerangi pandemi virus corona, meskipun dia mungkin salah sebut

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Salah Ucap, Bukannya Herd Immunity, Donald Trump Sebut Herd Mentality Bisa Atasi Virus Corona
MANDEL NGAN / AFP
Presiden AS Donald Trump berpose dengan pembawa acara ABC New George Stephanopoulos di National Constitution Center di Philadelphia, Pennsylvania pada 15 September 2020. 

Temuan kunci adalah bahwa "sebagian besar populasi tampaknya tetap tidak terlindungi dari virus korona, bahkan di daerah dengan sirkulasi virus yang luas," Eckerle dan Meyer berkomentar dalam penelitian baru tersebut.

Eckerle mengepalai Centre Geneva for Emerging Viral Diseases, sementara Meyer adalah virolog di University of Geneva.

Mereka mengatakan: "Mengingat temuan ini, setiap pendekatan yang diusulkan untuk mencapai kekebalan komunitas melalui infeksi alami tidak hanya sangat tidak etis, tetapi juga tidak dapat diraih."

Seperti yang ditemukan dalam studi antibodi di tempat lain di dunia, wilayah yang paling padat penduduknya di Spanyol (ibukota Madrid dan kota Barcelona) memiliki tingkat antibodi tertinggi.

Madrid memiliki 10 persen sedangkan Barcelona 7 persen.

Bukti yang memberatkan herd immunity menumpuk

Penelitian yang menguji lebih dari 61.000 orang di Spanyol itu adalah yang penelitian terbaru yang memberatkan gagasan berhasilnya herd immunity.

Berita Rekomendasi

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan Mei lalu menunjukkan, hanya 7,3 persen orang di ibukota Swedia, Stockholm, yang mengembangkan antibodi virus corona.

Padahal, pemerintah Swedia sudah mengadopsi strategi baru dan kontroversial untuk tidak memaksakan penguncian yang ketat.

Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven pekan lalu memerintahkan penyelidikan penanganan virus di negaranya.

Ia mengatakan kepada wartawan, "kami memiliki ribuan orang meninggal dan sekarang pertanyaannya adalah bagaimana Swedia harus berubah."

Tidak seperti kebanyakan negara Eropa, Swedia tidak menerapkan langkah-langkah lockdown yang ketat dalam menanggapi pandemi.

Sebaliknya, sebagian besar bisnis dan perhotelan tetap terbuka dan siswa pun bersekolah.

Pada bulan Mei, ahli epidemiologi negara Swedia, Anders Tegnell, membenarkan tanggapan ini dengan mengatakan, negara-negara yang menerapkan penguncian ketat kemungkinan akan menderita gelombang kedua yang besar di akhir tahun, sedangkan Swedia akan lebih kecil.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas