Pemerintah Prancis Akan Usir Ratusan Pendatang yang Teradikalisasi
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan para radikalis di Prancis tidak akan bisa tidur nyenyak.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Pemerintah Prancis mengumumkan tindakan keras terhadap orang-orang asing yang dinyatakan teradikalisasi.
Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas pemenggalan seorang guru sejarah sebuah sekolah di pinggiran Paris, Jumat (16/10/2020).
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan para radikalis di Prancis tidak akan bisa tidur nyenyak. Ratusan postingan di media sosial yang membenarkan pembunuhan itu kini diselidiki.
Fox News dan Sputniknews melaporkan, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menyatakan, pihak berwenang akan mengusir 231 orang asing yang telah ditandai merah.
Baca juga: Tunjukkan Karikatur Nabi Muhammad ke Kelas, Guru di Paris Dipenggal, Pelaku Ditembak Mati
Baca juga: Presiden Emmanuel Macron Peringatkan Kelompok Berpaham Radikal di Prancis
Daftarnya ada di dalam File of Alerts for the Prevention of Terrorist Attacks (FSPRT). Daftar itu berisi nama-nama orang yang diduga terlibat aktivitas radikal.
Menurut pejabat Kemendagri Prancis, nama-nama dalam daftar itu termasuk sekitar 180 orang yang berada di balik jeruji besi saat ini, serta 51 orang lainnya yang mungkin akan segera ditangkap.
Menurut stasiun televisi Eropa1, seperti dikutip Sputniknews, secara keseluruhan lebih dari 850 imigran ilegal terdaftar di FSPRT.
Darmanin sebelumnya telah mempertimbangkan deportasi, dan menghubungi pemerintah Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Mereka diminta mengambil kembali warga negara mereka yang teradikalisasi.
Masalah hak suaka juga dilaporkan akan ditangani Menteri Dalam Negeri, dengan layanan yang sesuai ditugaskan untuk meneliti lebih cermat orang-orang yang berusaha untuk mendapatkan status pengungsi di Prancis.
Seorang pengungsi Chechnya berusia 18 tahun, yang diidentifikasi sebagai Abdoulakh Ansorov, merupakan tersangka utama pembunuhan yang mengejutkan Prancis pecan lalu.
Guru sejarah Samuel Paty (47), diserang dan dipenggal oleh pemuda yang dilahirkan di Moskow, dan dibesarkan di Prancis.
Paty sebelumnya telah menunjukkan karikatur nabi Islam Muhammad kepada murid-muridnya di sebuah sekolah di Conflans-Sainte-Honorine, barat laut Paris, selama pelajaran tentang kebebasan berbicara.
Sebelas orang telah ditahan sehubungan dengan serangan itu. Menurut laporan media Prancis, termasuk empat anggota keluarga penyerang.
Media Prancis menambahkan di antara enam orang yang ditangkap pada hari Sabtu adalah ayah seorang murid di sekolah tersebut, dan seorang pengkhotbah 'Islam radikal'.