Pangkalan Udara China di Kepulauan Spratly Dinilai Terlalu Rentan Serangan Musuh
China selama bertahun-tahun menguasai terumbu karang dan atol Kepulauan Spratly yang disengketakan sejak 2015. Vietnam dan Filipina ikut mengklaimnya.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, HONGKONG – Pangkalan udara militer China yang dibangun di Laut Cina Selatan dinilai rentan serangan, dan tidak terlampau berguna jika pecah perang besar.
Fasilitas militer di Kepulauan Spratly yang disengketakan itu telah membuat khawatir AS dan negara-negara yang terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan.
Majalah bulanan militer “Naval and Merchant Ships” yang terbit di Beijing, mengulas ukuran dan lokasi pangkalan itu, yang membuat mereka sulit untuk dipertahankan.
Landasan udaranya terlalu kecil untuk dapat digunakan secara efektif. Ulasan majalah itu dikutip South China Morning Post (SCMP), Minggu (6/12/2020).
Artikel di SCMP ini ditulis Kristin Huang, reporter senior desk China yang fokus isu diplomasi dan pertahanan.
Huang bergabung ke SCMP pada 2016. Sebelumnya ia reporter Kantor Berita China Review. Kristin memiliki minat pada isu keamanan Asia timur laut dan militer China.
Baca juga: Kandidat Menhan AS Usulkan AL Amerika Harus Tenggelamkan Semua Kapal China di Laut China Selatan
Baca juga: Konflik di Laut China Selatan, Indonesia Minta Semua Negara Menahan Diri
Baca juga: Kemenangan Joe Biden Diharapkan Bisa Akhiri Konflik di Laut China Selatan
Pangkalan yang benar-benar baru dibuat di pulau-pulau buatan China di Spratly, dianggap tak berkontribusi banyak pada misi tempur apa pun.
China selama bertahun-tahun mengubah terumbu karang dan atol yang didudukinya di Kepulauan Spratly yang disengketakan sejak 2015.
Gugusan karang itu diubah jadi pulau buatan. Di atasnya, militer China membangun lapangan terbang dan fasilitas militer lainnya.
Mereka juga menempatkan peralatan tempur, seperti senjata anti-pesawat dan sistem senjata jarak dekat. Informasi itu diungkapkan lembaga pemikir AS, Pusat Studi Strategis dan Internasional.
Langkah-langkah ini meningkatkan kecemasan di antara Negara yang mempersengketakan wilayah gugusan karang itu, seperti Vietnam dan Filipina.
Mereka khawatir pembangunan fasilitas militer itu memungkinkan Beijing menyerang pesawat tempur atau menembak jatuh rudal mereka dari fasilitas tersebut.
Ulasan majalah Naval and Merchant Ships secara khusus menyoroti kelemahan pulau-pulau buatan di empat wilayah di gugusan karang dan atoll Spratly.
Mulai jaraknya dari daratan, ukurannya yang kecil, kapasitas landasan udara yang terbatas, dan banyak rute terbuka bisa dipakai sebagai jalur penyerangan.