Berang dengan Sikap China Naikkan Tarif Produk Pertanian 80 Persen, Australia Ajukan Penyelidikan
Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan atas lonjakan 'tarif' yang dikenakan China
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA - Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas lonjakan 'tarif' yang dikenakan China pada perdagangan musim semi lalu.
Lonjakan tarif bahkan mencapai lebih dari 80 persen.
Menurut Birmingham, hal tersebut dipicu meningkatnya ketegangan antara kedua negara.
Ia mengatakan bahwa langkah ini tentunya akan membela kepentingan produsen Australia.
Baca juga: Panjat Pagar Pembatas, Wanita Australia Jatuh saat Berfoto di Tepi Tebing Setinggi 80 Meter
"Ini adalah langkah logis dan tepat yang harus diambil Australia. Kami sangat yakin bahwa berdasarkan bukti, data, dan analisis yang telah kami kumpulkan, Australia memiliki kasus yang sangat kuat untuk ditingkatkan sehubungan dengan upaya mempertahankan integritas dan kepatutan petani biji-bijian dan produsen jelai (barley) kami," jelas Birmingham, Rabu (16/12/2020).
Diberlakukan sejak Mei lalu, kenaikan tarif China ini terjadi setelah Kementerian Perdagangan negara itu mengeluh bahwa 'industri domestik' China telah mengalami kerusakan substansial akibat impor barley Australia.
Kenaikan tarif signifikan China terhadap produk biji-bijian dan barley Australia tentunya merugikan ekonomi Australia.
Baca juga: Australia Hentikan Pengembangan Vaksin COVID-19 Setelah Ada Reaksi Positif HIV
Saat itu, Birmingham mengecam keputusan tersebut dan mengisyaratkan pada November lalu bahwa Australia akan berupaya menyelesaikan masalah tersebut melalui WTO.
Meskipun ia mengatakan masalah itu telah dibawa ke lembaga internasional pada hari Rabu ini, dirinya tetap menyuarakan harapan bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan sebelum dibawa ke proses penyelesaian sengketa di WTO.
"Kami siap bekerja dengan China pada tahap apapun untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara kooperatif, seperti yang telah kami lakukan sebelumnya dengan negara lain," tegas Birmingham.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (16/12/2020), pengumuman ini muncul kurang dari sehari setelah Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison menegaskan bahwa China melanggar aturan WTO serta kesepakatan perdagangan bilateral, jika pindah ke pembatasan impor batu bara Australia.
Seperti yang ditunjukkan dalam laporan baru-baru ini oleh media pemerintah China.
Baca juga: Keadaan Mulai di Victoria Australia Membaik, Satu Bulan Tanpa Kasus Baru Virus Corona
Ditanya terkait pernyataan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin enggan memberikan rincian.
Namun merujuk pada tindakan yang baru-baru ini diambil oleh otoritas China pada beberapa produk impor dari Australia, ia bersikeras bahwa mereka menerapkan aturan sejalan dengan hukum dan peraturan China.
Sebelumnya, ketegangan antara kedua negara telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagian besar dimulai setelah Australia melarang raksasa telekomunikasi asal China, Huawei dan ZTE terlibat dalam peluncuran 5G negara itu.
Hubungan kedua negara ini pun semakin memburuk setelah Australia menyerukan penyelidikan internasional tentang asal-usul wabah virus corona (Covid-19) pada April lalu.
Langkah-langkah itu yang membuat China menuding bahwa anggota parlemen Australia bertindak atas perintah dari AS.
Sementara itu, ketegangan diprediksi mereda setelah kedua negara tergabung menjadi bagian dari salah satu blok perdagangan bebas terbesar di dunia, dengan 15 negara menandatangani kesepakatan besar yang dikenal sebagai Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) pada November lalu.