Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

China Jatuhkan Sanksi Kepada 28 Pejabat Amerika di Era Donald Trump, Ada Nama Mike Pompeo

Pemerintah China mengatakan pihaknya ingin menjalin bekerja sama dengan pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Joe Biden.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in China Jatuhkan Sanksi Kepada 28 Pejabat Amerika di Era Donald Trump, Ada Nama Mike Pompeo
AFP
Bendera China dan AS berkibar. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Pemerintah China mengatakan pihaknya ingin menjalin bekerja sama dengan pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Joe Biden.

Hal itu disampaikan China sambil mengumumkan sanksi terhadap "kebohongan dan penipuan" Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan 27 pejabat tinggi lainnya di bawah pemerintahan Donald Trump.

Reuters melaporkan Kamis (21/1/2021), langkah itu merupakan tanda kemarahan China, terutama pada tuduhan yang dibuat Pompeo pada hari terakhirnya menjabat bahwa Negeri Tirai Bambu itu telah melakukan genosida terhadap Muslim Uighur.

Kementerian luar negeri China mengumumkan sanksi-sanksi itu dalam sebuah pernyataan dalam webnya tepat saat Biden mengucapkan sumpah jabatannya sebagai presiden.

Baca juga: Perusahaan Taiwan Siap Inves Perkebunan Buah Naga untuk Pasar Ekspor ke China

“Pompeo dan yang lainnya telah merencanakan, mempromosikan dan melaksanakan serangkaian gerakan gila, sangat ikut campur dalam urusan internal China, merusak kepentingan China, menyinggung rakyat China, dan secara serius mengganggu hubungan China-AS," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri China.

Pejabat AS lainnya dan mantan pejabat Trump yang dikenai sanksi termasuk kepala perdagangan Peter Navarro, Penasihat Keamanan Nasional Robert O'Brien dan John Bolton, Menteri Kesehatan Alex Azar, duta besar PBB Kelly Craft dan mantan kepala penasehat Trump, Steve Bannon.

BERITA REKOMENDASI

Ke-28 mantan pejabat dan anggota keluarga dekat akan dilarang memasuki daratan China, Hong Kong atau Macau, dan perusahaan serta lembaga yang terkait dengan mereka dibatasi untuk melakukan bisnis dengan China.

Baca juga: Merusak Hubungan AS-China, Mike Pompeo dan 27 Pejabat Era Trump Dilarang Masuk China

Pompeo dan lainnya yang dikenai sanksi tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Departemen Luar Negeri AS juga tidak menanggapi.

Brian O'Toole, seorang pakar sanksi di Dewan Atlantik, melihat langkah China sebagai pembalasan dan "pernyataan politik lebih dari apa pun."

Sebelumnya China telah menjatuhkan sanksi kepada anggota parlemen AS dalam setahun terakhir, tetapi menargetkan mantan dan pejabat AS yang tak lagi menjabat adalah ekspresi penghinaan yang tidak biasa.

Pompeo, yang melepaskan rentetan langkah-langkah terhadap China dalam minggu-minggu terakhirnya menjabat, menyatakan pada hari Selasa bahwa China telah melakukan "genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan" kepada Muslim Uighur.

Baca juga: AS Tuduh China Melakukan Genosida Terhadap Muslim Uighur dan Etnis Minoritas Lainnya


China telah berulang kali menolak tuduhan melakukan pelecehan di wilayah Xinjiang, di mana sebuah panel Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengatakan setidaknya 1 juta warga Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp.

Menanggapi tuduhan Xinjiang, juru bicara kementerian luar negeri China Hua Chunying mengatakan dalam konferensi pers "Pompeo telah membuat begitu banyak kebohongan dalam beberapa tahun terakhir, dan ini hanyalah kebohongan yang sangat berani lainnya."

"Politisi AS ini terkenal karena berbohong dan menimpu, membuat dirinya menjadi bahan tertawaan dan badut."

Hua mengatakan China berharap "pemerintahan baru akan bekerja sama dengan China dalam semangat saling menghormati, menangani perbedaan dengan benar dan melakukan lebih banyak kerja sama win-win solution di lebih banyak sektor."

"Kami berharap pemerintahan AS yang baru dapat memiliki penilaian mereka sendiri yang masuk akal dan berpikiran dingin tentang masalah Xinjiang, di antara masalah-masalah lainnya." (Reuters)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas