Media Asing Soroti Kasus Covid-19 di Indonesia Lampaui 1 Juta Infeksi hingga Dokter Tolak Pasien
Media asing ikut menyoroti kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Indonesia tembus satu juta infeksi pada Selasa (26/1/2021).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Indonesia tembus satu juta infeksi pada Selasa (26/1/2021).
Media asing pun menyoroti hal ini, satu di antaranya yakni Al Jazeera.
Al Jazeera melaporkan, seorang dokter yang telah memberikan perawatan lebih dari 30 tahun, terpaksa menolak pasien untuk pertama kalinya dalam kariernya.
Seiring lonjakan infeksi virus corona selama empat bulan terakhir, Dr Erlina Burhan mengatakan, Unit Perawatan Intensif (ICU) di rumah sakitnya yang berada di DKI Jakarta beroperasi dengan kapasitas antara 90 hingga 100 persen.
Baca juga: Update: 245 Ribu Nakes Terima Suntikan Pertama Vaksin Covid-19
Baca juga: WHO Terbitkan Pedoman Klinis Baru Merawat Pasien Covid-19, Salah Satunya Saran Posisi Tengkurap
"Ada beberapa daerah dan kota dengan tingkat hunian tempat tidur 90 persen dan ada kota dengan okupansi 100 persen," ungkap Ketua Bidang Komunikasi Publik satgas Covid-19, Hery Trianto.
"Konsekuensi rumah sakit kewalahan adalah pasien tidak mendapatkan perawatan yang memadai," paparnya.
Dr Atok Irawan dari Rumah Sakit Umum Sidoarjo di Jawa Timur mengatakan, fasilitas tersebut tidak memiliki pilihan selain menggunakan bagian perawatan umumnya untuk merawat pasien Covid-19.
Sebab, area yang ditunjuk untuk menerima pasien Covid-19 mencapai kapasitas.
"Tadi malam, kami benar-benar kewalahan. Hampir semua rumah sakit yang ditugaskan untuk Covid-19 penuh," katanya.
"Kami memiliki banyak pasien non-Covid yang membutuhkan pertolongan juga, karena musim hujan, ada pasien tifus dan diare," terangnya.
Di Jakarta Timur, rumah sakit Dr Erlina Burhan telah menambahkan ventilator dan tempat tidur di unit gawat darurat.
Tetapi, rumah sakit tersebut kekurangan staf untuk menerima pasien.
"Kami menerima begitu banyak permintaan dan sayangnya, kami harus menolaknya," kata Burhan.
"Saya membaca file orang yang dirujuk ke rumah sakit kami. Itu membuatku sangat sedih. Seseorang yang sulit bernapas, tetapi kita tidak dapat membantu mereka," tambahnya.
Baca juga: Kasus Covid-19 Tembus 1 Juta, Menko PMK: Pemerintah Bakal Berlakukan Karantina Terbatas
Rasa Sakit dan Putus Asa
Hingga saat ini, Indonesia telah mencatat sekitar 28.500 kematian terkait virus corona, sementara lebih dari 820.000 orang telah pulih.
Di antaran pasien Covid-19 di Indonesia, adalah Gena Lysistrata yang mengalami nyeri badan, sakit mata, diare, demam dan sesak napas.
Warga DKI Jakarta beruntung mendapat perawatan di Wisma Atlet.
Wisma Atlet yang dimanfaatkan saat gelaran Asian Games 2018 sekarang menjadi rumah sakit yang berfungsi penuh untuk pasien Covid-19.
Lysistrata sempat putus asa saat mendapatkan perawatan medis dan khawatir karena orang tuanya sudah lanjut usia ketika dinyatakan mengidap Covid-19.
"Ibu dan ayah saya mulai mengalami masalah pernapasan dan ayah saya menggigil dan merasa lemah," kata Lysistrata.
"Kami pergi ke unit gawat darurat dan ternyata penuh, ada banyak orang di daftar tunggu," katanya.
Lysistrata juga mengetahui, di rumah sakit lain, unit gawat darurat sudah penuh.
"Saya panik. Saya telah menonton berita dan saya melihat banyak fasilitas kesehatan yang penuh. Jadi saya takut," kata Lysistrata.
Karena putus asa, beberapa keluarga telah beralih ke agen data Covid-19 setempat untuk membantu mereka menemukan rumah sakit yang akan menerima orang yang mereka cintai.
Sejak Agustus tahun lalu, Co-Leads LaporCovid-19, Irma Hidayana telah menangani panggilan ini.
"Dari kasus yang sedang kami tangani, empat orang meninggal, satu meninggal di Puskesmas, satu meninggal di taksi setelah ditolak oleh begitu banyak rumah sakit, satu lagi meninggal di rumah sakit karena ICU penuh," ucapnya.
"(Dalam) kasus lain, keluarga harus menyewa ventilator tapi orang tersebut meninggal baru-baru ini," ujarnya.
Orang yang meninggal di dalam taksi telah mencoba untuk mendapatkan perawatan di 10 rumah sakit.
Setelah ditolak oleh mereka semua, orang tersebut meninggal dalam perjalanan saat menuju ke rumah sakit lainnya.
"Banyak orang sakit yang tidak bisa berobat, bahkan tidak bisa masuk ICU," kata Hidayana.
"Penting bagi pemerintah untuk memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan perawatan medis," ujarnya.
Baca juga: Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo Masih Jalankan Pekerjaannya Meski Positif Covid-19
Baca juga: Danrem Merauke Resmikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Karya Satgas Pamtas Yonmek 516/CY
Tantangan bagi Satgas Covid-19
Sebagai negara kepulauan berpenduduk sekitar 270 juta orang, Indonesia hanya menguji sekitar 40.000 hingga 50.000 orang setiap hari, dengan sekitar 30 persen dari mereka yang dites memberikan hasil positif.
Ini adalah negara yang terkena dampak terburuk di Asia Tenggara.
Namun, tidak seperti tetangganya, Indonesia tidak pernah menerapkan lockdown yang ketat.
Sementara itu, banyak pembatasan yang diberlakukan pada awal pandemi telah dipermudah, meski terbukti bahwa krisis semakin parah.
Pembatasan yang diterapkan saat ini mencakup sedikit pengurangan jam buka untuk pusat perbelanjaan dan restoran serta pembatasan masuk bagi kebanyakan orang asing.
Pekan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memuji penanganan pandemi yang dilakukan negaranya.
"Ini telah menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi. Kita bersyukur Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mengendalikan krisis ini dengan baik," ujarnya dalam sebuah pengarahan.
"Pandemi masih berlangsung dan kami harus tetap waspada," kata Jokowi.
Di penghujung hari yang melelahkan di rumah sakit, Dr Erlina Burhan mengatakan, dia berharap pemerintah akan berbuat lebih banyak untuk mengurangi tekanan pada fasilitas medis.
"Rumah sakit sedang dalam kondisi sibuk; petugas kesehatan lelah. Kami sangat kelelahan… dan frustrasi," katanya.
"Saya tahu pemerintah telah membuat begitu banyak peraturan, tetapi implementasinya lemah dan tidak konsisten."
Dia sekarang terbiasa menerima keluhan dari pasien dan kerabat mereka tentang kualitas perawatan, tetapi pilihannya terbatas.
"Layanan kesehatan tidak akan langsung kolaps, yang akan kita lihat adalah penurunan kualitas layanan, karena petugas kesehatan melampaui batasan mereka," katanya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)