China Bantah Dukung Kudeta Militer di Myanmar
Pemerintah China membantah tudingan negaranya mendukung aksi kudeta militer di Myanmar pada Senin (1/2/2021).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Pemerintah China membantah tudingan negaranya mendukung aksi kudeta militer di Myanmar pada Senin (1/2/2021).
Apalagi China disebut memberikan persetujuan diam-diam terhadap aksi kudeta yang menggulingkan pemerintahan yang sah dari tangan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
"Teori yang relevan tidak benar. Sebagai negara tetangga Myanmar yang bersahabat, kami berharap semua pihak di Myanmar dapat menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat, dan menjunjung tinggi stabilitas politik dan sosial," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin seperti dilansir Reuters, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: Video Detik-detik Anggota Parlemen Myanmar Dijemput Paksa Tentara Bersenjata Saat Kudeta Militer
Diplomat senior pemerintah China itu bertemu bulan lalu selama kunjungan ke ibukota Myanmar dengan para pejabat termasuk kepala militer negara itu, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang minggu ini merebut kekuasaan dalam kudeta.
Dokter dan Tenaga Medis Myanmar Gelar Aksi Mogok Kerja
Dokter dan tenaga medis di 70 rumah sakit dan departemen medis di 30 kota di seluruh Myanmar melakukan aksi mogok kerja pada Rabu (3/2/2021).
Aksi mogok kerja ini dilakukan untuk memprotes kudeta yang menggulingkan pemerintahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Aksi para dokter dan tenaga medis itu termasuk bagian Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar yang baru dibentuk, seperti dilansir Reuters, Rabu (3/2/2021).
Gerakan itu mengatakan militer telah menempatkan kepentingannya sendiri di atas kesulitan warga selama pandemi virus corona. Virus ini telah menewaskan lebih dari 3.100 orang di Myanmar, salah satu tertinggi di Asia Tenggara.
"Kami menolak untuk mematuhi perintah apa pun dari rezim militer tidak sah yang menunjukkan mereka tidak menghargai para pasien kami yang miskin," kata Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar dalam pernyataannya.
Empat dokter lainnya mengkonfirmasi mereka telah mogok kerja, tetapi tidak ingin menyebut identitasnya.
"Saya ingin para tentara kembali ke asrama mereka dan itulah sebabnya kami dokter tidak pergi ke rumah sakit," kata salah seorang dokter berusia 29 tahun di Yangon kepada Reuters.
"Saya tidak tahu berapa lama saya akan terus melakukan pemogokan ini. Itu tergantung pada situasinya."
Kelompok mahasiswa dan pemuda juga telah bergabung dalam Gerakan Pembangkangan Sipil.