Polisi Myanmar Tuntut Aung San Suu Kyi karena Impor Peralatan Komunikasi secara Ilegal
Polisi Myanmar mengajukan tuntutan terhadap Aung San Suu Kyi karena diduga mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Polisi Myanmar telah mengajukan tuntutan terhadap pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, Channel News Asia melaporkan.
Adapun tuntutan itu terkait Aung San Suu Kyi yang diduga mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Menurut dokumen berstempel polisi yang juga dilihat oleh AFP, sebuah tim militer dari kantor panglima tertinggi menggeledah kediaman Aung San Suu Kyi pada Senin (1/2/2021) pukul 6.30 waktu setempat.
Dalam penggeledahan tersebut, polisi menemukan sedikitnya 10 walkie talkie dan alat komunikasi lainnya yang diduga diimpor tanpa izin.
Perangkat komunikasi itu selanjutnya dijadikan sebagai bukti untuk melakukan penahanan terhadap Aung San Suu Kyi hingga 15 Februari 2021 mendatang.
Selain melakukan penahanan, polisi juga akan memeriksa sejumlah saksi, meminta bukti lainnya dan mencari penasihat hukum setelah menanyai terdakwa.
Baca juga: Dokter dan Tenaga Medis Myanmar Gelar Aksi Mogok Kerja Protes Kudeta Militer
Lebih lanjut, dalam dokumen terpisah menunjukkan polisi juga mengajukan tuntutan terhadap Presiden Win Myint yang digulingkan atas pelanggaran di bawah Undang-Undang Manajemen Bencana.
Dokumen tersebut mengatakan Win Myint, istri dan putrinya telah mengambil bagian dalam acara kampanye pada bulan September yang menarik ratusan orang.
Yang mana tindakan tersebut dinilai telah melanggar aturan penanganan Covid-19 di Myanmar.
Untuk diketahui, Aung San Suu Kyi dan tokoh senior lainnya dari Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) ditahan dalam serangan pagi, Senin (1/2/2021) lalu.
Panglima Angkatan Darat Min Aung Hlaing merebut kekuasaan atas dasar kecurangan dalam pemilihan pada 8 November, yang dimenangkan Partai NLD secara telak.
Min Aung Hlaing kemudian kini mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala kabinet baru di Myanmar.
Dia pun mengatakan, kudeta adalah sebagai akibat tak terhindarkan dari kegagalan para pemimpin sipil untuk memperhatikan peringatan dari tentara.
Sebelumnya militer mengumumkan keadaan darurat satu tahun dan mengatakan akan mengadakan pemilihan baru setelah tuduhan penyimpangan pemilih ditangani dan diselidiki.
Sebelum Kudeta Militer, IMF Kirim Dana Darurat 350 Juta Dolar AS ke Myanmar
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) telah mengirimkan uang tunai senilai 350 juta dolar Amerika Serikat (AS) kepada pemerintah Myanmar pada pekan lalu, sebelum kudeta militer terjadi di negara itu.
Uang tersebut dikirim sebagai bagian dari paket bantuan darurat untuk membantu Pemerintah Myanmar mengatasi pandemi virus corona (Covid-19).
Bantuan IMF ini dikirim beberapa hari sebelum Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden serta sejumlah tokoh politik senior dari Partai berkuasa Liga Nasional untuk Demokrasi, ditangkap dalam 'serangan pagi' yang dilakukan pada hari Senin di ibu kota Myanmar, Naypyitaw.
Dikutip dari Sputnik News, Rabu (3/2/2021), seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa tampaknya hanya sedikit yang dapat dilakukan IMF untuk bisa menarik kembali dana bantuan darurat itu.
IMF sebelumnya menyatakan harapan mereka agar uang tersebut dapat membantu Myanmar memenuhi kebutuhan neraca pembayaran mendesak yang ditimbulkan pandemi.
Baca juga: Tenaga Medis dari 70 Rumah Sakit di Myanmar Mogok Kerja sebagai Bentuk Protes atas Kudeta Militer
Terutama terkait langkah-langkah pemulihan pemerintah untuk memastikan stabilitas ekonomi makro dan keuangan, sambil mendukung kelompok rentan dan sektor yang terdampak.
Seorang Juru bicara IMF menyampaikan bahwa organisasi ini 'mengikuti perkembangan yang sedang berlangsung' di Myanmar.
IMF mengaku sangat prihatin terkait dampak yang bisa ditimbulkan dari peristiwa itu pada ekonomi dan rakyat Myanmar.
Pernyataan tersebut muncul saat militer Myanmar mengumumkan pembentukan Dewan Administrasi Negara yang diketuai oleh Jenderal senior Min Aung Hlaing.
Dewan itu dikabarkan dibentuk sesuai dengan Pasal 419 dari Konstitusi 2008, yang menetapkan bahwa seorang panglima tertinggi dari Badan Pertahanan akan memiliki hak untuk menjalankan kekuasaan negara, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Fitri Wulandari)