Kudeta Myanmar: Militer Blokir Akses Facebook demi Stabilitas
Penguasa militer Myanmar memblokir akses ke Facebook, beberapa hari setelah menggulingkan pemerintah.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Penguasa militer Myanmar memblokir akses ke Facebook, beberapa hari setelah menggulingkan pemerintah.
Para pejabat mengatakan, platform media sosial tersebut akan diblokir demi stabilitas.
Mengutip BBC, Facebook digunakan sebagai titik temu untuk menentang kudeta Myanmar pada Senin kemarin (1/2/2021).
Dalam aksi pembangkangan sipil lebih lanjut, anggota parlemen menolak untuk meninggalkan kediaman mereka di Ibu Kota.
Baca juga: Polisi Myanmar Ajukan Tuntutan Terhadap Aung San Suu Kyi karena Langgar UU Ekspor-Impor
Baca juga: PBB: Tuduhan terhadap Suu Kyi Hanya Semakin Merusak Aturan Hukum dan Proses Demokrasi di Myanmar
Apa Peran Facebook?
Kementerian Komunikasi dan Informasi mengatakan akses ke Facebook akan diblokir hingga 7 Februari 2021.
Namun, masih dilaporkan dapat diakses secara sporadis.
Setengah dari 53 juta orang Myanmar menggunakan Facebook dan para aktivis telah membuat halaman untuk mengoordinasikan penentangan terhadap kudeta.
Facebook mengizinkan aplikasinya untuk digunakan tanpa biaya data di Myanmar sebagai cara untuk menghindari biaya data telekomunikasi yang mahal.
Soal rencana memblokir Facebook, raksasa media sosial itu mengakui adanya gangguan ini.
"Kami mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas, sehingga orang di Myanmar dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman mereka dan mengakses informasi penting," tutur pihak Facebook.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Tak Merasa Prihatin pada Aung San Suu Kyi Terkait Kudeta Militer di Myanmar
Apa yang Terjadi di Jalanan?
Laporan dari kota besar kedua Myanmar, Mandalay menerangkan, ada demonstrasi kecil dan beberapa penangkapan.
Di kota utama, Yangon, sebagai tanda protes, penduduk menggedor panci masak ketika kudeta memasuki malam kedua.
Sekira 70 anggota parlemen menolak untuk meninggalkan wisma pemerintah di Ibu Kota, Nay Pyi Taw.
BBC Burma melaporkan, mereka telah menyatakan sesi parlemen baru.
Para anggota parlemen adalah anggota Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil terpilih yang digulingkan dan kemudian ditangkap dalam kudeta.
Militer mengajukan dakwaan terhadapnya dan Presiden Win Myint yang digulingkan pada Rabu (3/2/2021).
Anggota parlemen termasuk di antara ratusan yang dikurung oleh militer di wisma sebelum diberi tahu bahwa mereka bebas untuk pergi.
Tetapi di sebagian besar jalan tampak tenang tanpa tanda-tanda protes besar dan jam malam yang berlaku.
Namun, tidak demikian dengan kondisi rumah sakit.
Banyak petugas medis telah berhenti bekerja, atau melanjutkan sambil mengenakan simbol pembangkangan untuk menentang penindasan demokrasi berumur pendek di Myanmar.
Baca juga: Polisi Myanmar Dakwa Suu Kyi Langgar UU Ekspor-Impor
Tanggapan PBB
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyerukan agar konstitusional dibentuk kembali di Myanmar.
Ia berharap akan ada persatuan di Dewan Keamanan tentang masalah tersebut.
"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memobilisasi semua aktor kunci dari komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar untuk memastikan kudeta ini gagal," katanya.
"Benar-benar tidak dapat diterima untuk membalikkan hasil pemilu dan keinginan rakyat,: tuturnya.
"Saya berharap akan memungkinkan untuk membuat militer di Myanmar mengerti bahwa ini bukan cara untuk memerintah negara dan ini bukan cara untuk bergerak maju," tambahnya.
Baca juga: Negara Kelompok G7 Kecam Kudeta Militer di Myanmar
Negara Barat Mengutuk Kudeta Myanmar
Negara-negara Barat telah mengutuk kudeta itu tanpa syarat, tetapi upaya di Dewan Keamanan untuk mencapai posisi bersama gagal karena China tidak setuju.
China adalah satu dari lima anggota tetap dengan hak veto di dewan tersebut.
Beijing telah lama memainkan peran melindungi negara dari pengawasan internasional dan telah memperingatkan sejak kudeta bahwa sanksi atau tekanan internasional hanya akan memperburuk keadaan.
Bersama Rusia, mereka telah berulang kali melindungi Myanmar dari kritik di PBB atas tindakan keras militer terhadap populasi minoritas Muslim Rohingya.
Baca juga: Tenaga Medis dari 70 Rumah Sakit di Myanmar Mogok Kerja sebagai Bentuk Protes atas Kudeta Militer
China Bantah Dukung Kudeta Militer di Myanmar
Pemerintah China membantah tudingan negaranya mendukung aksi kudeta militer di Myanmar pada Senin (1/2/2021).
Apalagi China disebut memberikan persetujuan diam-diam terhadap aksi kudeta yang menggulingkan pemerintahan yang sah dari tangan pemimpin terpilih, Aung San Suu Kyi.
"Teori yang relevan tidak benar. Sebagai negara tetangga Myanmar yang bersahabat, kami berharap semua pihak di Myanmar dapat menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat, dan menjunjung tinggi stabilitas politik dan sosial," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin seperti dilansir Reuters, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: Video Detik-detik Anggota Parlemen Myanmar Dijemput Paksa Tentara Bersenjata Saat Kudeta Militer
Diplomat senior pemerintah China itu bertemu bulan lalu selama kunjungan ke Ibu Kota Myanmar dengan para pejabat termasuk kepala militer negara itu, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang minggu ini merebut kekuasaan dalam kudeta.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)