Ratu Elizabeth II Dikabarkan Melobi Pejabat untuk Sembunyikan Kekayaan Pribadi, Istana Membantah
Istana Buckingham membantah bahwa Ratu Elizabeth II pernah menghalangi hukum di tahun 1976 yang dapat membongkar rincian kekayaan pribadinya
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Sebagai respons dari laporan yang diterbitkan Guardian, Istana Buckingham membantah bahwa Ratu Elizabeth II pernah menghalangi hukum di tahun 1976 yang dapat membongkar rincian kekayaan pribadinya, The Washington Post mengabarkan.
Sebelumnya, Guardian merilis laporan berdasarkan dokumen dari British National Archives.
Dokumen itu mengungkap bahwa pengacara pribadi Ratu telah mengganggu atau menghalangi proses legislatif di tahun 1970-an.
Saat itu, ratu disebut memberi tekanan untuk mengubah RUU mengenai transparansi kepemilikan saham serta kepentingan dan investasi pribadi.
"Buntut adanya intervensi Ratu, pemerintah memasukkan klausul ke dalam undang-undang yang memberi dirinya kekuatan untuk membebaskan perusahaan yang digunakan oleh 'kepala negara' dari transparansi," lapor Guardian.
Baca juga: Ratu Elizabeth Cari Admin Media Sosial, Gajinya Rp 519 Juta
Baca juga: Ratu Elizabeth Disebut Tak Berencana Serahkan Mahkota kepada Pangeran Charles: Kondisinya Prima
Menurut memo pemerintah, pengacara Ratu berpendapat bahwa transparansi tersebut dapat mempermalukan kerajaan dan menjadi subjek pengawasan luas serta memicu "kemungkinan kontroversi."
Di bawah prosedur parlementer lama yang dikenal sebagai "Persetujuan Ratu," menteri harus memberi tahu ratu atau Pangeran Charles, pewaris takhta Inggris, saat RUU yang diusulkan kemungkinan besar akan mempengaruhi kepentingan atau hak prerogatif mereka.
Pada hari Senin (8/2/2021), Guardian menerbitkan cerita lanjutan tentang penggunaan prosedur persetujuan keluarga kerajaan.
Dilaporkan bahwa ratu dan Pangeran Charles telah menggunakan "Persetujuan Ratu" untuk memeriksa lebih dari 1.000 undang-undang, termasuk beberapa di antaranya terkait langsung dengan properti kerajaan.
Istana Buckingham tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pengungkapan tersebut.
Penyangkalan awal istana tampaknya tidak ditujukan langsung pada beberapa reportase.
Sementara istana menyebut tidak "memblokir" undang-undang, menurut Guardian, hal itu tetap mendorong perubahan, dengan menggunakan "jenis pengaruh terhadap undang-undang yang hanya akan diimpikan oleh pelobi," Thomas Adams, seorang spesialis hukum konstitusional di Universitas Oxford, mengatakan kepada surat kabar itu.
Situs web pemerintah Inggris menyatakan bahwa persetujuan harus dicari oleh para menteri jika sebuah RUU berdampak pada "properti pribadi atau kepentingan pribadi Kerajaan".
Ketentuan itu, menurut beberapa kritikus harus dihapuskan dalam demokrasi modern.