Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Krisis Myanmar: Wanita Ditembak di Kepala, Dokter Sebut Dia Kehilangan Fungsi Otak

Kudeta militer di Myanmar menyebabkan gelombang protes dari masyarakat hingga berujung korban.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Krisis Myanmar: Wanita Ditembak di Kepala, Dokter Sebut Dia Kehilangan Fungsi Otak
YE AUNG THU/AF
Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 8 Februari 2021. 

TRIBUNNEWS.COM - Kudeta militer di Myanmar menyebabkan gelombang protes dari masyarakat hingga berujung korban.

Melansir BBC, seorang wanita ditembak tepat di kepalanya saat ikut protes menolak kudeta. 

Wanita itu dilaporkan dalam kondisi kritis di rumah sakit di Ibu Kota Nay Pyi Taw.

Dia terluka ketika melakukan protes pada Selasa (9/2/2021).

Baca juga: Militer Myanmar Serbu Markas Besar Partai Aung San Suu Kyi di Yangon

Baca juga: Myanmar Memanas: Empat Terluka, Satu Kritis Akibat Luka Tembak di Kepala

Protes hari itu sempat dibubarkan polisi menggunakan meriam air, peluru karet, dan peluru tajam.

Kelompok HAM menuturkan, luka yang dialami wanita tersebut disebabkan peluru tajam.

Muncul laporan bahwa peserta protes mengalami cedera serius karena polisi meningkatkan kekuatan, namun sejauh ini tidak ada korban jiwa.

Sebuah kendaraan polisi menembakkan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa selama demonstrasi menentang kudeta militer di Naypyidaw pada 8 Februari 2021
Sebuah kendaraan polisi menembakkan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa selama demonstrasi menentang kudeta militer di Naypyidaw pada 8 Februari 2021 (STR/AFP)
Berita Rekomendasi

Puluhan ribu orang tumpah ke jalan, memprotes kudeta militer yang telah melengserkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.

Masyarakat tetap melakukan demonstrasi meskipun militer memberlakukan jam malam dan larangan berkerumun.

Aksi ini memasuki hari kelima pada Rabu (10/2/2021), dengan barisan pegawai negeri berkumpul di Nay Pyi Taw.

Pada Selasa lalu, polisi menggunakan meriam air untuk melawan pengunjuk rasa yang menolak mundur.

Menurut laporan, ada bunyi tembakan peringatakan sebelum peluru karet dilancarkan polisi ke arah kerumunan.

Seorang dokter mengatakan, tampaknya amunisi mengenai pengunjuk rasa.

Menurut BBC Burma yang berbicara dengan petugas medis dengan syarat anonim dari rumah sakit Nay Pyi Taw, wanita itu menderita cedera kepala yang serius.

Selain itu seorang demonstran lain mengalami cedera di dada dan sedang menjalani perawatan intensif.

Menurut laporan Human Rights Watch, seorang dokter dari rumah sakit mengatakan wanita itu memiliki "proyektil yang bersarang di kepalanya dan telah kehilangan fungsi otak yang signifikan."

Tentara berjaga di jalan yang diblokade menuju parlemen Myanmar di Naypyidaw pada 1 Februari 2021, setelah militer menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam sebuah kudeta.
Tentara berjaga di jalan yang diblokade menuju parlemen Myanmar di Naypyidaw pada 1 Februari 2021, setelah militer menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan presiden negara itu dalam sebuah kudeta. (STRINGER / AFP)

Dokter menjelaskan bahwa luka wanita itu terjadi karena peluru tajam dan peluru logam menembus bagian belakang telinga kanannya.

Seorang pria yang terluka pada protes yang sama juga tampaknya memiliki luka serupa.

Laporan terpisah oleh Fortify Rights mengutip seorang dokter yang mengatakan, wanita itu mati otak karena "luka tembak yang fatal di kepala."

Sebelumnya, sebuah video yang menunjukkan wanita diduga sedang ditembak beredar secara online.

Rekaman menunjukkan wanita yang mengenakan helm motor tersebut tiba-tiba roboh.

Secara terpisah, gambar yang viral di media sosial menunjukkan helm yang berlumuran darah.

Namun belum ada penjelasan dan konfirmasi mengenai keaslian gambar tersebut sampai saat ini.

Myanmar punya sejarah panjang terkait aksi massa melawan rezim.

Baca juga: Kudeta Militer Myanmar, Markas Besar Partai Aung San Suu Kyi di Yangon Dihancurkan

Baca juga: Myanmar Memanas, Polisi Bentrok dengan Demonstran Penentang Kudeta Militer

Polisi anti huru hara memblokir jalan ketika pengunjuk rasa berkumpul untuk demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 6 Februari 2021.
Polisi anti huru hara memblokir jalan ketika pengunjuk rasa berkumpul untuk demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 6 Februari 2021. (YE AUNG THU / AFP)

Pada 1988 dan 2007 silam, protes terhadap militer meledak di Myanmar yang dulu dikenal dengan nama Burma ini.

Mirisnya, banyak demonstran dihabisi oleh pasukan keamanan kala itu.

Sedikitnya ada 3.000 pengunjuk rasa yang tewas pada protes 1988 dan 30 orang pada protes 2007.

Pada Selasa malam, militer Myanmar menyerbu markas partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi di kota terbesar negara itu, Yangon, menurut pihak NLD.

Menurut laporan BBC Burma, pasukan keamanan mendobrak pintu secara paksa.

Tidak ada anggota partai yang hadir di gedung pada saat itu.

Rekaman kantor pusat yang direkam oleh kantor berita AFP menunjukkan server komputer rusak dan lemari digeledah.

Penggerebekan itu terjadi selama jam malam nasional, yang berlangsung dari pukul 20.00 hingga 04.00 waktu Myanmar.

Markas Besar Partai Aung San Suu Kyi di Yangon Dihancurkan

Sementara itu, Militer Myanmar menyerbu markas besar Partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi ( NLD) di Yangon pada Selasa malam waktu setempat (9/2/2021).

Hal itu terjadi ketika Amerika Serikat ( AS) bergabung dengan PBB dalam yang mengutuk "dengan keras" kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa yang menuntut kembali demokrasi.

"Diktator militer menggerebek dan menghancurkan markas besar NLD sekitar pukul 21.30," demikian yang keterangan yang dituli oleh Liga Nasional untuk Demokrasi mengumumkan di halaman Facebook resminya, seperti yang dilansir dari AFP pada Selasa (9/2/2021).

Baca juga: Tolak Kudeta Militer di Myanmar, Demonstran Wanita Berusia 20 Tahun Kritis Usai Ditembak di Kepala

Pernyataan singkat partai itu tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Penggerebekan itu terjadi setelah demonstrasi meletus selama 4 hari berturut-turut pada Selasa.

Polisi menggunakan meriam air di beberapa kota, menembakkan peluru karet ke pengunjuk rasa di ibu kota Naypyidaw dan mengerahkan gas air mata di Mandalay.

Unjuk rasa itu terjadi, meski ada peringatan dari junta bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap demonstrasi yang mengancam "stabilitas", dan larangan baru atas pertemuan lebih dari 5 orang.

AS yang telah menyebabkan kecaman global atas kudeta militer Myanmar tersebut, pada Selasa (9/2/2021) memperbarui seruannya untuk kebebasan berekspresi di Myanmar, serta agar para jenderal mundur.

Baca juga: Myanmar Memanas: Polisi Keluarkan Tembakan ke Udara, Tiga Orang Terluka

"Kami mengutuk keras kekerasan terhadap demonstran," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price kepada wartawan.

Ia menambahkan bahwa masyarakat Myanmar "memiliki hak untuk berkumpul secara damai."

"Kami mengulangi seruan kami kepada militer (Myanmar) untuk melepaskan kekuasaan, memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, membebaskan mereka yang ditahan dan mencabut semua pembatasan telekomunikasi serta menahan diri dari kekerasan," ucapnya.

Price sebelumnya mengungkapkan bahwa permintaan AS untuk berbicara dengan Suu Kyi telah ditolak.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Militer Myanmar Gerebek dan Hancurkan Markas Besar Partai Aung San Suu Kyi di Yangon"

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas