Joe Biden: AS akan Jatuhkan Sanksi kepada Para Pemimpin Militer di Myanmar
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Rabu (10/2/2021) mengatakan, Washington akan menjatuhkan sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Rabu (10/2/2021) mengatakan, Washington akan menjatuhkan sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar.
Pengumuman ini disampaikan Biden menyusul kudeta Myanmar 2021.
Mengutip Al Jazeera, Biden juga menyerukan agar kekuasaan dikembalikan kepada para pemimpin sipil Myanmar.
Dalam pidato yang disiarkan televisi di Gedung Putih, Biden mengutuk pengambilalihan militer dari pemerintah yang dipimpin sipil.
Biden juga mengutuk penahanan pemimpin terpilih Myanmar sekaligus pemenang Nobel Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Bicarakan Masalah Myanmar, Menteri Retno Telepon Menlu Jepang Toshimitsu Motegi
Baca juga: POPULER Internasional: Temuan WHO tentang Asal Usul Covid-19 | Wanita di Myanmar Ditembak di Kepala
"Hari ini, saya mengumumkan serangkaian tindakan yang kami ambil untuk mulai memberlakukan konsekuensi (sankso) pada para pemimpin kudeta (Myanmar)," kata Biden.
"Pemerintah AS mengambil langkah-langkah untuk mencegah para jenderal memiliki akses yang tidak semestinya ke 1 miliar dolar Amerika dalam dana pemerintah Burma, yang disimpan di Amerika Serikat," ucap Biden.
Untuk dicatat, Myanmar sebelumnya dikenal sebagai Burma, kadang-kadang beberapa negara, dan juga AS masih menyebutnya dengan nama lama.
Selain itu, Biden mengumumkan sanksi langsung terhadap "para pemimpin militer yang mengarahkan kudeta, kepentingan bisnis mereka, serta anggota keluarga dekat".
Biden menambahkan, AS akan mengumumkan putaran pertama sanksi minggu ini dan akan memberlakukan kontrol ekspor di Myanmar sambil tetap memberikan bantuan medis dan bantuan kemanusiaan.
Baca juga: Demo di Myanmar : Wanita Ditembak di Kepala, Kondisinya Kritis, Disebut Kehilangan Fungsi Otak
Baca juga: Kirim Surat, Pemimpin Junta Militer Myanmar Minta Dukungan Thailand
Kudeta Myanmar 2021
Para pemimpin Myanmar yang terpilih secara demokratis ditahan oleh pasukan militer di bawah komando Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing pada pagi hari tanggal 1 Februari 2021.
Otoritas militer membatalkan hasil pemilu Myanmar pada November 2020 dan memberlakukan keadaan darurat nasional yang ditandai dengan jam malam di dua kota terbesar Myanmar.
Protes publik besar-besaran pecah di ibu kota Myanmar, Naypyidaw dan kota terbesarnya, Yangon.
Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan.
"Orang-orang Burma (Myanmar) membuat suara mereka didengar dan dunia menyaksikan," kata Biden.
"Kami akan siap untuk menerapkan tindakan tambahan, dan kami akan terus bekerja dengan mitra internasional kami untuk mendesak negara lain untuk bergabung dengan kami dalam upaya ini," tambah Biden.
Baca juga: Krisis Myanmar: Wanita Ditembak di Kepala, Dokter Sebut Dia Kehilangan Fungsi Otak
Perhatian Internasional Terhadap Kudeta Myanmar
Perhatian internasional telah meningkat tentang kudeta militer di Myanmar.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan pernyataan pada tanggal 4 Februari, mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas pernyataan keadaan darurat yang diberlakukan di Myanmar oleh militer.
Pda 2 Februari, Biden telah menyerukan para pemimpin kudeta militer untuk melepaskan kendali dan membebaskan para pemimpin politik yang ditahan.
Saat itu, Biden mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab atas kudeta tersebut.
Biden mendapat dukungan bipartisan di antara Partai Republik dan Demokrat di Kongres AS untuk sanksi tersebut.
Dia mengatakan telah berkonsultasi dengan pemimpin Senat Republik Mitch McConnell tentang langkah-langkah yang harus diambil AS.
"Saya telah didorong selama seminggu terakhir oleh upaya diplomatik yang dilakukan oleh pemerintah untuk menunjukkan kecaman Amerika Serikat atas serangan mencolok militer (Myanmar) terhadap hak-hak politik," kata McConnell pada 8 Februari.
"Sudah waktunya untuk menindaklanjuti dengan biaya yang berarti bagi mereka yang membantu dan mendukung demokrasi Burma yang mati lemas," kata McConnell.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)