Demonstrasi Terbesar di Myanmar, Warga Tolak Klaim Militer dapat Dukungan Publik
AFP melaporkan aksi kali ini adalah terbesar sejak unjuk rasa menentang kudeta militer dilakukan 6 Februari lalu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
Utusan Khusus PBB Tom Andrews mengatakan dia khawatir kemungkinan kekerasan terhadap para demonstran dan membuat panggilan mendesak pada negara mana pun yang memiliki pengaruh kepada para jenderal, dan bisnis, untuk menekan mereka agar menghindari tindakan represif.
Militer merebut kekuasaan atas tuduhan kecurangan dalam pemilu 8 November 2020 lalu. Klaim militer itu dibantah oleh komisi pemilihan umum.
Militer mengatakan deklarasi keadaan darurat sejalan dengan konstitusi yang membuka jalan bagi reformasi demokrasi.
"Tujuan kami adalah untuk mengadakan pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang," kata juru bicara dewan penguasa, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun dalam konferensi pers pertama junta sejak menggulingkan pemerintahan Suu Kyi.
Dia tidak memberikan kerangka waktu, tetapi mengatakan militer tidak akan berkuasa untuk waktu yang lama.
Bentangan terakhir pemerintahan militer berlangsung hampir setengah abad sebelum reformasi demokrasi pada 2011.
Tahanan Rumah
Suu Kyi, 75 tahun, menghabiskan hampir 15 tahun di bawah tahanan rumah karena upayanya untuk mengakhiri pemerintahan militer.
Juru bicara dewan yang berkuasa Zaw Min Tun menepis tudingan Suu Kyi dan Presiden Win Myint yang digulingkan berada dalam penahanan.
Dia mengatakan mereka berada di rumah mereka untuk keamanan mereka sementara proses hukum berjalan. Presiden juga menghadapi tuduhan berdasarkan undang-undang bencana alam.
“Amerika Serikat "terganggu" oleh laporan tuntutan pidana tambahan terhadap Suu Kyi,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price.
Washington menjatuhkan sanksi baru pekan lalu pada militer Myanmar. Tidak ada langkah-langkah tambahan yang diumumkan pada Selasa (16/2/2021).(Reuters/AP/AFP)