Kesulitan Akibat Covid-19 Membuat Masyarakat Jepang Lari ke Aliran Kepercayaan Cult
Kesulitan yang dihadapi masyarakat saat ini akibat Covid-19 tampaknya juga ikut mendorong masyarakat Jepang lari ke aliran kepercayaan (cult).
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kesulitan yang dihadapi masyarakat saat ini akibat Covid-19 tampaknya juga ikut mendorong masyarakat Jepang lari ke aliran kepercayaan (cult).
"Saya melihat dan mendengar banyak komentar dari teman-teman bahwa dengan adanya pandemi Corona saat ini semakin banyak lagi orang mendekati aliran kepercayaan (cult) di Jepang dan ini bahaya kalau sampai bangkit kembali cult semacam Aum Shinrikyo," papar Atsushi Sakahara, Film Director Tokyo Subway Sarin Attack Victim dalam jumpa persnya di klub wartawan asing Jepang (FCCJ) Selasa (16/3/2021).
Aum Shinrikyo atau kini berganti nama menjadi Aleph adalah sebuah gerakan agama baru Jepang. Nama "Aum Shinrikyo" berasal dari suku kata bahasa Sanskerta Aum (yang melambangkan alam semesta), diikuti kata Shinrikyo dalam huruf kanji, kira-kira berarti "Agama Kebenaran". Dalam media massa berbahasa Inggris, "Aum Shinrikyo" umumnya diterjemahkan sebagai "Kebenaran Tertinggi". Pada bulan Januari 2000, organisasi ini mengubah namanya menjadi Aleph, yang merujuk pada huruf pertama abjad Fenisia.
Aum Shinrikyo didirikan oleh Shoko Asahara pada tahun 1984. Asahara mengajarkan sebuah ramalan mengenai hari kiamat, termasuk tentang akan terjadinya Perang Dunia Ketiga yang berujung pada kehancuran nuklir. Asahara menggunakan istilah "Armageddon", yang ia ambil dari Kitab Wahyu.[1] Selain untuk menyebarkan "firman keselamatan", misi Aum adalah juga untuk bertahan hidup ini "masa-masa akhir" tersebut. Asahara pernah memperkirakan bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 1997.
Kelompok tersebut menimbulkan kehebohan berskala internasional pada 20 Maret 1995, ketika beberapa anggotanya melaksanakan serangan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo, yang menewaskan 13 orang, membuat sedikitnya 54 orang sakit parah, serta memengaruhi lebih dari 6000 orang.
Banyak pula korban yang enggan untuk mengungkapkan diri, sehingga angka pasti jumlah korban sulit didapatkan. Pada penggeledahan di kantor pusat kelompok ini di Kamikuishiki, Yamanashi, yang terletak di kaki Gunung Fuji, polisi menemukan bahan peledak, senjata kimia dan biologi, seperti kultur Anthrax dan Ebola, dan helikopter militer Rusia Mil Mi-17. Virus Ebola mereka peroleh dari Zaire, pada tahun 1994.
Pada tanggal 30 Maret 1995, Takaji Kunimatsu, kepala Badan Kepolisian Nasional Jepang, ditembak empat kali di dekat rumahnya di Tokyo, sehingga mengalami luka serius. Sankei Shimbun menuliskan bahwa banyak pihak memperkirakan Aum terlibat dalam penembakan tersebut dan Hiroshi Nakamura diduga adalah pelaku kejahatannya, namun tidak ada orang yang menjadi terdakwa.
Sakahara adalah juga Korban Serangan Gas Sarin, membuat filmnya mengenai kejadian 20 Maret 1995, sekte hari kiamat Aum Shinrikyo melepaskan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo, menewaskan 13 orang dan menyisakan 6.000 lagi dengan efek samping jangka panjang.
"Saya ingin sekali film tersebar ke berbagai negara, menyampaikan pesan saya bahayanya cult tersebut," tambah kepada Tribunnews.com.
Pendiri Aum Shoko Asahara dieksekusi pada tahun 2018, tetapi sekte tersebut terus merekrut dan beroperasi hingga hari ini sebagai Aleph. Meskipun pemerintah mengeluarkan undang-undang khusus yang menyediakan perawatan kesehatan bagi korban serangan, undang-undang tersebut tidak mencakup mereka yang menderita gangguan stres pascatrauma.
Atsushi Sakahara adalah salah satu korban serangan itu menekankan kejadian tersebut merupakan salah satu tindakan terorisme domestik Jepang yang paling mengerikan.
Tahun itu, dia juga mulai mengerjakan film dokumenter "Me and the Cult Leader: A Modern Report on the Banality of Evil." Ini menerima pujian internasional di festival tahun lalu, peringatan 25 tahun serangan itu, tetapi peluncurannya di Jepang ditunda oleh pandemi.
Sakahara mendapatkan gelar MBA di UC Berkeley, Sakahara bekerja untuk sebuah biro iklan global. Dia telah menjadi pengusaha di Silicon Valley, menulis banyak buku, dan sekarang mengajar di Universitas Kota Osaka dan Universitas Kyoto Seika.
Dia adalah produser dari film pendek pemenang Palme d'Or "Bean Cake" dan telah melihat debut penyutradaraannya, "Aku dan Pemimpin Kultus," diputar di festival di Eropa dan Amerika Utara.
Film barunya tersebut akan dibuka di Tokyo di Image Forum pada 20 Maret 2021 dengan sub-teks bahasa Inggris.
"Saya berterima kasih kepada HongKong Film festival, mau menerima film saya, dan apabila menang dan berharap masuk Oscar dan berharap banyak orang akan lebih terbuka matanya, apakah pemerintah Jepang juga akan tetap menutup matanya kalau film tersebut itu berhasil di masyarakat internasional?" tekannya lagi.
Sementara itu telah terbit buku baru "Rahasia Ninja di Jepang" berisi kehidupan nyata ninja di Jepang yang penuh misteri, mistik, ilmu beladiri luar biasa dan tak disangka adanya penguasaan ilmu hitam juga. informasi lebih lanjut ke: info@ninjaindonesia.com