Pria Yaman Ajukan Banding atas Kasus Serangan Pesawat Tak Berawak AS ke Pengadilan Tertinggi Jerman
Dua pria asal Yaman mengajukan banding atas kasus serangan pesawat tak berawak AS ke Pengadilan Tertinggi Jerman pada Selasa (23/3/2021).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Dua pria asal Yaman mengajukan banding atas kasus serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat (AS) ke Pengadilan Tertinggi Jerman pada Selasa (23/3/2021).
Langkah ini mereka tempuh karena meyakini bahwa kerabatnya tewas dalam serangan tersebut.
Dikutip Tribunnews dari Al Jazeera, dalam tuntutannya, sang pengacara menerangkan, mereka mendesak larangan penggunaan pangkalan militer AS di negara itu untuk mengendalikan serangan drone tak berawak.
Menurut Pusat Konstitusi dan Hak Asasi Manusia Eropa (ECCHR), dua anggota keluarga bin Ali Jaber, Salem dan Waleed bin Ali Jaber, diduga tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Khashamir, Yaman, pada 2012.
Baca juga: Presiden Recep Tayyip Erdogan: Arab Saudi Ingin Beli Drone Bersenjata dari Turki
Baca juga: Arab Saudi Tawarkan Rencana Gencatan Senjata kepada Militan Houthi Yaman
Untuk dicatat ECCHR merupakan organisasi yang mengajukan kasus tersebut atas nama anggota keluarga, Ahmed dan Khalid bin Ali Jaber, di Mahkamah Konstitusi Federal.
Organisasi tersebut menuturkan pihak Amerika Serikat belum mengakui serangan terebut.
ECCHR dan keluarganya sejak itu berusaha memaksa pemerintah Jerman untuk melarang serangan pesawat tak berawak yang melibatkan Pangkalan Udara Ramstein AS, yang terletak di barat daya Frankfurt.
Alasannya, Jerman memiliki tanggung jawab "untuk melindungi keluarga bin Ali Jaber dari serangan lebih lanjut".
Baca juga: Koalisi Saudi Luncurkan Serangan Udara di Ibu Kota yang Dikuasai Militan Houthi Yaman
Berusaha Batalkan Putusan Pengadilan pada 2020
Dalam pengajuan banding tersebut, mereka juga berusaha untuk membatalkan putusan pengadilan pada 2020 tentang masalah tersebut.
Pihak terkait berpendapat bahwa pengadilan seharusnya "mewajibkan pemerintah Jerman untuk berbuat lebih banyak untuk melindungi hak penggugat untuk hidup", menurut pernyataan ECCHR.
Baca juga: Dikenal sebagai Bintang Web Series, Rafi Sanjaya Keluar dari Zona Nyaman, Kini Rilis Single Debut
Pihak Militer: Ramstein Tak Digunakan untuk Mengoperasikan Drone
Sementara itu, militer AS mengatakan Ramstein digunakan untuk "melakukan perencanaan tingkat operasional, pemantauan dan penilaian misi kekuatan udara yang ditugaskan di seluruh Eropa dan Afrika".
Pihak militer menegaskan, Ramstein tidak digunakan untuk meluncurkan atau mengoperasikan drone yang terlibat dalam "kegiatan kontraterorisme".
Namun, banding tersebut menyatakan bahwa "signifikansi Ramstein untuk serangan pesawat tak berawak AS di Yaman jauh lebih besar daripada asumsi pengadilan".
Banding yang diajukan pada Selasa juga menyebut pengadilan tidak "menilai secara memadai" sejauh mana tuduhan bahwa serangan tersebut melanggar hukum internasional.
"Jerman harus berbuat lebih banyak untuk melindungi hak hidup keluarga Jaber," kata Kepala Tim Kejahatan dan Akuntabilitas Internasional ECCHR Andreas Schuller dalam sebuah pernyataan.
"Bahaya yang ditimbulkan oleh serangan drone melalui Ramstein belum dapat dihindari, itulah sebabnya kami beralih ke Mahkamah Konstitusi Federal hari ini," tambahnya.
Baca juga: Houthi Akui Pasukannya Sebabkan Kebakaran di Pusat Migran Yaman, Tewaskan 45 Orang
Pertarungan Hukum selama Puluhan Tahun
Pada 2015, pengadilan yang lebih rendah telah memutuskan bahwa Jerman tidak gagal memenuhi persyaratan hukum terkait serangan pesawat tak berawak AS.
Namun, pada 2019, pengadilan administrasi Muenster memutuskan bahwa pemerintah Jerman memiliki sebagian tanggung jawab untuk memastikan bahwa serangan drone yang melibatkan Pangkalan Udara Ramstein dilakukan sesuai dengan hukum internasional.
Dalam putusannya, pengadilan administrasi Muenster mengatakan bukti yang tersedia menunjukkan pangkalan itu masih memainkan "peran sentral" untuk menyampaikan data kontrol penerbangan yang digunakan untuk serangan pesawat tak berawak di Yaman.
Putusan itu berhenti menyerukan larangan total terhadap serangan yang diluncurkan dari pangkalan AS.
Baca juga: Houthi Kembali Tembakkan Rudal dan Drone ke Fasilitas Minyak Saudi Aramco
Dalam banding 2020, pengadilan federal di Leipzig menguatkan keputusan 2015, memutuskan bahwa jangkauan diplomatik Jerman ke AS atas serangan tersebut sudah cukup, terlepas dari hukum internasional.
Putusan tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung ke Jerman dalam kasus tersebut dan mengatakan relai data kontrol penerbangan pangkalan tidak cukup menetapkan perannya dalam penggerebekan.
Belum jelas kapan Mahkamah Konstitusi Federal akan mempertimbangkan banding terbaru.
Berita lain terkait Yaman
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)