Merahkan Kota Yangon, Demonstran: Darah Mereka yang Terbunuh Belum Mengering
Sementara itu beberapa kelompok menyerukan pemboikotan Festival Air Thingyan minggu depan, yang menandai tahun baru Buddha.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON -- Demonstran Myanmar menyemprotkan cat merah di jalan-jalan di Yangon pada Selasa (6/4/2021).
Reuters melaporkan, Rabu (7/4/2021), aksi demonstran ini untuk mengingatkan junta militer bahwa ia di tangan mereka penuh darah ketika krisis yang diciptakan oleh kudeta militer di negara Asia Tenggara itu berlarut-larut tanpa ada akhir yang terlihat.
Sementara itu beberapa kelompok menyerukan pemboikotan Festival Air Thingyan minggu depan, yang menandai tahun baru Buddha.
Selebaran yang menyerukan larangan itu, dan dibagikan di Yangon, mengatakan itu akan menjadi tanda kasih sayang bagi keluarga mereka yang terbunuh.
Baca juga: Pemimpin ASEAN Akan Bertemu di Jakarta Bahas Krisis Myanmar
Sekitar 570 orang telah tewas selama dua bulan kerusuhan sejak kudeta 1 Februari, dan pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang, dengan sekitar empat perlima dari mereka masih dalam penahanan, kata kelompok advokasi Association for Political Prisoners (AAPP) pada Selasa.
Demonstran terbangun lebih awal di Yangon, kota terbesar di Myanmar, untuk menyemprot dan memercikkan trotoar, jalan, dan halte-halte bus dengan cat merah sebagai protes atas tindakan keras yang dilakukan oleh pasukan keamanan yang telah menyebabkan kemarahan internasional selama berminggu-minggu.
Baca juga: KNU Sebut Militer Myanmar Telah Lakukan Pemboman dan Serangan Udara, Sebabkan 12.000 Orang Mengungsi
"Darahnya belum mengering," kata salah satu pesan berwarna merah.
"Jangan membunuh orang hanya untuk gaji kecil serendah biaya makanan anjing," kata pesan di halte bus.
Pesan-pesan itu kemudian menuduh pemimpin Junta militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mencuri dari rakyat.
Kemarahan rayat telah terjadi di Myanmar dalam dua bulan terakhir atas kembalinya pemerintah militer.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Diminta Segera Bertindak Hindari Pertumpahan Darah di Myanmar
Beberapa pengunjuk rasa menyebut gerakan mereka sebagai "revolusi musim semi", yang ditandai dengan pawai jalanan, tindakan unik pemberontakan tanpa kekerasan dan kampanye pembangkangan sipil yang bertujuan melumpuhkan aparat pemerintah.
Protes lain yang dijadwalkan pada hari Rabu telah menyerukan pembakaran barang-barang buatan China. Banyak demonstran yang menentang China karena dipandang mendukung junta militer.
Pemadaman internet