Pejabat Tinggi Beijing Akui Vaksin Covid-19 Buatan China Punya Efektivitas Rendah
Direktur Pusat Pengendalian Penyakit China, Gao Fu mengakui bahwa vaksin Covid-19 buatan dalam negeri punya efektivitas rendah.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Pusat Pengendalian Penyakit China, Gao Fu mengakui bahwa vaksin Covid-19 buatan dalam negeri punya efektivitas rendah.
"(Vaksin China) tidak memiliki tingkat perlindungan yang sangat tinggi," kata Gao saat konferensi pers pada Sabtu (10/4/2021) di Chengdu.
Dilansir Euro News, hingga saat ini China telah mendistribusikan vaksin Covid-19 buatannya ke berbagai negara.
Kebanyakan vaksin China dikirim ke Afrika, Amerika Selatan, dan Asia.
"Sekarang dalam pertimbangan formal apakah kami harus menggunakan vaksin yang berbeda dari jalur teknis yang berbeda untuk proses imunisasi," kata Gao.
Baca juga: Usung Warna Tak Biasa, Varian Baru Mobil Listrik Mini Milik Wuling Mulai Debut di China
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 untuk Lansia di Jepang Dimulai Hari Ini, Target 36 Juta Orang
Dia mengatakan mengubah jumlah dosis dan jarak waktu untuk dosis selanjutnya merupakan solusi "pasti" terkait kemanjuran.
China telah mengembangkan empat jenis vaksin Covid-19, lapor Al Jazeera.
Adapun yang paling terkenal yakni Sinovac memiliki tingkat efektivitas sebeasar 50,4 persen saat uji coba tahap akhir di Brasil.
Kendati demikian, kinerja vaksin ini mendapat nilai lebih tinggi di Indonesia dan Turki.
Pemerintah China pada Minggu (11/4/2021) belum memberi tanggapan apapun soal pernyataan Gao.
Baik mengenai tingkat efektivitas maupun kemungkinan perubahan rencana vaksinasi.
Makalah yang diterbitkan peneliti Brasil pada Minggu menemukan dua suntikan vaksin ketika diberikan lebih pendek dari tiga minggu, efektif 49,1 persen, di bawah ambang batas 50 persen yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
Data dari subkelompok kecil menunjukkan bahwa tingkat kemanjuran meningkat menjadi 62,3 persen ketika dosis kedua diberikan dengan interval tiga minggu atau lebih lama.
Baca juga: Syarat Umrah Harus Vaksin Bersertifikat WHO, Indonesia Masih Tunggu Sertifikasi Sinovac
Baca juga: Peneliti Sebut Vaksin Sinovac Efektif Melawan Virus Mutasi B117, Tapi Tidak B1351
Sebagai perbandingan, vaksin yang dibuat oleh Pfizer-BioNTech yang juga merupakan rejimen dua dosis terbukti 97 persen efektif.
Beijing hingga kini belum menyetujui vaksin asing untuk digunakan di China.
Gao tidak memberikan rincian kemungkinan perubahan dalam strategi vaksinasi, tetapi menyebutkan mRNA, yakni teknik eksperimental yang digunakan untuk mengembangkan Pfizer serta vaksin buatan negara Barat lainnya.
Di sisi lain, pembuat obat China mengandalkan teknologi tradisional.
"Setiap orang harus mempertimbangkan manfaat vaksin mRNA bagi umat manusia," kata Gao.
"Kita harus mengikutinya dengan hati-hati dan tidak mengabaikannya hanya karena kita sudah memiliki beberapa jenis vaksin."
Padahal Dulu Tak Yakin dengan mRNA
Gao sebelumnya mempertanyakan keamanan vaksin mRNA yang dikembangkan di negara Barat.
Menurut laporan Xinhua, pada Desember lalu dia mengatakan tidak bisa mengesampingkan efek negatif mRNA karena pertama kalinya digunakan.
Media pemerintah China serta blog kesehatan dan sains juga mempertanyakan keamanan dan efektivitas vaksin Pfizer-BioNTech, yang menggunakan mRNA.
Diketahui vaksin mRNA tidak memasukkan virus yang dimatikan sebagaimana vaksin biasanya, melainkan menggunakan komponen genetik yang direkayasa menyerupai virus tertentu.
Baca juga: Agar Efektif Cegah Corona, Memakai Masker Dobel, Perhatikan Cara Pasang dan Bahan, Ini Kata Dokter
Baca juga: Lebih dari Setahun sejak Pandemi, Korea Utara Mengklaim Negaranya Masih Bebas Virus Corona
Pada 2 April lalu, sekitar 34 juta warga China telah menerima dua dosis vaksin sementara sekitar 65 juta lainnya masih satu dosis.
Para ahli mengatakan mencampurkan vaksin atau vaksinasi berurutan, dapat meningkatkan tingkat keefektifan.
Bahkan dunia saat ini sedang mencoba mencampurkan dua vaksin berbeda atau memberi vaksin lebih setelah jangka waktu yang cukup lama.
Para peneliti di Inggris sedang mempelajari kemungkinan kombinasi vaksin Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca.
Gao sempat menyangkal laporan media bahwa vaksin Covid-19 China memiliki tingkat perlindungan yang rendah, mengatakan kepada Global Times bahwa itu adalah "kesalahpahaman yang lengkap."
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Berita lain terkait Virus Corona