UPDATE Kudeta Militer Myanmar: 706 Orang Tewas, Sidang Aung San Suu Kyi akan Disiarkan Langsung
UPDATE Kudeta Militer Myanmar: Pasukan keamanan tercatat telah membunuh 706 demonstran hingga sidang Aung San Suu Kyi akan disiarkan secara langsung.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan keamanan masih menggunakan kekerasan dalam menindaklanjuti penentang pemerintah militer atau Junta Myanmar.
Dikutip dari Channel News Asia, ada laporan di media sosial mengatakan, telah terjadi penembakan oleh pasukan keamanan di Kota Tamu, di barat laut Myanmar pada Senin (12/4/2021).
Tak hanya itu, polisi juga membubarkan aksi protes di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, dengan menggunakan kekerasan.
Rincian korban akibat tindakan pasukan keamanan tersebut sulit diketahui, karena Junta telah membatasi akses internet broadband dan layanan data seluler.
Saat dimintai keterangan, seorang juru bicara Junta juga tidak dapat dihubungi.
Sementara itu, pada Jumat (9/4/2021) lalu, sebanyak 82 demonstran dilaporkan tewas dibunuh oleh pasukan keamanan di Kota Bago, sekitar 70 kilometer timur laut Kota Yangon, Myanmar.
Menurut catatan Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), hingga kini total kematian akibat kekerasan pasukan keamanan yakni 706 jiwa, termasuk 46 anak-anak.
Baca juga: Semakin Mengerikan, Lebih 700 Warga Sipil Tewas Pasca-Kudeta Myanmar
Adapun surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola negara, memberikan klarifikasi terkait peristiwa di Bago.
Pihak Junta mengatakan, demonstran yang disebutnya sebagai 'perusuh' dipersenjatai dengan senjata darurat oleh kelompok tertetu.
Demonstran kemudian menyerang pasukan keamanan yang mencoba membersihkan barikade pengunjuk rasa.
Junta juga mengklaim, hanya ada satu demonstran yang tewas dalam peristiwa tersebut.
"Bukti granat dan amunisi yang disita menunjukkan senjata kecil digunakan," kata surat kabar itu, yang telah menjadi corong militer selama bertahun-tahun.
Sidang Aung San Suu Kyi Disiarkan Langsung
Pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi yang telah direbut kekuasaannya oleh militer, masih ditahan sejak kudeta 1 Februari 2021.
Aung San Suu Kyi dikabarkan akan muncul melalui siaran langsung video di sidang pengadilan atas dakwaan terhadapnya.
Diketahui, penerima Penghargaan Nobel Perdamaian itu telah didakwa melanggar tindakan rahasia resmi era kolonial.
Ancaman hukuman akibat pelanggaran itu yakni kurungan penjara maksimal 14 tahun.
Selain itu, Aung San Suu Kyi juga didakwa melanggar protokol Covid-19, memiliki walkie talkie yang diimpor secara ilegal, dan juga dituduh melakukan penyuapan.
Pengacara Aung San Suu Kyi mengatakan, tuduhan Junta itu dibuat-buat.
Demonstran Serukan Gunakan Kostum dan Doa Bersama
Demonstran antikudeta menyerukan agar orang-orang menunjukkan penentangan terhadap Junta dengan menggunakan kostum dan menggelar doa bersama, Senin (12/4/2021).
Acara tersebut akan dilaksanakan selama liburan tahun baru tradisional Myanmar, yakni pada 13 April hingga 17 April.
Tahun baru yang dikenal sebagai Thingyan adalah hari libur paling penting dalam setahun dan biasanya dirayakan dengan doa, ritual pembersihan patung Buddha di kuil, dan semburan air dengan semangat tinggi ke jalanan.
Pemimpin kelompok demo Komite Kolaborasi Pemogokan Umum, Ei Thinzar Maung melalui Facebook-nya mengatakan, Junta tidak memiliki Thingyan.
Baca juga: Militer Myanmar Lepaskan Granat ke Arah Demonstran, 80 Orang Dilaporkan Tewas
Ei Thinzar Maung juga menegaskan, kekuasaan rakyat ada di tangan rakyat, dan rakyat yang bersatu perlu mempertahankan Thingyan.
"Dewan militer tidak memiliki Thingyan. Kekuasaan rakyat ada di tangan rakyat. Rakyat yang bersatu perlu mempertahankan Thingyan rakyat," kata Ei Thinzar Maung.
Selanjutnya, Ei Thinzar Maung meminta umat Buddha untuk mengenakan pakaian religius tertentu dan membaca doa bersama.
Sedangkan bagi anggota komunitas Kristen diminta mengenakan pakaian putih dan membaca mazmur.
Dia mengatakan penganut agama lain harus mengikuti arahan pemimpinnya.
Batasi Gerakan Antikudeta, Junta Militer Myanmar Putus Akses Internet
Junta Myanmar ingin menghentikan pertukaran informasi di antara demonstran antikudeta dengan memutus total akses internet pada Kamis (8/4/2021).
Dua penyedia layanan internet, MBT dan Infinite Networks tidak mengetahui apakah pemutusan akses internet hanya untuk sementara atau selamanya.
MBT mengatakan, layanannya dihentikan dengan memutuskan jalur antara Kota Yangon dan Kota Mandalay, dua kota terbesar di Myanmar.
Meski baru-baru ini pemutusan total terjadi, tetapi pengguna internet telah mengeluhkan lambatnya koneksi selama seminggu terakhir.
Baca juga: Legislator Golkar Harap Efektivitas KTT ASEAN untuk Solusi Krisis Politik Myanmar
Dikutip dari Channel News Asia, pihak berwenang diketahui menghentikan layanan internet secara bertahap sejak penggulingan Aung San Suu Kyi.
Awalanya mereka memblokir media sosial, yang mana cara itu tidak berjalan efektif karena Facebook masih bisa diakses penentangnya dengan cara tertentu.
Kemudian, mereka memutus akses internet hanya pada malam hari, hingga akhirnya kini memberlakukan larangan total penggunaan data seluler.
Lebih lanjut, junta juga melarang penggunaan televisi satelit atau parabola.
Di Laputta dan kota-kota lain di Delta Irrawaddy barat daya Kota Yangon, kendaraan pemerintah setempat memberikan pengumuman melalui pengeras suara.
Penggunaan TV satelit, kata pihak junta, tidak lagi legal dan pemiliknya harus segera menyerahkan antena parabola ke polisi.
Di samping itu, polisi juga menggerebek toko yang menjual peralatan terkait TV satelit dan menyita barang-barang di sana.
Media berita online Khit Thit Media dan Mizzima mengatakan tindakan serupa diambil di negara bagian Mon di tenggara negara itu.
Adapun penyitaan tersebut dilakukan karena TV satelit dianggap telah digunakan demonstran untuk mengakses siaran berita internasional.
Sementara itu, sejak kudeta, semua surat kabar harian swasta telah berhenti terbit dan situs berita onlinenya diawasi secara ketat oleh junta.
Lima media berita independen populer di 'negeri seribu pagoda' itu dicabut izin operasinya pada awal Maret, dan diminta berhenti menerbitkan atau menyirakan informasi di semua platform.
Akan tetapi sebagian besar media berita tersebut menentang perintah junta.
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.